PROLOG - 1

128K 2.8K 54
                                    

PROLOG

Flozia POV

"Mami, Flo baru berumur dua puluh tujuh tahun, belum expired!" kataku kesal. Napasku turun naik dengan cepat. Aku duduk di sofa ruang tamu dengan muka bertekuk. Sedangkan Mami, duduk di depanku dengan raut wajah kurang senang mendengar protesku.

Bayangkan, Mami mau menikahkanku dengan anak temannya yang entah siapa yang sedikitpun tidak kukenal. Dan itu semua hanya karena aku sudah berumur dua puluh tujuh tahun dan tidak punya pacar. Bagi Mami, usiaku ini sudah masuk tahap kritis, yang katanya sebentar lagi akan masuk garis start perawan tua.

Oh tidak! Zaman sekarang mana ada lagi istilah perawan tua. Lihat saja, banyak wanita yang berumur tiga puluhan yang terlihat masih muda dan bisa berdandan secantik remaja. Banyak teknologi canggih untuk mempercantik diri, seperti operasi plastik atau menyamarkan sedikit kerut di wajah dengan makeup ala artis.

Tapi pilihan pertama tadi sudah pasti kutolak mentah-mentah. Aku tidak akan mau operasi plastik hanya untuk makin memancungkan hidung atau mempertegas tulang pipi.

Lagi pula, wajahku tidak ada kerut apa pun karena aku sangat rajin merawatnya. Hidungku yang mungil dan mancung, dengan tulang pipi yang terpahat sempurna di wajah ovalku, tidak memerlukan operasi apa pun. Aku masih sangat muda dan cantik! Dan istilah perawan tua itu tidak akan melekat pada diriku. Tidak akan pernah!

"Mami sudah bosan mendengar bisik-bisik dari tante-tantemu," kata Mami sambil menatapku dengan dada yang terlihat memburu.

Sedangkan Papi duduk acuh tak acuh di teras rumah bertemankan segelas kopi di petang minggu yang cerah ini. Papi tidak secerewet Mami, dan Papi juga biasanya tidak suka ikut nimbrung obrolanku dan Mami yang pastinya selalu berujung seperti ini.

"Kamu lihat Nisa, baru berumur dua puluh satu tahun, anaknya sudah dua," kata Mami antusias.

Oh, Nisa itu sepupuku yang menikah saat baru lulus SMA karena kecelakaan, hamil duluan.

"Anggun kemarin baru disunting pria kaya dari Jakarta. Mereka sangat sepadan dan bahagia," kata Mami lagi.

Anggun itu anak tetangga sebelah yang baru berumur dua puluh lima tahun. Ah, wajar saja dia bisa menikah dengan orang kaya, sudah rahasia umum dia materialistis dan selalu menargetkan orang kaya.

"Dan kamu, kapan lagi mau menikah? Telinga Mami panas terus ditanya teman-teman dan saudara kita," kata Mami kesal. Raut wajahnya yang tadi terlihat berseri saat menceritakan sepupuku dan anak tetangga, sudah menguap berganti kesal padaku.

"Flo 'kan belum punya pacar, Mi," kataku membela diri. Sudah dua tahun ini aku sendiri. Setelah putus dari Julian, aku belum lagi menemukan tambatan hati yang sesuai untuk mengisi hati dan hariku.

"Maka dari itu, Mami mau kamu setuju untuk menikah dengan Raven, anak Tante Arra."

Raven? Sepertinya nama yang tidak asing... "Tapi, Mi... Flo..."

"Mami tidak mau tahu, Mami sudah menerima lamaran Tante Arra kemarin," tukas Mami cepat sebelum aku sempat menolak dan mengemukakan alasan kalau aku belum siap untuk menikah, apalagi dengan orang yang sama sekali tidak kukenal. Baik dan tampankah dia? Kalau kaya rasanya tidak perlu ditanya, Mami tidak mungkin mau punya menantu miskin.

"Mami..."

"Mami tidak mau mendengar apa pun lagi, Flo! Dan ingat, kamu jangan berani kabur atau Mami tidak akan mengakui kamu sebagai anak Mami lagi! Seumur hidup!" kata Mami dengan nada tegas.

Aku merengut. Mami mengancamku. Tega sekali Mami padaku. Bahkan sampai ingin membuangku bila aku tidak menuruti keinginannya. Dengan perasaan kesal, aku berjalan keluar dan menemui Papi yang sedang duduk di teras.

"Papi, tolong Flo, Flo tidak mau menikah," kataku sambil duduk di sisi Papi dan menyentuh tangan beliau, merayu dengan wajah memelas, berharap Papi tersentuh.

Papi menarik napas panjang. "Ikuti saja pilihan Mami-mu, Sayang. Pasti ini yang terbaik untukmu," kata Papi lembut sambil balik mengelus tanganku.

Mataku membesar, napasku semakin sesak. Pasti Mami sudah mengancam Papi supaya Papi menurut padanya. Aku membuang muka kesal.

Ah, Mami... selalu dominan dan diktator. Selalu memaksakan kehendaknya. Lihat saja kakakku Auren, menikah pada usia dua puluh lima tahun, juga dengan pria pilihan Mami. Tapi Kak Auren sangat beruntung. Suaminya, Ronald, sangat kaya, tampan dan penyayang.

Dan sekarang tujuh tahun sudah berlalu, mereka sudah sangat bahagia dengan dua orang anak yang cantik seperti bidadari dan tampan seperti pangeran.

Dan kali ini aku yang akan menjadi sasaran Mami, karena Mami cuma punya dua orang anak, aku dan Kak Auren. Aku sangat yakin pria pilihan Mami pasti orang kaya seperti Kak Ronald, karena Mami suka sekali sama yang kaya-kaya. Padahal kami sendiri juga orang kaya, Papi punya toko yang menjual alat listrik seperti bola lampu dan lain-lain. Dan aku punya toko sepatu yang omsetnya sangat lumayan.

Akhirnya aku berdiri. Dengan kekesalan yang menggunung di dada, aku bangun dan meninggalkan Papi begitu saja.

***

Bersambung...

Evathink

repost, 10 april 2019

The Forced MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang