Part 15

90 5 0
                                    

Jarum jam menunjuk angka 8 lebih 24 menit. Sedari tadi Al duduk dengan gelisah. Dengan secangkir coklat panas yang asapnya sudah mulai menghilang, Ia dengan sabar menantikan sosok yang sedari tadi ditunggunya.

Pengunjung Kafe Soulmate malam ini terlihat sepi. Hanya ada Al yang duduk di samping jendela Kafe yang besar dan sepasang remaja yang tengah menikmati Pizza bersama.

Melihat sepasang remaja itu, hati Al merasa diremas. Ia sedang dalam masa bimbang. Hatinya mulai menerima keberadaan Agatha, tapi mendengar nama Luna, bahkan sekarang Ia mulai meragukan hatinya. Sebisa mungkin, Al harus memikirkan semuanya dengan matang, tidak ingin sampai Ia salah mengambil keputusan.

Setelah sekitar setengah jam menunggu, akhirnya yang dinanti datang juga. Karel memasuki pintu Kafe dengan santainya. Seolah waktu setengah jam yang dilalui Al tidak berarti apa-apa.

Setelah melihat keberadaan Alfred, Karel berjalan menghampirinya. Ia langsung mengambil duduk dihadapan Alfred.

"Lo yang ngajak gue ke sini jam 8. Dan lo sendiri yang telat. Ck, memalukan." Al terlihat kesal.
Sementara Karel hanya menatapnya datar.

"Gue ketiduran."

Memang, Karel yang mengajak Al kesini. Ia ingin mengungkapkan kekesalannya terhadap Al.

Alfred menyeruput coklat panasnya yang mulai mendingin. "Cepetan, lo jelasin ke gue. Lo kenal sama Luna?"

"Ya. Dan lo, apa hubungan lo sama Luna?" Karel bertanya masih dengan raut wajah datar.

Alfred terdiam. Memikirkan pertanyaan yang baru saja Karel lontarkan. Apa hubungannya dengan Luna? Bahkan Ia sendiri bingung. Ini rumit. Jika Ia menjawab bahwa Luna pacarnya, semua itu terlihat aneh, karena sudah setengah taun terakhir ini, mereka tidak saling mengabari. Seolah diantara mereka tidak ada hubungan apa-apa. Tapi jika Al menjawab jika mereka sudah tidak ada hubungan, itu juga terasa janggal. Karena diantara mereka, belum ada kata putus yang terucap, baik dari Al maupun Luna.

Karel terus menumbukkan matanya pada Al. Ekspresi yang Al tunjukkan, sangat menggambarkan orang yang kebingungan. Dahinya mengkerut-- tanda Ia sedang berfikir.

Karel berdehem, tidak sabar menunggu jawaban Alfred. "Ehm, cepet jawab."

"Gue, pacarnya." Akhirnya Alfred memilih jawaban itu.

Mendengar jawaban Al, raut wajah Karel kini menegang, menahan emosi. "Dan lo ninggalin dia gitu aja? Bahkan udah jadian sama cewek lain? Brengsek!"

"Gue ninggalin dia? Dia yang ninggalin gue! Semenjak gue pindah ke sini, dia berubah. Gak mau lagi bales sms atau angkat telfon dari gue. Dia ngilang, gitu aja. Lo tau? Bahkan gue ngehargain dia, dengan cuek ke semua cewek termasuk Agatha, gue sayang banget sama dia. Tapi lama-lama, gue rasa ini percuma. Luna pergi gitu aja. Dan gue rasa, gue harus move. Gue gak mau stuck di satu cewek yang bahkan, gak mau akan hadirnya gue." Demi apapun, ini adalah kalimat terpanjang yang Alfred ucapkan kepada Karel.

"Apa lo gak coba buat ke rumahnya hah?"

Alfred tertawa parau. "Gue udah coba, tapi di rumah itu gak ada siapa-siapa. Rumahnya kosong."

Karel menyadari sesuatu, mungkin saat itu, Luna dan kedua orang tuanya sedang berada di rumah sakit.

Karena Karel diam, tidak menanggapi ucapannya, maka Al pun bertanya kembali. "Jadi sebenernya ada apa? Lo siapa Luna?"

Karel diam sejenak. Memikirkan kerumitan ini. Jadi Ia hanya salah faham? Bukan Al yang meninggalkan Luna? Tapi Luna sendiri? Ck, sekarang Karel merasa tidak enak hati pada Al.

Agatha's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang