Maaf yaa lama banget ga update wkwk
***
"Aku tidak akan ikut, Lex. Tidak akan pernah." Ujar Ben. Aku sudah satu jam dirumah Ben. Dan sedari tadi, Ben masih memegang kuat pendiriannya yang benar – benar enggan untuk kembali menjalani hobinya dulu.
"Ben, kumo – "
"TIDAK, ALEXA! TIDAK! SEKALI KU BILANG TIDAK YA TIDAK!" ucapanku terpotong oleh teriakan Ben yang kemudian berlalu meninggalkanku dan Jess diruang keluarga. Aku tertunduk lesu. Sepertinya aku akan menyerah dan mencoret nama Ben dari daftar orang yang akan aku masukkan kedalam tim ku. Jess mengelus bahuku.
"Kita menyerah saja, Jess. Ben sungguh keras kepala." Ujarku lesu. Jess menghentikan tangannya yang mengelus bahuku.
"Tidak, Lex. Aku tahu kau dan Ben akan menjadi penembak yang solid dalam tim dan –"
"Tapi kau dengar sendiri ucapannya, Jess. Ia hampir kepala tiga dan sikapnya masih saja keras kepala!" ujarku sedikit kesal memotong perkataan Jess. Jess menggigit bibir bawahnya. Raut wajahnya tampak berfikir. Sementara aku menatap vas berisi bunga mawar palsu diatas meja. Aku mendengar Jess menghembuskan nafas panjang.
"Baiklah, Lex. Biar aku yang mencoba bicara padanya." Ujarnya. Aku menoleh kaget. Tidak percaya pada ucapan Jess.
"Sungguh?" tanyaku. Seketika aku merasakan harapanku masih bisa terkabul. Jess mengangguk. Aku tersenyum lebar seraya memeluknya.
"Terimakasih, Jess. Kau yang terbaik!" ujarku dalam pelukannya. Jess mengangguk seraya membalas pelukanku. Kami merenggangkan pelukan.
"Aku akan menyusulnya." Ujar Jess. Aku mengangguk. Jess berdiri meninggalkanku untuk menyusul Ben.
'Semoga berhasil, Jess.' Batinku menatap punggung Jess yang bergerak meninggalkanku.
[ Jess' POV ]
Entah mengapa melihat wajah Alexa yang kecewa membuatku ingin mencoba berbicara pada Ben. Aku tak ingin sahabatku yang satu itu kecewa. Lagi pula, selama ini kami – aku, Ben dan Alexa – selalu mengerjakan sesuatu bersama. Hanya saja, ketika Ben mulai menyukai dunia menembak Alexa sangat tertarik sedangkan aku tidak. Sehingga aku sama sekali tak bisa menembak dengan benar.
Aku menuju kamar Ben dilantai dua. Pintunya terbuka sedikit. Aku melihatnya sedang menatap kearah jendela. Aku berdiri diambang pintu.
"Ben?" ujarku berhati – hati. Ben kerap kali menjadi liar dan kasar ketika emosinya memuncak. Ia menoleh.
"Aku menyesal, Jess." Ucapnya kemudian tertunduk lesu. Aku masuk kedalam. Aku duduk di pinggir kasur Ben. Mengambil sebuah foto diatas meja kecil disamping ranjang Ben. Foto itu tidak dibingkai, namun selalu ada disana. Ditempat yang sama. Foto Ben bersama Annalise. Kekasih pertama Ben. Cinta pertama Ben. Yang kini sudah berada diatas sana.
"Aku menyesal aku pernah melakukan hobi bodoh itu, Jess. Aku merasa bahwa akulah pria paling biadab didunia ini." Jess meletakkan foto itu ketempatnya dengan kasar.
"Cukup, Ben! Berhenti menyalahkan dirimu! Ini semua bukan salahmu! Ann bunuh diri! Bukan kau yang membunuhnya!" Teriakku. Aku sungguh muak mendengar Ben berkali – kali menyalahkan dirinya atas kematian Anna – panggilan untuk Annalise.
"Kau tidak mengerti, Jess! Kau tidak tahu apa – apa! Ka-"
"AKU TAHU! AKU MENGERTI! AKU MENYAKSIKANNYA DENGAN MATA KEPALAKU SENDIRI! KAU TIDAK MEMBUNUHNYA! TEMBAKAN ITU TERKENA BAHUNYA! INGAT, BEN! ANNA MENINGGAL KARNA MENABRAKKAN DIRI SAAT IA SEDANG KABUR DARI RUMAH SAKIT! BUKAN SAAT KAU MENEMBAKNYA! BERHENTI BERTINGKAH SEPERTI BANCI DAN MENGATAKAN BAHWA KAU PEMBUNUHNYA! KA-"
![](https://img.wattpad.com/cover/47156597-288-k418881.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BODYGUARD [ OneDirection ] - ON HOLD-
Fanfiction"ini mendesak. Mereka dalam bahaya." Alexandra Victoria Wills hidup berdua dengan ayahnya sejak kepergian ibunya saat ia berusia 5 tahun. Sejak saat itu Alexa benci menangis. Karna akan mengingatkannya pada kepergian ibunya. Namun seorang pria angg...