Part 9. Menghabiskan Waktu Denganmu

166K 10.2K 121
                                    

REPOST

Sejak peristiwa ciuman maut itu, aku sebisa mungkin menghindarinya. Bukan apa-apa, aku hanya berupaya menjaga kesehatan jantungku. Jangan sampai jantungku berhenti berdetak di usiaku yang baru akan sembilan belas tahun ini hanya gara-gara melihatnya yang semakin hari semakin seksi di mataku itu. Tuh kan... Aku mulai tidak waras kan. Sejak kapan dia menjadi makhluk Tuhan paling seksi di mataku.

Ish... Fix aku gila!

Aku harus cepat-cepat kembali ke Jakarta sebelum aku bertambah gila. Aku melirik jam di dinding. Jam sembilan waktu Bali. Mudah-mudahan kakakku sudah ada di kantor. Aku mengambil ponsel dan menghubungi kakakku. Dering ketiga Kak Rey mengangkat teleponku.

"Ya, Sayang. Bagaimana liburannya?" Tanyanya bahkan sebelum aku bilang hallo.

"Kak, you didn't miss me, did you, huh? " sergahku kesal. Selama aku di sini, kakakku ini belum pernah sekali pun meneleponku.

Kak Rey tertawa di ujung sana. "I'm sorry, Baby. I'm so busy this week."

Aku cemberut biarpun aku tahu dia tak bisa melihatnya. "Kak, bisa pesenin tiket buat besok nggak? Aku ingin pulang."

"Kan baru empat hari? Masih tiga hari lagi kan jatah 'cuti' kamu?"

"Mmm...Iya sih. Aku... Aku..."

"Tiket pulang sudah ada di Max. Untuk hari Minggu." Dia bersuara dengan tegas dan aku tahu nada itu tidak akan pernah bisa di bantah.

"Oh...Okey. Ya udah selamat bekerja yaa, Kakakku sayanggg."

"Thanks, Baby."

Aku menutup telepon dan mengembuskan napas pelan. Sial! Sial! Sial! Tadinya aku berpikir aku bisa pulang saat beruang tua masih sibuk dengan pekerjaannya. Akan tetapi dengan ultimatum kakakku tadi, aku tahu tidak akan ada harapan. 

Menghela napas kesal, aku keluar dari kamarku dan turun. Rumahku sepi karena semua orang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Di rumah ini, hanya aku yang pengangguran. Inilah sebalnya kalau pergi liburan di saat bukan musim liburan. Aku tidak punya teman untuk menikmati waktuku.

"Bu, aku mau ke Pecatu ya?" Pamitku sambil melirik ke dapur tempat Men Kalki memasak.

"Tapi, Gek, tidak ada mobil. Tuan sama Nyonya ke kantor. Putu menunggu Gus Lexi di sekolah. Mobil yang satu dipakai Tuan Max ke resort."

"Aku nggak butuh mobil, Bu. Jalan kaki juga nyampe." Aku melambai pada wanita gemuk itu dan keluar rumah.

Aku melangkah keluar rumah dengan riang. Sudah lama aku tidak berjalan kaki. Di Jakarta mana bisa aku berjalan kaki dengan santai seperti di sini. Inilah yang aku suka dari pulau ini. Walaupun arus modernisasi terus berkembang tapi masyarakat Bali selalu menjaga tradisi. Kuhirup dalam-dalam udara yang bebas polusi ini. Ah...Kenapa dulu aku memutuskan tinggal di Jakarta sih.

Tiga puluh menit kemudian aku sudah sampai di pantai yang aku tuju. Pantai favoritku bersama ketiga sahabatku. Pantai Padang-padang. Pantai indah yang terletak di Jalan Labuan Sait, Desa Pecatu. Pantai berpasir putih dengan air laut yang jernih, perpaduan warna hijau dan biru begitu memanjakan mataku. 

Saat berada di pantai ini, rasa panas pantai akan bercampur dengan sejuknya udara bukit. Ditambah dengan banyaknya tebing di kanan kiri pantai menambah keteduhan saat aku memutuskan untuk berbaring di tepian pantai. Ah...Indahnya hidupku. Aku berbaring di atas kain pantai yang tadi kubawa dan memejamkan mataku menikmati semilir angin yang bertiup.

"Chérie."

Ya Tuhan aku benar-benar gila. Bahkan aku merasa mendengar suaranya di sini.

Mr. Ice (Sudah Cetak & Playstore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang