Part 14 - Pengakuan Cinta

153K 9.6K 274
                                    

Adri tertidur lebih tenang setelah Darren menyuntikkan obatnya. Bulir-bulir keringat mulai membasahi wajah cantiknya yang sudah tidak sepanas tadi.

Kuusap pelan keringatnya dengan handuk kecil yang tadi kupakai untuk mengompresnya. Kuletakkan boneka macannya di pelukannya, dan dia langsung memeluk boneka macan itu dengan erat.

Boneka itu kubelikan untuknya dulu saat ulang tahunnya yang ke sembilan, tetapi aku meminta Rey mengatakan padanya itu boneka dari Rey.

Rey bilang padaku, sejak itu Adri selalu tidur ditemani boneka yang diberinya nama Kuma itu. Aku bahagia mendengarnya. Setidaknya ada sesuatu dariku yang tak bisa dilepaskannya.

Aku mendengar bunyi ponsel dari tas Adri. Kuberanikan diri untuk melihatnya. Takut bunyinya membuat Adri bangun.

"Rey."

"Max? Di mana adikku?"

"Dia tidur."

"She's okay? Perasaanku tidak enak, Max."

Aku menghela napas pelan. "Dia demam, Rey."

"Oh God, bagaimana bisa? Sudah kau bawa ke dokter? Dia sudah makan?" Tanyanya dengan panik.

"Darren sudah memeriksanya. Panasnya sudah turun. Rey, aku rasa kau harus menurutinya untuk memindahkan dia."

"Why?"

Dan akhirnya meluncurlah ceritaku tentang taruhan itu. Aku tidak bisa diam saja setelah tahu semua ini. Paling tidak anak-anak itu harus diberi pelajaran. Okey, aku memang mengatakan pada Adrienne untuk tetap bertahan di sana, tetapi melihatnya seperti ini, rasanya aku tidak bisa menanggungnya. Dia pasti sangat sedih. Dan itu begitu menyakiti hatiku.

"Shit!! Seharusnya aku tidak membiarkan Adrian mendekati adikku! Max, tolong jaga adikku. Aku akan menelpon Mom."

"Kau akan menyuruh Mom ke sini?"

"Ya. Adikku ini agak rewel kalau sakit, Max, hanya Mom yang bisa menanganinya."

"Rey, aku bisa menjaganya. Tidak usah merepotkan mom."

"Kau yakin, Max?"

"Sure."

"Tolong ya, Max. Dia tidak mau turun dari kasurnya jika dia sakit. Dia tidak akan mau mandi jika dia merasa belum benar-benar sehat. Dia harus selalu ditemani Kuma, dan dia hanya mau makan sup krim jagung dan sup ayam. Lalu susu dan pisang. Kau bisa membuatnya?"

Aku tertawa. "Tenang saja, Rey. Kau lupa aku sudah hidup sendiri sejak aku tiga belas tahun?"

"Aku percaya padamu, Max. Aku akan menelpon jika adikku sudah bangun. Thanks, Max."

"Never mind."

Aku meletakkan ponsel Adri di nakas dan kembali mengamati gadis kecilku tertidur. Gadis yang sudah mencuri hatiku lebih dari sepuluh tahun lalu. Gadis yang membuat jantungku berdetak kencang saat pertama kali aku melihatnya, dan hal itu malah membuatku bersikap dingin padanya. Bodoh! Aku sangat grogi saat itu, jadi hanya sikap dingin yang bisa kutunjukkan di depannya.

"Je t'aime, Ma Chére," bisikku sambil mencium keningnya.

Aku merebahkan diriku di sampingnya dan memeluknya, tapi ternyata tidak semudah itu. Saat aku memeluknya, si junior berontak meminta dilepaskan. Ya Tuhan, kenapa aku bisa lupa bagaimana berpengaruhnya gadis kecil ini bagi juniorku! Double shit!

Aku berguling bangkit dari kasur. Sedikit tidak rela sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi. Junior tak akan mau tidur kalau aku tetap memeluknya. Aku duduk di sofa panjang di dekat balkon dan melepas kaosku.

Mr. Ice (Sudah Cetak & Playstore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang