Part 14

98 6 0
                                    

Sudah 2 minggu Alfred dan Agatha bersama. Tetapi semua kebahagiaan dan kebersamaan mereka hancur, dan semuanya dimulai dari siang ini.

Istirahat Alfred yang tenang, kini terusik dengan hadirnya Karel. Seharusnya Ia bisa menikmati waktu istirahatnya yang sedikit, dengan membaca Novel yang baru dibelinya. Namun harapan tinggal harapan, Karel menghampiri Alfred dan menarik paksa lengan Al dari perpustakaan menuju taman belakang sekolah yang memang dikenal sepi ketika istirahat.

Karel sudah tidak tahan lagi menahan emosinya, terlihat dari cara Ia memegang kerah baju Alfred dengan napasnya yang memburu.

Al bertanya dengan kebingungan yang tercetak jelas di wajahnya."Apa-apaan sih lo?!"

"Jauhin. Agatha." Karel berucap dengan penuh penekanan.

Kebingungan Alfred bertambah. Setalah istirahatnya yang tentram di ganggu oleh Karel yang membawanya paksa menuju taman belakang sekolah, ditambah dengan ucapan Karel yang menyuruh Ia menjauhi Agatha. Apa sebenarnya yang diinginkan cowok ini?!

Menyadari sesuatu, Alfred menaikkan sebelah alisnya, dengan senyumnya yang tipis, Al berkata dengan kalem. "Harusnya gue yang bilang gitu, kak. Jauhin Agatha."

Sepertinya emosi Karel bertambah ketika mendengar kata-kata Al. Ketika bogeman Karel sudah siap menghantam wajah Alfred, hanya tersisa beberapa senti saja Ia mengurungkan niatnya, karena lagi-lagi diakibatkan oleh kalimat yang diucapkan Alfred.

"Taruhan, lo jadiin Agatha bahan taruhan, kan?" Alfred tersenyum miring.

Mendengar pertanyaan Alfred, cengkramannya di kerah seragam Al mengendur. Keterkejutan terlihat jelas dari ekspresi wajah yang Karel tunjukkan, tapi dengan segera, Ia merubah lagi ekspresi tersebut dengan wajah datar. Sekeras mungkin berusaha menyembunyikan keterkejutannya, meskipun di dalam hati, jantungnya berdetak dengan sangat cepat.

"Lo tau dari siapa?" Karel bertanya dengan nada sekalem mungkin.

Al menghela napas. "Farhan, dia juga temen gue."

Hening. Tidak ada lagi yang bersuara setelah itu. Merasa jengah karena terjebak dalam keheningan yang cukup lama. Alfred menepis lengan Karel yang masih memegang kerah kemeja seragamnya.

"Ck, tadi lo kenapa ngelarang-larang gue buat jauhin Agatha? Gue pacarnya, lo tau?"

Dengan suara yang nyaris seperti bisikkan, Karel berucap. "Luna."

Jika tadi wajah Karel yang menunjukkan keterkejutan, sekarang giliran Al. Satu nama yang sangat Ia kenali. Satu nama yang masih terpatri dalam hatinya. Dan nama itu baru saja dikeluarkan dari mulut Karel Tirtayasa.

"Lo..lo tt... tau dari mana nama itu?" Alfred bertanya dengan gugup. Karel melihat dengan jelas, mata Al memerah. Seperti menahan tangis.

Karel menghembuskan napas lelah. "Gue ceritain nanti, ini diluar ekspetasi gue. Lo boleh pergi."

Karel mengacak rambutnya kasar. Karena Alfred masih saja berdiri diam seperti patung. Seolah dia benar-benar menunggu berita apapun tentang Luna.

"Shit, gue bilang nanti! Sekarang, lo pergi!"

Masih dalam diam, Alfred melangkah menjauhi Karel.
Sementara Karel, dengan tangan gemetar mengambil ponsel dari saku kemejanya.

Karel menempelkan benda pipih itu di telinga, lalu berucap dengan nada takut-takut. "Ehm... Ta? Lo... masih di sana?"

"Ya." Hanya satu kata. Dan sambungan telepon langsung terputus.

"Aaaaarghhhhh....." Dengan tenaganya, Ia menonjok batang pohon mangga yang berada di dekatnya. Lalu tubuhnya ambruk. Seolah, Ia kini benar-benar menyesali segala kebodohannya.

Agatha's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang