8

25.6K 1.3K 25
                                    

8

Author POV

Raven terperenyak menatap lauk yang terhidang di atas meja makan. Telor dadar gosong, cah kangkung yang terlalu matangdan ikan asam pedas kesukaannya, yang seharusnya sangat lezat itu dimasak dengan kuah bening dan tidak ada wangi bumbu apa pun sama sekali.

"Ini apa?" tanya Raven lesu sambil menyandarkan badannya pada kursi meja makan. Niatnya untuk mengerjai Flozia justru berbalik mengecewakannya. Selera makannya menguap begitu saja.

Tahu akan begini hasil masakan Flozia, ia tidak akanbersusah payah bangun pagi-pagi dan mengantar Flozia ke pasar. Lebih baik puas-puasan tidur dan memesan makanan dari restoran.

"Masakan yang kamu minta," kata Flozia polos. Rambut panjangnya yang berwarna hitam pekat yang indah, dikuncir asal-asalan. Beberapa anak rambut melekat di dahinya oleh keringat. Terlihat lebih seksi sebenarnya bila saja Raven tidaksedang kecewa. Perutnya sudah lapar, tapi makanan yang terhidang di atas meja makan membuat seleranya hilang.

"Selera makanku hilang," jawab Raven apa adanya. Ia bangkit dan bersiap meninggalkan meja makan. Lebih baik ia memesan makanan dari restoran saja.

Tiba-tiba Flozia berkacak pinggang menghalanginya. Flozia bahkan mendorongnya hingga kembali duduk di kursi.

"Kenapa?" tanya Raven kesal. Perutnya benar-benar lapar, Flozia malah main-main dengannya.

"Kamu harus makan, habiskan pokoknya!" kata Flozia galak.

Raven terpaku. Tidak menyangka istrinya bisa segalak ini."Ini sama sekali tidak enak, Flo. Lihat saja ikan asam pedasnya, tidak ada daun kunyit dan serai, aku tidak bisa makan bila amis begini," kata Raven dengan nada kesal. Ia berniat bangkit tapi sekali lagi didorong oleh Flozia hingga kembali terduduk dikursi.

"Aku tidak mau tahu. Pokoknya makan dan habiskan! Kauyang menyuruhku masak padahal aku sudah bilang tidak bisa memasak," kata Flozia makin galak.

Raven terdiam. Ya. Salahnya. Dia yang memaksa Flozia memasak padahal Flozia sudah berulang kali mengatakan kalau dirinya tidak bisa memasak. Sebenarnya niat Raven hanyalah untuk mengerjai Flozia, biar Flozia tahu, menjadi istrinya tidaklah seindah kisah dongeng.

Akhirnya mau tidak mau, Raven terpaksa memakan masakan Flozia. "Ini benar-benar tidak enak, Flo," keluh Raven saat memakan kangkung yang di masak terlalu matang.

Flozia melotot dan hanya berdiri mengawasinya makan.Raven mendesah dalam hati. Mungkin lain kali ia harus mencari cara lain untuk mengerjai Flozia. Yang jelas bukan denganmenyuruhnya memasak. Ia jera!

***

Flozia POV

Aku mengempaskan tubuh ke atas ranjang, merasa sangat lelah setelah berjuang memasak untuk Raven. Meskipun masakannya tidak enak, tapi rasanya cukup puas bisa memaksa Raven menghabiskan lauknya.

Aku menarik selimut sebatas dada dan memejamkan mata. Setelah bekerja keras, bisa bertemu dengan kasur dan bantal, rasanya nikmat sekali.

"Flo..."

Samar-samar aku mendengar suara memanggilku. Tapi mataku terlalu berat untuk dibuka. Tanpa mengacuhkan suara yang memanggilku, aku menarik selimut hingga ke ujung kepala.

"Flo..."

Sekali lagi sebuah suara memanggilku.

Akhirnya karena merasa tidurku terganggu, aku membuka mata. Seketika dadaku berdebar. Terlihat wajah yang sangat kukenal menatapku sangat dekat, membuat mataku membesar.

"Ada apa?" tanyaku sambil bangun dan duduk dengan dada yang berdebar tidak menentu.

"Bikinkan aku kopi," kata Raven sambil duduk di sisi ranjang.

Seketika napasku memburu. Dasar Raven! Memba-ngunkanku yang sedang tidur hanya untuk membuatkan kopi untuknya. Tanpa mengacuhkannya, aku kembali berbaring.

"Flo, bikinkan aku kopi, sekarang!" katanya lagi

Aku bergeming. Kesal karena tidur siangku terganggu.

"Flozia!"

Aku membuka mata dan menatap Raven yang juga sedang menatapku. Mata kami beradu dan menciptakan sebuah getar baru dalam hatiku.

"Aku mau kopi," kata Raven lagi sambil meraih tanganku untuk menarikku bangun.

"Kenapa tidak bikin sendiri? Ganggu tidurku saja!" gerutuku sambil menepis tangan Raven dan membalikkan badan membelakanginya.

Tiba-tiba leherku terasa panas, Raven mengecup lembut leherku.

"Raven jangan ganggu, aku mau tidur," kataku kesal.

"Aku berubah pikiran, Sayang. Sepertinya bercumbu lebih nikmat dibandingkan segelas kopi," katanya dengan nada menggoda.

Setelah itu, ia kembali mencium leherku. Tangannya bahkan sudah bergerilya ke mana-mana.

Aku meronta dan berusaha menghentikan tangannya.

Tapi sia-sia. Kalau Raven sudah menginginkannya, aku tidak akan bisa menghentikannya.

***

Bersambung...

Evathink

IG : evathink

The Forced MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang