Part 13 - Rasa Yang Terpendam

179K 10K 319
                                    

Extra Part terbaru sudah up di karyakarsa akun nikendarcy yaaa... ^.^

~~~

Aku mengamati gadis kecil yang tertidur lelap di hadapanku ini. Kalian jangan berpikiran macam-macam. Aku tidak tidur dengannya. Walaupun sebenarnya aku ingin. Heii kaliaann, jangan melotot padaku. Aku pria dewasa yang punya kebutuhan tahu, tapi demi gadis kecil ini aku rela menahan kebutuhanku yang 'itu'.

Tadinya, aku berniat mengajaknya keluar ke Sushi Tei untuk menghiburnya, tetapi saat kuketuk pintu kamarnya, ternyata tidak ada jawaban. Saat aku mengintip, kulihat dia tertidur di sofa. Karena tidak tega, aku menggendongnya ke kasur dan membenarkan posisi tidurnya. Dan sekarang, aku belum bisa beranjak meninggalkannya. Aku masih ingin mengamati wajah cantik nan polos ini. Wajah yang matanya sembab karena terlalu banyak menangis gara-gara anak-anak lelaki brengsek itu.

Sungguh, aku sangat ingin menghajar mereka yang berani-beraninya menjadikan gadisku ajang taruhan. Apa mereka pikir dia barang mainan? Apa tidak ada cara yang lebih gentle selain menjadikan seorang gadis polos sepertinya sebagai taruhan? Sebrengsek- brengseknya aku dulu, aku tak pernah menjadikan seorang gadis sebagai bahan taruhan. Bagiku itu sangat tidak gentleman.

"Sebenarnya Adri sudah menjadi incaran anak-anak kampus sejak pertama dia masuk, Kak," jelas Adrian padaku saat dia menemui Adri di depan pintu apartemenku.

"Lalu apa tujuan kalian berbuat seperti itu? Ingin menunjukkan pada semua orang bahwa kalian hebat karena bisa memacari gadis secantik dia?" tanyaku menahan emosiku. Kedua tanganku terkepal erat. Siap meninju anak muda di depanku ini.

"Bukan begitu, Kak. Kami hanya... hanya...bingung bagaimana mencari cara untuk mendekati Adri. Karena kami semua tahu, biarpun Adri gadis yang periang dan gampang akrab dengan siapa saja, tapi dia sangat membatasi diri dari laki-laki yang mendekatinya."

"Dan tujuanmu mendekatinya karena taruhan itu juga?"

Adrian menggeleng. "Awalnya aku akui memang iya, karena Marcell menjanjikan liburan ke Lombok satu minggu penuh plus uang saku lima juta bagi siapa saja yang bisa memacari Adri selama satu tahun, tapi..."

"Jadi ini semua ide si brengsek itu?" potongku marah. Jika aku ini tokoh kartun yang sering Adri tonton pasti mukaku sudah memerah dengan asap yang keluar dari kedua telingaku.

Adrian mengangguk. "Tapi ternyata memang hanya Marcell yang berhasil membuat Adri jatuh cinta," desahnya kecewa. "Kak, aku tulus menyayangi Adri. Bagiku taruhan itu tidak ada artinya. Aku..."

"Simpan saja penyesalanmu. Sekarang ataupun nanti Adri tak akan pernah menjadi milikmu. Karena dia milikku. Milikku! Ingat itu, Anak muda!" tegasku sambil membanting pintu apartemenku.

"Aku akan merebutnya darimu!" teriaknya masih bisa kudengar.

"Langkahi dulu mayatku," bisikku yang tentu saja tak bisa dia dengar.

Aku terhenyak saat mendengar Adri mengerang. Bulir-bulir keringat membasahi dahinya. Aku mengernyit. AC cukup dingin. Kenapa dia berkeringat?

"Mom, aku mau pulang," bisiknya lirih. Air mata kembali menetes di pipinya.

"Chérie," aku menggenggam tangannya. Panas membara.

"Dad, aku tidak mau tinggal di sini," isaknya lagi.

"Chérie," aku membelai pipinya.

Astaga! Dia demam! Aku memegang dahinya yang ternyata panas sekali. Aku segera berlari ke kamarku mengambil obat yang aku punya setelah menyelimutinya. Menyambar mangkuk lebar di dapur dan mengisinya dengan air hangat.

Adri masih meracau saat aku masuk kamarnya. Kuselipkan termometer di bibirnya hingga suaranya makin terdengar tidak jelas. Ya Tuhan, 39°C!! Astaga, kenapa dia bisa jadi begini. Segera kukompres dahinya dengan air hangat yang tadi aku tuang, tubuhnya terasa panas membara di bawah tanganku.

Mr. Ice (Sudah Cetak & Playstore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang