The First Lead of Sparks part two

3.8K 150 2
                                    

KAILLA POV

Aduh... Gimana nih? Masa gak ada baju yang bisa gue pakai? Duh, mana satu setengah jam lagi. Argh... pakai baju apa? Gak mungkin kan gue ketemu sama 'calon atasan' gue, gue pakai baju kebanggaan gue?

Ah... Iya! Gue pake itu aja! Kemeja salur yang di modifikasi jadi dress ala Kailla. "Voilà Trendy S-Dress by Kailla. Hm... kayaknya masih ada yang kurang deh! Kalung. Kalung mutiara ini kayaknya cocok deh." Ujar Kailla sambil mengambil kalung mutiara dari meja riasnya dan mengambil blazer putih dari lemari pakaiannya. Lalu memakai jam tangannya dan high heels hitamnya.

Kalian pasti penasaran... Kenapa seseorang yang cita-citanya sebagai desainer kayak gue, gak punya pakaian yang cocok untuk gue pakai di interview. Bukan karena gue gak suka sama pakaian rancangan gue sendiri. Bukan, bukan itu. Karena gue ngerasa pakaian-pakaian yang gue rancang -yang kebanyakan dress dan rok-rok trendy dan elegant- gak cukup nyaman dan leluasa untuk gue pakai. Dengan aktivitas gue yang seabreg-abreg untuk nyari bahan-bahan kain yang bakal gue sulap menjadi karya gue dan ditambah dengan transportasi gue untuk pergi dan pulang kuliah gak memungkinkan gue untuk memakai pakaian-pakaian kayak gitu.

Dan sekarang gue bener-bener nyesel karena gue gak punya satupun hasil rancangan gue. Itu semua karena semua omset dari hasil penjualan rancangan gue, gue pakai untuk beli bahan-bahan kain -yang gue stock di studio gue aka ruang kerja- sama beberapa buku desainer fashion idola dan laptop baru gue. Hasilnya gue sama sekali gak punya satupun hasil karya gue di lemari pakaian gue. Sebenernya ada sih beberapa hasil pakaian yang gue desain sendiri, tapi pasti sekarang udah gak muat lagi di badan gue. Karena semua pakaian itu gue buat pas gue SMP dan gue sama sekali gak kepikiran untuk bikin yang sizenya lebih besar. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, mungkin gue bakal ketinggalan jaman banget kalau gue pakai baju rancangan gue pas SMP.

Setelah gue selesai dengan pakaian dan make up gue, gue langsung pamitan sama mama dan papa gue yang lagi nonton tv di ruang santai.

***

ZEN POV

"Aduh bun... Aku lagi sibuk banget. Bunda minta Emmie yang interview desainer yang ibu rekomendasiin aja. Soalnya jadwal Zen lagi padat banget. Nanti kalau Zen udah sempat, Zen baru ketemu sama desainernya." Jawab Zen dengan sabar saat bundanya meminta Zen untuk menginterview desainer yang akan mendesain srragam para pegawai hotelnya.

"Tapi Zen, Bunda rasa kamu bisa alihkan sebagian pekerjaan kamu ke Ave. Dan Bunda rasa Daddy kamu bersedia untuk mewakili kamu untuk memimpin beberapa rapat penting kamu itu." Jawab bundanya yang tidak mau kalah.

"Ave lagi sibuk bikin proyek yang sudah aku kasih ke dia Bun. Zen gak mau kalau proyek pertama Ave terganggu hanya karena Zen harus menginterview desainer yang Bunda rekomendasikan. Sedangkan Daddy pasti sibuk dengan beberapa pertemuan dengan beberapa kepala bagian. Dan kalau Zen gak salah ingat, Daddy jam 3 sudah harus berangkat ke Australia untuk pembukaan kantor cabang yang ada di Sidney."

"Ya udah kalau gitu, kamu luangin waktu makan siang kamu aja untuk ketemu sama desainernya." jawab bundanya lagi sambil memendang Zen dengan muka memelas.

"Aku bingung sama bunda. Kok, buat interview desainer ini kayaknya harus ada aku? Biasanya kalau Bunda ada kepentingan atau saran mengenai hotel pasti langsung ke Emmie. Kenapa sekarang tiba-tiba Bunda langsung mengharuskan aku ikut interview desainer itu secara langsung?" Tanyaku penasaran. Karena biasanya Bunda tidak pernah segigih ini. Tapi, bunda akan segigih ini kalau...

"Jangan-jangan Bunda ada maksud untuk ngejodohin aku sama desainer itu?" Tanyaku to the point pada Bunda, yang langsung terlihat salah tingkah mendengar pertanyaanku itu.

"Iie(Tidak)..." jawab Bunda menggunakan Bahasa Jepang. Kalau Bunda sudah menggunakan bahasa ibu-nya itu menandakan bahwa bunda sedang nervous.

"Jadi Bunda memang mau menjodohkan aku dengan desainer itu?"

"E...Eng... Enggak. Bunda gak bermaksud apa-apa kok." Jawab Bunda sambil memsang wajah polos, seolah-olah dia memang tidak memiliki maksud tertentu.

'Oke... dua orang bisa mempermainkan permainan ini...' ujar Zen dalam hatinya.

"Desainernya cantik gak bun?" Tanyaku dengan wajah yang aku buat seantusias mungkin dan memancing Bunda untuk mengakui motif tersembunyinya itu.

"Desainernya cantik, terus masih muda lagi." Jawab Bunda dengan mata berbinar.

'Heran deh... Padahal Bunda tahu kalau aku phobia sama perempuan?! Kenapa sih Bunda masih ngejodoh-jodohin aku sama perempuan yang menurut Bunda cocok sama aku?'

"Bener kan?! Bunda emang punya maksud tertentu kan? Makanya bunda maksa-maksa aku untuk bisa bertemu dengan desainer itu."

"Ya udah terserah Zen kalau gitu. Zen mau percaya sama Bunda atau enggak, terserah sama Zen. Yang jelas Zen harus makan siang di tempat yang tadi sudah Bunda beritahukan ke kamu." Jawab Bunda, lalu bergegas pergi dari ruanganku itu.

Okay... Titah ratu sudah diturunkan. Mau gak mau aku harus meluangkan waktu lunch-ku untuk bertemu dengan desainer yang sudah Bunda rekomendasikan itu.

***

"Hai... Kailla." Ujar Kyoko yang menyapa Kailla sambil mencipika-cipiki Kailla yang baru saja sampai, di Restaurant Perancis yang berada di Hotel Surya. Yup... Kyoko merubah tempat pertemuan mereka.

"Hai... Tante Kyoko." Sapa Kailla balik.

"Oh, iya. Kenalin Kai, ini anak tante Emerald Velecia. Emmie kenalin ini desainer yang Bunda ceritain ke kamu." Ujar Kyoko yang sedang sibuk memperkenalkan Kailla kepada Emmie dan sebaliknya.

"Hai, Nama saya Emmerald biasanya dipanggil Emmie." Ujar Emmie sambil mengulurkan tangannya kepada Kailla.

"Hai, Nama saya Kailla Shakila Devi. Kamu bisa panggil saya Kai atau Kailla. Itu terserah kamu." Ujar Kailla sambil menyambut tangan Emmie dan bersalaman.

"Dress kamu unik." ujar Emmie sambil tersenyum dan memperhatikan S-Dress Kailla.

"Oh... Iya. Makasih." Jawab Kailla sambil tersipu malu. Karena Kailla tidak tahu harus menjawab apa atas pernyataan Emmie itu. Kailla benar-benar tidak yakin kalau komentar Emmie bahwa unik itu dalam artian jelek atau bagus.

"Desainnya unik banget. Kamu beli dress ini dimana? Oh, apa ini termasuk dress rancangan kamu?"

"Sebenarnya... Dress ini bukan Dress." jawab Kailla. Kyoko dan Emmie mengernyitkan alisnya karena tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Kailla itu.

"Maksud kamu gimana Kai?" Tanya Kyoko, yang bingung dengan jawaban Kailla itu.

"Maksud aku..." belum selesai Kailla menjawab, ada seorang pria yang memotong perkataan Kailla.

"Hai, bun. Hai, Emmie." Sapa pria itu dan berjalan menuju Kyoko dan Emmie yang sudah berdiri dan menyambut kedatangan pria itu, lalu mecipika-cipiki Kyoko dan Emmie.

"Hai, Zen. Kamu kok terlambat sih? Oh, iya. Kenalin ini desainer yang Bunda bilang ke kamu itu. Namanya Kailla. Kailla ini Zen anak Tante yang bakal jadi atasan kamu dan bakal ngelihat sketsa-sketsa yang sudah kamu bikin." Ujar Kyoko kepada Kailla.

"Kamu..." ucap Kailla dan Zen secara berbarengan.

"Oh, kalian udah saling kenal?" Tanya Emmie.

☆☆☆

Thanks buat yang udah baca.

★★★



Is (S)He?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang