{ n i n e }

488 55 0
                                    

Aku tertidur diperjalanan dan ketika bangun, mobil paman Mark sudah memasuki sebuah gerbang besar. Dan tak lama kemudian kami sampai didepan beberapa anak tangga dengan pintu besar dipuncaknya. Didepan pintu besar terdapat dua orang berpakaian hitam – hitam menyambut kami. Aku tersenyum kecil mengingat nantinya aku akan berpakaian seperti itu. Melihat Paul turun, aku segera keluar dari mobil. Paul menurunkan barang – barangku.

"Paul, biar aku saja." Ucapku mengambil alih paper bag besarku yang berisi snack.

"Kau boleh ambil itu, tapi tidak dengan kopernya. Biar mereka yang mengangkatnya." Ujar Paul seraya tersenyum. Aku hanya balas tersenyum. Seorang berbaju hitam menghampiri Paul dan mengangkat koperku. Sementara seorang lagi memarkirkan range rover paman Mark.

"Ayo masuk." Ucap paman Mark seraya merangkul pundakku. Aku mengangguk. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Gugup, takut, entahlah. Aku tak mengerti apa yang aku rasakan sekarang. Di lantai pertama terlihat sepi. Aku hanya melihat seorang perempuan berambut silver yang sedang asik membaca majalah disebuah sofa besar yang kupikir muat untuk lima orang. Wanita itu menyadari kehadiran kami dan menghampiri kami.

"Hey, Mark. Hey, Paul. And hello, beautiful. What's your name?" tanyanya seraya tersenyum ramah. Aku balas tersenyum.

"Alexandra Wills. Panggil saja Alexa." Ucapku seraya mengulurkan tanganku. Ia menjabat tanganku.

"Oh, dan aku Lou Teasdale. Hair stylish One Direction." Ucapnya ramah. Ia terlihat sangat cantik dari dekat.

"Mark, Kau yakin bahwa gadis ini adalah seorang penembak jitu? Karna aku tak yakin. Bentuk tubuhnya bagus dan mukanya sangat cantik dan natural. Ia lebih cocok menjadi model." Ucapnya bergurau seraya merangkul pundakku.

"Kau harus melihatnya berlatih kemarin, Lou! Dia benar – benar hebat! Tidak ada satupun tembakannya yang meleset!" Paul menjawab Lou dengan antusias. Sementara Mark hanya tersenyum lebar.

"Kau terlalu berlebihan, Paul." Ucapku seraya tersenyum. Mereka semua tertawa ringan.

"Baiklah, kalau begitu aku akan mengantarmu menuju kamarmu agar Paul dan Mark bisa beristirahat." Ucap Lou ramah. Aku mengangguk.

"Thanks, Lou." Ucap Paul dan paman Mark bersamaan. Lou hanya tersenyum kemudian berjalan mendahuluiku. Dirumah yang sangat luas ini akses untuk keatas pun menggunakan lift! Ini benar – benar keren! Sementara suasana mewah tak pernah lepas satu titik pun dari rumah ini. Ini istana!

Aku memasuki lift bersama Lou dan seorang penjaga yang membawa koperku. Ketika sampai dilantai 2, kami melangkah keluar lift.

"Terimaksih sudah membawakan koperku. Cukup sampai disini saja." Ucapku ramah kepada penjaga yang membawakan koperku.

"Baiklah, semoga harimu menyenangkan, Mrs. Wills dan Lou." Ucap penjaga itu ramah.

"Terimakasih." Ucapku dan Lou bersamaan.

Mansion ini persis seperti hotel. Masih dengan suasana mewah, disetiap sisi kanan dan kiri terdapat beberapa pintu. Disisi kanan dan kiri masing – masing terdapat 6 pintu. Aku dan Lou terhenti sejenak.

"Kau suka?" tanyanya ramah. Aku mengangguk. Masih mengagumi apa yang kulihat.

"Disisi kanan sana adalah kamar the boys. Sementara pintu pertama itu adalah kamar khusus baju yang akan dan pernah dipakai oleh the boys untuk show. Disebelahnya adalah kamar Harry. Kemudian Louis, selanjutnya Niall, setelahnya Liam dan yang paling ujung itu Zayn." ucap Lou menjelaskan. Aku menelan ludahku mendengar kata Zayn. Aku hanya mengangguk.

"Dan disisi kiri, pintu pertama ini ruang home theater, selanjutnya adalah kamar Paul, kemudian kamar Mark, ini kamar Caroline yang kebetulan sedang pulang, ini kamarku, dan yang terakhir ini akan menjadi kamarmu." Ucap Lou menjelaskan seraya kami berjalan pelan hingga sampai didepan kamar terakhir – kamarku. Aku tak bisa menghentikan senyumanku karna Lou sangat ramah terhadapku. Aku menoleh kekanan. Ada sebuah TV besar menempel didinding dengan sebuah sofa besar dan dua buah sofa tunggal di kanan dan kirinya. Dan ada sebuah jalan kekiri.

"Lou, Itu ruang apa?" tanyaku. Lou tersenyum.

"Itu ruang bersantai yang terhubung dengan balkon. Kau suka ini semua?" tanya masih dengan senyumnya yang membuat dirinya menjadi semakin cantik.

"Tentu." Ucapku yakin. Lou mengelus pundakku.

"Baiklah, istirahatlah dan buat dirimu nyaman. Jangan lupa untuk memindahkan kuncinya kedalam. Aku akan kebawah." Ucapnya ramah seraya meilirik kearah kunci yang tergantung dipintu.

"Baiklah, terimakasih banyak, Lou." Ucapku seraya tersenyum. Lou hanya mengangguk dan menunjukkan kedua ibu jarinya padaku.

Aku memutar kunci dan membuka pintu putih itu. Aku memasukkan semua barangku. Mencabut kunci yang berada didepan dan memindahkannya kedalam kemudian mengunci pintunya. Aku tak bisa menghentikan mataku yang terus menelusuri tiap sudut kamar mewah ini. Kamar ini begitu luas dengan sebuah ranjang besar ditengah ruangan yang menyentuh tembok. Dihadapannya ada sebuah TV besar – tidak sebesar yang diluar – menempel ditembok. Aku berjalan lurus. Ada sebuah pintu dipojok kiri kamar ini. Aku pikir itu adalah kamar mandi namun ketika aku membukanya, itu adalah dapur kecil. 'Oh, ini bukan kamar! Ini apartemen mewah!' batinku. Aku keluar dari dapur dan melihat sebuah pintu di pojok lainnya. Aku yakin itu adalah kamar mandi. Aku membukanya dan benar saja. Sebuah kamar mandi cukup luas dengan cermin yang cukup besar, bathub dan peralatan mandi lengkap! Aku keluar dari kamar mandi dan melihat sebuah lemari yang menempel ditembok. Ini luar biasa! Lemari ini mempunyai 4 pintu yang besar. Sementara itu, disisi kanan lemari tersebut sekaligus dipojok ruangan yang ketiga, ada sebuah meja dengan rak dan sebuah kursi. Semacam meja kerja. Aku tersenyum lebar dan menghempaskan tubuhku diatas ranjang. Kasurnya begitu empuk dan spreinya begitu lembut. Aku merebahkan diriku sesaat. Dan memutuskan untuk menelpon Dad.

"Hey, Lex. Sudah sampai?" ujar Dad dari sebrang.

"Begitulah. Dan kau harus melihat mansion mereka yang seperti istana ini, Dad! Ini luar biasa!"

"Oh, aku sangat senang mendengarnya. Berbahagialah dan nikmati semuanya."

"Tapi aku berharap kau disini, Dad."

"Aku baik saja, sayang. Percayalah."

"Baiklah.."

"Beristirahatlah, Lex. Aku harus memasak sesuatu untuk kumakan siang ini."

"Baiklah. Bye, Dad. Love you."

"Love you, Lex."

Dan dengan itu, Dad mengakhiri sambungan telponnya. Aku melirik jam diatas tv besar dihadapanku. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas. Lebih baik aku membereskan barang – barangku.

Next Chap bakal nyeritain pertama kalinya Alexa ketemu lagi setelah pisah lima tahun! Bakal seneng, sedih atau tampar – tamparan ya? Penasaran? Keep reading!

Don't forget to vomment!xx

BODYGUARD  [ OneDirection ] - ON HOLD-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang