17

21.1K 1.2K 10
                                    

17

Flozia POV

Hukuman!

Raven memang menghukumku! Dengan kasar aku

diseret pulang ke kondominium. Di dorong ke atas ranjang dan berakhir dengan percintaan panas menggelora.

Raven menghukumku bukan sebatas membuat seluruh tubuhku lemas dan gemetar, walau harus kuakui, aku menikmati percintaan kami. Raven membuat tanda hampir di seluruh tubuhku. Di dada, leher, bahkan lengan dan pahaku.

Ini sangat keterlaluan. Alangkah malunya aku bila mengenakan gaun setengah paha dan membiarkan semua orang melihat bekas-bekas itu.

Belum lagi bekas di leher yang sangat membuatku frustrasi. Mampukah rambutku menutupinya?

Aku mengumpat kecil saat melihat Raven tersenyum puas melihatku frustrasi di depan cermin meja rias.

"Itu pelajaran untukmu, Sayang," kata Raven dari ranjang. Ia masih tidur-tiduran dengan selimut sebatas perut. Terlihat sangat puas setelah percintaan kami, bukan hanya itu pastinya, puas karena bisa menghukumku.

"Kamu keterlaluan," kataku dengan bibir gemetar. Hampir menangis melihat bagaimana gaun yang tadi kubeli tidak akan bisa kukenakan untuk acara makan malam yang satu jam lagi akan berlangsung.

Raven tergelak. Dari cermin di depanku, aku melihatnya bangun dan duduk bersandar di kepala ranjang.

"Itu hukuman setimpal untukmu, Sayang," ejek Raven dengan senyum puas. "Kelak, jika kamu berani nakal, aku akan mentato pipi cantikmu itu, menunjukkan pada dunia bahwa kamu istriku, milikku seorang," ancam Raven dengan nada mengejek.

Aku merinding. Raven tidak serius, bukan?

Dan melihat ekspresi ketakutan pada wajahku, Raven kembali tergelak, puas bisa mengerjaiku seperti ini. Aku mengumpat kecil. Haruskah sekali lagi aku menyalahkan Mami karena menikahkanku pada playboy ini?

***

Malam minggu ini ibu mertuaku mengundang semua anak-anaknya untuk berkumpul. Ada Dinan, kakak tertua Raven, mempunyaitiga orang anak yang sudah berumur dua belas, tujuh dan lima tahun.

Sedangkan Alya, kakak perempuan Raven juga sudah menikah dan memiliki dua orang anak yang baru berumur enam dan tiga tahun. Semua terlihat begitu ceria, bercerita sambil menikmati hidangan makan malam yang lezat.

Di tengah suasana hangat keluarga Raven, aku duduk kakudengan tubuh terasa lemas dan pikiran yang tidak tenang karena selalu berusaha menutupi tanda di leherku dengan rambut.

Aku bahkan terpaksa mengenakan gaun yang sangat tidak ingin kukenakan malam ini. Sebuah gaun panjang hingga ke mata kaki, yang juga berlengan panjang untuk menutupi bekas-bekas gigitan di kaki dan lenganku.

Saat aku frustrasi, Raven justru terlihat sangat senang dan puas. Ia begitu menikmati melihat wajahku yang sangat tersiksa saat harus mengenakan gaun ini karena tidak sempat untuk membeli gaun lain lagi. Bagaimana mungkin sempat untuk berbelanja bila waktu yang kupunya sebelum makan malam hanya satu jam saja?

Aku sempat menangkap senyum Raven yang dikulum saat kami tiba di rumah orangtuanya, saat bagaimana mertuaku dan kakak Raven mengerut kening melihat pakaian yang kukenakan. Sungguh ini acara makan malam keluarga dan aku mengenakan gaun yang jauh dari katagori santai.

Dan untuk semua ketidaknyamanan ini, aku hanya bisa menggerutu dalam hati. Sesekali rasa panas menjalar ke wajahku saat rasa tidak nyaman kembali menyapaku.

Akhirnya makan malam selesai. Diam-diam aku menarik napas lega, berharap sebentar lagi Raven akan mengajakku pulang.

"Raven tidak pernah nakal lagi kan, Flo?" tanya ibu mertuaku padaku dengan senyum manis. Saat ini kami sudah berkumpul di ruang keluarga.

Aku hanya tersenyum kaku. Nakal? Nakal yang seperti apa? Jika katagori jalan bersama wanita lain bisa disebut nakal, berarti Raven masih nakal.

"Sudah tidak lagi, Mi."

Nah, Raven yang menjawabnya sendiri. Aku melirik

Raven di sisiku. Dia hanya tersenyum menggoda padaku,membuat dadaku tiba-tiba berdebar.

"Sudah ada tanda-tanda, Flo?" tanya Alya sambil tersenyum manis dan melirik penuh arti padaku dan Raven.

Wajahku memerah, mengerti arti maksud pertanyaan Alya.

"Belumlah, Kak. Baru juga dua minggu belah durian-nya," kata Raven menggodaku dengan lirikan penuh arti.

Wajahku makin memanas. Tahu istilah 'belah durian' kan? Istilah untuk berhubungan intim dengangadis perawan.

"Wah... beruntung sekali kamu,Raven. Playboy dapat perawan," kata Alya dengan senyum lebar.

"Hush..." desis mertuaku,mencegah obrolan yang berbau porno berlanjut.

Aku tersipu malu dan menunduk dengan wajah panas terbakar.

Gelak tawa demi gelak tawa mengisi acara kumpul keluarga ini. Dan aku yang masih kaku berada di antara keluarga Raven, berusaha membawa diri sebaik mungkin.

Seketika rasa tidak nyaman oleh bekas-bekas gigitan Raven menguap. Aku hanyut dalam hangatnya suasana harmonis yang tercipta dalam keluarga Raven.

***

Bersambung...

Evathink
IG : evathink

The Forced MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang