Aku menggigit bagian dalam bibir bawahku. Aku takut mendengar sesuatu yang tak ingin ku dengar.
"Apakah kau masih bisa melakukan 'itu', Lex?" ujar paman Mark. Otakku langsung merespon dengan cepat. 'Itu? mungkinkah maksudnya pekerjaanku dulu?' batinku. Namun aku segera menghilangkan pikiran itu.
"Maksudmu?" ujarku bingung. Dalam hati aku berharap semoga tidak terjadi apa yang tidak aku inginkan.
"Maksudku, apakah kau.." paman Mark menghentikan ucapannya. Dia menoleh ragu pada Paul. Sementara aku menoleh pada Dad. Meminta penjelasan apakah Dad mengetahui sesuatu atau tidak. Namun jawaban yang kudapat dari Dad adalah gelengan kepalanya dan kedua bahunya yang terangkat. Menandakan bahwa ia tidak mengetahui apapun. Jadi aku kembali menoleh pada paman Mark. Masih meminta penjelasan.
"Begini, Alexa." Paul angkat bicara. Ia membersihkan tenggorokannya dengan berdehem sekali. "Kau tahu, setiap pekerjaan pasti mempunyai resiko. Termasuk menjadi artis. Selain jadwal yang padat dan juga berita dimedia, kerap kali para artis mendapatkan teror.." ucapan Paul terhenti lagi. Aku menggigit dalam bibir bawahku semakin keras. Sakit.
"Kami kesini ingin memintamu untuk menjadi bodyguard One Direction." Ujar Paul penuh harap padaku. Aku tertawa. 'Sial. Sial. Sial. Ini tak bisa terjadi.' Batinku berontak.
"Kalian bercanda? Kalian meminta seorang gadis yang bekerja di toko roti untuk menjadi bodyguard artis papan atas seperti One Direction?! Oh hentikan ini semua. Ini terlalu lucu." Ujarku masih disela tawau. Berusaha menutupi kekhawatiranku.
"Aku tahu kau pernah mengikuti camp Royal Marine dan menjadi penembak jitu. Kami membutuhkanmu." Ujar Paman Mark. Seketika tawaku berhenti. Paman Mark dan Paul telah melihatku penuh harap.
"Bisa kau ceritakan apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku pada paman Mark. Dad mengelus punggungku lembut. Menenangkan.
[ Mark's POV ]
"Bisa kau ceritakan apa yang sebenarnya terjadi?" ucapnya. Aku yakin wajah Alexa pasti akan berubah mengetahui semua ini beserta maksud kedatanganku.
Seketika pikiranku kembali pada seminggu yang lalu..
*flashback on* (ini mark nyeritain ke Alexa kayak gini ya)
"OH SHIT!! WHAT THE HELL IS THIS?!" Zayn berteriak begitu kencang sehingga kami semua keluar dari kamar. Untung saja lantai ini disewa khusus untuk One Direction beserta crew. Kami baru saja sampai dihotel setelah melakukan interview dengan sebuah majalah. Ketika aku diluar kamar, Liam sudah mengelus punggung Zayn dan Zayn terlihat sangat pucat. Aku menghampiri Zayn.
"They want to kill me, Mark! THEY WANT TO FUCKING KILL ME!!" teriaknya kemudian menangis. Liam langsung memeluknya. Aku terkejut dan kehilangan kata – kata.
"Mark, masuklah dan lihat ini." Ujar Paul dengan wajah yang sama pucatnya dengan Zayn. Aku segera memasuki kamar Zayn. Dan aku benar – benar terkejut. Sebuah kain putih sebesar ranjang hotel berlumuran darah dibentangkan diatas ranjang yang akan Zayn tiduri. Sekatika aroma amis khas darah hinggap dihidungku. 'Siapa yang berani melakukan ini semua?' batinku. Sekujur tubuhku bergidik. Sebelumnya kami juga pernah mendapatkan teror kecil yang ditujukan pada Harry, Niall, Liam dan Louis. Tapi ini sungguh yang paling parah.
"Kau harus melihat apa yang ada didalam sini." Ujar Paul dengan wajah semakin kacau. Paul berdiri didepan pintu kamar mandi kamar hotel Zayn. Aku menatap Paul sebelum memasuki kamar mandi. Paul hanya menggeleng penuh ke khawatiran. Aku mendorong pelan pintunya. Begitu pintu terbuka pemandangan yang lebih mengerikan terpampang jelas dimataku. Wastafel didalam kamar mandi kini sudah penuh dengan darah. Dan ada 1D doll Zayn disana. Terdapat selembar kertas yang menempel pada cermin. Pada kertas itu tertulis 'NO ONE WILL EVER SHINING. CAUSE IT'S WRONG SINCE THE BEGINNING. DEATH WILL STAND WHERE LIFE ONCE STOOD x.' Aku keluar dari kamar hotel Zayn dengan segera. Bergidik ngeri atas apa yang kulihat dan aku yakinwajahku sama pucatnya seperti Zayn dan Paul.
KAMU SEDANG MEMBACA
BODYGUARD [ OneDirection ] - ON HOLD-
Fanfiction"ini mendesak. Mereka dalam bahaya." Alexandra Victoria Wills hidup berdua dengan ayahnya sejak kepergian ibunya saat ia berusia 5 tahun. Sejak saat itu Alexa benci menangis. Karna akan mengingatkannya pada kepergian ibunya. Namun seorang pria angg...