Part 2

157 10 0
                                    

----------------------------

Monday, monster day ever. Ck, gue gak pernah suka sama hari senin. Lagian, siapa sih yang suka sama hari ini? Hari di mana kita harus berdiri panas-panasan dan dengerin kepsek pidato.

Selain itu, ada hal lain yang bikin gue benci banget sama hari senin. Mata pelajarannya. Kalian bayangin aja, di hari ini, gue bakalan ketemu sama matematika, sejarah, geografi dan akutansi. Parahnya, akutansi gue kebagian 3 jam. Mending ya kalau gurunya asik dan bikin gue ngerti. Tapi ini, for god's sake!! Pak Burhan tuh orangnya ambekan dan sama sekali gak jelas kalau lagi nerangin.

Oke, cukup buat curhatnya. Sekarang, gue lagi berdiri di barisan kelas XI IIS2. Dengerin ocehan Pak Guntur yang ugh, gak penting sama sekali. Setiap upacara, dia selalu bahas hal yang sama—kerapihan seragam, masalah jangan buang sampah sembarangan, rambut anak cowok yang mulai gondrong dan yap cuman hal itu-itu aja.

"Ya anak-anak, perlu bapak ingatkan sekali lagi bahwa bla..bla..bla.." Tuh gue bilang juga apa, dia bahas hal yang sama terus. Sekali-kali dia ngebor kek biar gak ngebosenin gitu upacaranya. Anjir, cuaca panas banget. Rasanya gue mau pingsan.

"Terimakasih atas perhatian kalian......" Wtf, dia ngucapin makasih di atas penderitaan anak muridnya sendiri, gila ya emang. Oke, mungkin dia gak tau kalau itu gila.

Akhirnya setelah 40 menit berdiri di lapangan, pemimpin upacara ngebubarin juga. Sebelum pergi ke kelas, gue ngajakin Vio dulu ke kantin. Sekolah gue emang nyiapin waktu 15 menit setelah upacara buat istirahat, jadi gak langsung kbm. Gue sekelas sama Vio, berhubung kita berdua nyadar diri karena otak kita gak bakal mampu nampung pelajaran IPA haha. Kalo Freya, for sure dia ngambil IPA. Dan Joana, dia ngambil jurusan bahasa pas kenaikan kelas 3.

Sampe di kantin, gue mengadarkan pandangan menyeluruh. Siapa tau gue ketemu sama dedek Al hakhakhak.

"Ta, lo mau minum apaan?"

Ck, Al mana sih?

Vio geplak bahu gue, dan itu sakit! "Woy lo mau minum apa?"

"Anjir, sakit Vi! Udahlah samain aja."

Vio ngomong sama Bu Uni, pedagang di kantin sekolah gue. Gak tau dia ngomong apaan, mesen minuman kali. Gue gak terlalu merhatiin karena masih sibuk buat nyariin Al he he.

"Eh nyari Al ya?" Vio nanya sambil ngerangkul gue.

"Sok akrab lo, banyak tanya juga!" Gue ngelepas rangkulan Vio.

"Astaghfirullah, jahat ya kamu sama temen sendiri." Mukanya dia, anjir sok imut banget pas ngomong tadi. Dia ngambil 2 gelas plastik dari Bu Uni, dan ngasihin satunya ke gue. "Nih minuman kamu, aku mah baik da gak kayak kamu."

"Drama." Gue aus dan dengan segera meneguk minuman yang dikasih Vio. Baru seteguk dan gue muntahin tuh minuman. "Anjir, lo ngasih gue apaan? Mau racunin gue? Hoeeeek."

Dan dengan polosnya dia ngejawab. "Kiranti, gue lagi dapet, Ta. Mangkanya gue beli ini. Lagian lo suruh samain aja 'kan?"

"VIO LO MINTA DIRUKYAH?" Istighfar, Ta. Duh ini masih pagi dan gue udah mencak-mencak sama si Vio.

"Gue bener 'kan? Tadi lo bilang samain aja minuman nya kayak punya gue. Terus salah gue di mana?"

"Ya tapikan Vi. Ah udahlah, ayo balik aja ke kelas." Gue capek kalau harus debat sama Vio. Udah banyak juga yang merhatiin, tapi sebodo amat lah. Udah gak ketemu Al dan dapet kiranti dari Vio. Hari senin emang nyebelin 'kan?

---------------------------------

Author POV

Belum juga Agatha dan Vio masuk ke kelas, tapi mereka sudah bisa mendengar suara rebut seperti di pasar. Agatha membuka pintu kelas yang tertutup rapat. Seketika kelas hening, tidak ada suara rebut seperti tadi. Kepala Agatha muncul di balik pintu, disusul kemunculan Vio. Dan teriakan anak-anak kelas pun mulai terdengar.

Agatha's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang