CERITA SEBELUMNYA DI HAPUS !!!
Perkenalkan aku Joko, aku seorang anak petani desa. Aku tumbuh dan besar di sebuah desa di bawah kaki gunung yang asri. Aku hidup dengan keluarga yang sangat hangat walaupun penuh kesederhanaan.
Aku punya 2 saudara yai...
Sejak kecil aku menjadi tulang punggung keluarga. Karena Ibuku sudah meninggal, sementara Ayahku seorang tunanetra. Kakak ku juga tunanetra. Tapi sejak lama dia menghilang entah ke mana. Aku sudah berusaha mencarinya ke mana-mana, tapi selalu gagal menemukannya.
Dengan sendirinya yang tinggal di rumah hanya aku dan Ayahku berdua. Di satu pihak aku harus bersyukur, karena penglihatanku normal. Tidak seperti Ayah dan kakakku. Namun di pihak lain sejak kecil aku harus jadi tulang punggung Ayah dalam segalanya. Harus menyiapkan makanan sekaligus mencari uang sendiri untuk membeli sembako dan kebutuhan lainnya.
****
Pada suatu malam…
Aku baru pulang kerja jam tiga pagi. Karena habis kerja lembur.
Seperti biasa, untuk membuka pintu depan kugunakan kunci cadangan yang selalu kubawa setiap bepergian. Supaya aku tak merepotkan Ayah untuk membukakan pintu depan yang terkunci.
Setelah masuk ke dalam rumah, ku kuncikan kembali pintu depan, lalu masuk ke dalam kamarku dengan badan terasa letih sekali. Tadinya aku ingin langsung tidur. Tapi sayup-sayup kudengar suara rintihan ayahku.
'Kenapa Ayah merintih-rintih begitu? Apakah Ayah sedang sakit?'
Maka setelah melepaskan sepatu, aku melangkah ke luar dari kamarku dan melangkah ke arah pintu kamar Ayah yang biasanya tidak dikunci. Tapi pada saat itu ternyata pintu kamar ibuku terkunci. Sementara rintihan-rintihan ayahku masih terdengar, bahkan semakin jelas.
“Aaaaa… aaaaaaah… aaaah..."
Aku semakin penasaran. Kenapa Ayah merintih-rintih begitu? Apakah Ayah sedang merasa kesakitan atau… nah, aku baru ingat pintu itu ada kacanya di bagian atas. Sehingga dengan sedikit berjinjit aku bisa melihat ke dalam kamar Ayah. Bahkan pada saat itu sengaja aku memindahkan kursi makan ke dekat pintu kamar Ayah.
Dan… apa yang kulihat?
Ternyata Ayah sedang telanjang bulat. Tangan kanannya sedang meremas-remas dadanya, sementara tangan kirinya sedang mengocok kontolnya yang berjembut lebat itu.
****
Aku menggelepar di atas perut Ayah, kemudian terkulai lunglai di dalam pelukannya.
“Di barengin lagi ya.” bisik Ayah sambil menciumi pipiku.
“Iya Yah… luar biasa enaknya.”
“Barusan Ayah sampai lima kali keluar… kamu memang hebat.”
Peristiwa indah ini terjadi dan terjadi terus pada hari-hari berikutnya. Kapan pun aku menginginkannya, Ayah selalui siap untuk meladeniku.