Part 8

83 8 0
                                    

[]

Setelah sampai di rumah, Agatha segera berlari menuju kamarnya. Melemparkan tasnya ke sembarang arah dan langsung menjatuhkan tubuhnya di atas kasur empuk berwarna biru.

Sekarang Ia sudah tidak menangis. Tetapi pikirannya masih dihantui suara Karel yang masih terngiang jelas. Bagaimana tidak jelas?! Karel berbisik tepat di telinga Agatha.

"Bego, kenapa tadi gue diem aja pas dipeluk!" Agatha merutuki dirinya sendiri. Kesal karena tadi Ia membiarkan Karel memeluknya begitu saja, tanpa ada perlawanan darinya.

Agatha kembali teringat kata-kata yang Karel ucapkan saat Ia memeluknya.

"Gue minta maaf."

Tepat seperti itu.

Terdengar sangat tulus di telinga Agatha. Tapi Ia tidak membalas apa-apa ketika tadi Karel meminta maaf. Terlalu kaget, itu yang menyebabkan Agatha tidak membalas permintaan maaf Karel.

Bodo ah, kalo dimaafin juga dia bakal tetep jail. Agatha berkata dalam hati.

Memikirkan ini semua membuat Agatha lelah. Jadi tak lama kemudian, mata Agatha terpejam. Lalu Ia terlelap.

[]

Jam menunjukkan angka 7 tepat ketika Agatha tengah asik mengobrol dengan Freya lewat Skype. Ia butuh seseorang untuk mendengar keluh kesahnya, dan Freya adalah orang yang tepat.

Layar laptopnya menampilkan Freya yang tengah duduk di ranjangnya dan banyak buku yang berserakan di sana.

"...... udah gitu Karel nyusulin gue ke lapang indoor dan dia minta maaf—Frey? Lo denger gue?" Agatha menghentikan aksi curhatnya ketika Ia lihat Freya sama sekli tidak menaruh fokus padanya.

Yang dipanggil sama sekali tidak bergeming. Freya masih saja membuka lembaran-lembaran buku dengan kening yang berkerut—menandakan Ia tengah bersusah payah berkonsentrasi.

"FREYAAAAAAAAA LO DENGER GUE GAAAAK?!" Agatha kesal, jadi Ia berteriak.

Barulah setelah mendengar teriakan Agatha, Freya mendongak, wajahnya benar-benar kisut. "Duh gue lagi belajar Ta, besok-besok aja deh lo curhatnya. Atau lo skype Jo aja, dia pasti lagi gak sibuk, atau Vio deh," Freya kembali membuka lembaran buku tebalnya, "Besok gue ada UH Pak Jamal, tau sendiri yag nilainya di bawah 7 dia jemur di lapangan, mumet otak gue." Freya melanjutkan.

Agatha berdecak kesal. "Bilang kek dari tadi kalo lo lagi gak bisa diganggu, kalo lo bilang 'kan gue gak akan ngomong sendiri kayak orang gila."

"Kalo gue gak ladenin, entar lo ngambek."

"Gak lah bego, gue juga bisa ngertiin kali."

"Yaudah, gue off ya. Bye."

setelah obrolan berhenti, Agatha dengan kesal menutup layar laptopnya.

Kesal karena satu-satunya teman normalnya yang bisa diajak curhat sedang sibuk. Agatha sama sekali tidak berpikiran untuk menghubungi Joana atau Vio, bisa-bisa mereka malah meledek, bukan member saran.

Jadi Agatha putuskan untuk turun dari kamarnya dan pergi ke taman belakang, di mana terdapat ayunan dari rotan yang dibuatkan Ayahnya untuk Agatha ketika Ia berumur 8. Tak lupa Ia membawa handphonenya untuk mendengarkan musik. Angin malam, ayunan dan musik, terdengar menenangkan.

Mama Fero melihat Agatha melewati ruang keluarga.

Tumben, biasanya gak pernah turun dari kamar kalo malam begini. Mama Fero berkata dalam hati, sedikit kaget melihat putri sulungnya keluar kamar. Jadi Ia memutuskan untuk bertanya kepada Agatha. "Gak makan malem kak?"

Agatha's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang