Part 5

107 6 0
                                    

---------------------------------

Author POV

"Lo masih gak mau ngaku, kalau lo suka sama dia?"

Pertanyaan dari perempuan itu selalu membuatnya jengah. Dengan hembusan napas panjang, Ia menjawab. "Gue bakal ngaku, kalau gue siap."

Topik perbincangan ini sangat menarik perhatian si perempuan, sehingga teh hangat yang sedari tadi berada digenggamannya, sejenak Ia hiraukan. "Sampe kapan? Bahkan dia gak tau kalo lo yang selalu ada buat dia. Inget kejadian di pasar malam sebulan lalu? Lo 'kan yang diem-diem beliin dan simpen gelang di tasnya? Atau yang baru-baru deh, lo juga 'kan yang nolongin dia pas pingsan? Lo kenapa mainnya sembunyi-sembunyian kayak gini?"

Lelaki yang sedang memainkan gitarnya dengan asal itu hanya tertawa kecil menanggapi ocehan si perempuan. "Gue sengaja, gue bakal ungkapin semuanya sama dia. Tapi nanti, gue nunggu sampe waktunya tepat, sampe semuanya udah baik-baik aja." Senyum sedih terukir di wajah laki-laki itu ketika Ia mengucapkan kalimat terakhirnya.

"Yaudah lah terserah lo aja, gue mau tidur."

[]

Sudah 3 hari Vio tidak bersekolah. Jadi, Agatha, Freya dan Joana sepakat untuk menjenguk Vio. Sepertinya Vio sakit parah.

Dan di sinilah mereka sekarang, bertengkar di depan kios buah-buahan.

"Vio sukanya buah anggur, Ta." Jo ngotot kalau mereka harus membeli buah anggur yang banyak.

"Ngarang lo, Vio sukanya kesemek." Sedangkan Agatha ngotot untuk membeli buah kesemek.

"Ta, lo ngomong ngasal banget." Freya merasa heran, kenapa Jo dan Agahta ngotot dengan pilihan buah mereka?

"Jadi gak neng beli buahnya?" Penjaga kios buah itu sudah mulai frustasi mendengar keributan ini.

"Udahlah, setau gue si Vio mau buah apapun pasti di makan." Freya menghembuskan napas panjang. "Pak, bungkusin aja anggur, apel sama jeruk ya, setengah kilo semua." Akhirnya Freya mengambil keputusan. Sementara Agatha dan Joana hanya diam karena saran mereka tidak dipakai.

[]

Joana membunyikan bel untuk yang ke-tiga kalinya, menunggu si empunya rumah untuk membukakan pintu. Tak lama kemudian, tante Cantika—mamanya Vio membukakan pintu.

"Eh ada temen-temennya adek. Maaf ya, tadi tante lagi masak di dapur. Mimin lagi pergi ke pasar, si kakak lagi main gak tau kemana, jadi lama deh bukain pintunya, maaf ya." Perempuan berumur 34 tahunan itu terlihat cantik, sama seperti Vio.

"Gak apa-apa tante. Maap nih jadi gangguin tante yang lagi masak deh hehehe." Freya berujar sambil menyalami tante Cantika. Setelah Freya, Joana dan Agatha bergantian menyalami tangan tante Cantika.

"Yuk masuk ke dalem, mau tante panggilin atau mau langsung ke kamar Vio?"

"Kita langsung ke kamar Vio aja deh, tante." Joana yang menjawab.

Tante Cantika mengangguk, lalu membiarkan ketiga teman Vio masuk ke dalam rumah besarnya.

"Tante langsung ke dapur ya, kalian mau minum apa?"

"Oke tante, eh nanti aja kita ambil sendiri heheh." Agatha menjawab sambil cengengesan.

Sementara tante Cantika mengangguk dan pergi kearah dapur, ketiganya menuju kamar Vio yang terletak di ujung lorong rumah besar ini.

Freya membuka pintu kamar Vio yang berwarna putih gading dan ditempeli stiker bertuliskan 'Vio's Privet Room. Knock before come or I will kill ya!'

Agatha's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang