Diary Hari Keempatbelas

1.6K 121 3
                                    

Boby tidak masuk. Sakit. (Itu katanya). Menurutku dia hanya melarikan diri dari tumpukan tugas yang harus dikerjakan hari ini. (Atau dia sakit hati karena ditolak Shania?)

Hamids sama tidak becusnya. Sebagai wakil semestinya dia meng-handle semua kerjaan ketua kalau berhalangan. Tak bisa diharap. Dia gagap dadakan setiap di-confirm Pak Jiro.

Sinka juga tidak ada gunanya sebagai sekretaris. Selama ini kerjaannya tidak lebih dari mengekor Boby dan Hamids.

Ujung-ujungnya aku yang ketiban sial sebagai bendahara malah merapikan segala 'kekacauan' yang mereka buat.

Boby belum membuat daftar petugas kebersihan kelas; mengambil buku paket pinjaman di perpustakaan; membagikan + mengumpulkan kembali formulir pilihan ekstrakurikuler; terakhir membahas darmawisata kelas yang semakin dekat.

Apa saja yang dilakukannya selama ini sampai tugas-tugas menumpuk tak terkendali?

Sebagian tugas terpaksa kudelegasikan pada kalian.

Gery bersedia menyusun daftar petugas kebersihan. Bagus. Tak seorangpun yang bakal complain kalau Gery yang membuatnya.

Sementara itu Okta dan Kinan kutugaskan mengambil buku paket. Artinya mulai hari ini kita tidak perlu melihat tulisan jelek Sinka di papan tulis sebab sudah ada buku teks. Kenapa tidak dari kemarin-kemarin!?

Yang membagikan formulir ekstrakurikuler adalah Ve dan Nabilah. Keduanya hapal semua ruang klub jadi akan mudah menyortir formulir-formulir itu pada klub masing-masing. Tentu saja sekaligus menyerahkannya ke sana. Untuk tugas terakhir, aku mengadakan meeting pengurus kelas setelah pulang sekolah.

Banyak sekali yang mengeluh hari ini. Naomi mengeluhkan tempat duduknya pada Melody dan minta tukar dengan Tya. Tya tidak mau.

Tempat duduk saja diributkan. Apa Naomi tidak sadar aku duduk di depan meja si nomor 25? Kalian tidak dapat membayangkan hawa dingin yang menyergapku setiap hari. Seandainya tak ada orang lain yang menyadari keberadaan dia, aku pasti sudah menganggapnya hantu.

Atau Vino yang mengeluhkan kecuekan Hamids yang belum mengganti biaya kerusakan laptopnya.

Pak Jiro menghujani kita dengan tumpukan PR. Giliran Kinan yang mencak-mencak di jam pelajaran terakhir.

Waktunya untuk meeting yang sudah ku-schedule mulai pagi tadi. Hamids bersiap kabur, namun Melody yang duduk di belakangnya menarik kerah baju Hamids untuk menahannya. Thanks, Melody. Otomatis Sinka tidak berani bertindak macam-macam setelah melihat Hamdis gagal untuk kabur.

Satu persatu pulang, yang tertinggal adalah kami bertiga ditambah Vino yang katanya ingin meng-install beberapa program baru ke laptopnya.

Masalah pertama yang kami bahas adalah tempat tujuan darmawisata. Hamids bersikeras kita harus ke Bali, didukung mati-matian oleh Sinka yang bahkan tidak punya alasan tepat kenapa dia mendukung Hamids.

Aku memilih ke Bandung. Selain lebih dekat, biayanya juga bisa ditekan. Hamids tetap ngotot. Sinka ikut-ikutan. Kali ini mengatasnamakan Boby. Mereka bilang Boby sudah memutuskan begitu. Jadi tidak boleh dirubah lagi.

Setengah putus asa, aku segera membuat rincian anggaran biaya darmawisata. Kubuat dua. Satu jika ke Bali. Satunya yang ke Bandung. Kuperlihatkan pada mereka agar bisa mereka bandingkan.

Sinka tak bisa menutupi rasa keterkejutannya melihat total biaya yang mencolok di antara kedua anggaran tersebut. Secara tersirat dia memberi kode pada Hamids jelas dia tidak punya uang sebanyak itu kalau memang putusannya harus berangkat ke Bali.

Hamids mengurut dada. Pasrah. Dia dengan berat hati menerima usulku, kita memilih Bandung sebagai tempat darmawisata.

Well... semuanya berjalan mulus. Hamids dan Sinka berhenti membantah semua planning-ku mengenai darmawisata itu.

Selesai. Kami membereskan barang, bersiap pulang. At the same time, pintu kelas terbuka. Seorang anak cewek masuk dengan langkah gontai.

Si nomor 25...

Dia mendekati Vino. Vino yang kaget bangkit berdiri. Menjungkirkan kursinya tanpa sengaja. Si cewek hantu tersebut meletakkan sebuah amplop di meja Mario yang terletak di samping meja Vino kemudian berbalik ke luar kelas tanpa memberi penjelasan apapun.

Perlu waktu lima menit mengembalikan kewarasan kami berempat.

Vino menunjuk amplop yang ditinggalkan si nomor 25. Meminta izin kami untuk membukanya. Aku mengangguk. Vino mengambil amplop itu. Membukanya. Isinya sehelai kartu dan sekeping cd. Kami bertiga mendekati Vino. Penasaran dengan kedua benda tersebut.

Kartunya sederhana, kertasnya sudah lecek. Tertulis sesuatu di atasnya. Huruf-hurufnya di ketik memakai mesin tik manual. Tulisannya adalah : Ramalan kedua Adam. Rahasia besar seseorang tersimpan dalam cd ini.

Keping cd yang dimaksud telah berada di tangan Hamids. Dibolak-baliknya dengan gaya orang tolol. Vino merebutnya dari tangan Hamids. Memasukkan ke cd player laptopnya. Dengung pelan terdengar lebih jelas dari laptop Hamids dikarenakan kami tak mengeluarkan suara sedikitpun menunggu isi cd itu dibuka.

Act in a crazy manner!

Kalian tidak akan percaya atas apa yang baru saja kami lihat. Cd itu ternyata berisi sebuah rangkaian foto. Foto-foto seseorang tanpa mengenakan sehelai benang pun.

Kalian ingin tahu siapa yang berani berpose seperti itu? Jangan sampai kena serangan jantung.

Dia adalah Nadse.

(Ghaida Farish)

Dark DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang