Diary Hari Kesebelas

1.7K 128 5
                                    

Melelahkan, itulah yang kurasakan sebagai nomor urut 1. Aku memilih tempat duduk di ujung kiri depan sebab di sanalah titik terdekat dengan pintu. Kupikir aku bisa sesekali melirik ke luar ruangan karena aku benci berada di kelas tanpa jendela ini. Ternyata pintu malah ditutup sepanjang hari. Ditambah lagi speaker yang mengeluarkan musik miris itu tepat berada di atas pintu. Lengkaplah sudah penderitaanku.

Eh, tapi sebelumnya aku ingin bertanya, bener Melody sudah jadian sama Farish? Kok sepertinya kalian anteng-anteng saja, mana nih tanggapannya!

Oh iya, tiga hari yang lalu, aku diam-diam merekam musik hantu tersebut. Memutarnya di depan bunda. Beliau terkejut. Menurut bunda musik tersebut biasanya mengiringi pemakaman raja-raja Romawi jaman dulu. Beliau juga bertanya darimana aku mendapatkannya. Kubilang itu tugas sekolah. Ah, andai beliau tahu yang sebenarnya.

Btw, Vino lucu ya. Padahal dari tulisannya kita akan menarik kesimpulan bahwa dia benci buku ini. Lalu kenapa dia menulis lebih panjang dari yang lain? Dan juga, dia sangat beruntung karena bisa mengusap paha Shania walau berakhir membuatnya kalah. Seandainya yang diusap itu pahaku. Hahaha. Bercanda.

Mimpi burukku takkan bisa lebih nyata dari hari ini. Aku takkan tahan untuk tidak histeris. Aku iri pada Tya, Gracia, Shania, Farish dan gadis no. 25 yang tidak perlu mengalami yang kita rasakan karena mereka memenangkan pertandingan kemarin. Michelle dicoret dari daftar. Kemenangannya dianggap tidak sah.

Sisanya, kita, bagai domba-domba yang siap dipotong, mengikuti Pak Richard menuju lab kimia. Aku ingat Boby tersenyum dan menyombongkan diri pelan pada Hamids dan Sinka. Dikiranya (dan kita semua kira) kita akan melarutkan senyawa-senyawa (apalah namanya) hari ini.

Memang ada ratusan gelas kimia, tabung reaksi dan pipa kapiler di sana-sini. Teratur rapi di setiap meja yang mengilap karena baru dipoles. Memang kita bersiap-siap di setiap meja praktek menunggu instruksi Pak Richard. Memakai seragam lab putih bersih yang membuat kita mirip serombongan peneliti profesional.

Namun kita semua terkecoh...

Pak Richard keluar dari lab kimia tanpa mengatakan sepatah katapun. Mengunci pintu. Mematikan lampu. Dan aku tak ingat apapun sesudahnya...

Yang kurasakan berikutnya adalah tepukan lembut di pipiku. Saat kubuka mata, wajah tegang Dyo yang disinari lilin adalah hal pertama yang kulihat. Kemudian Nadse menghampiriku dan dengan bersemangat menceritakan semuanya.

Diawali aku pingsan setelah berteriak histeris; Veranda yang berhasil menemukan lilin; Dellon yang menemukan korek api tanpa sengaja; Sinka yang berkali-kali menabrak meja dan memecahkan belasan gelas kimia; Juga beberapa hal lain yang menurutku tidak terlalu penting sebab Nadse telah membumbui ceritanya di sana-sini.

Dyo menanyakan keadaanku dan kubilang lebih baik dari sebelum tidak ada cahaya sama sekali. Dia bilang dia tahu mengenai claustrophobiaku. Kemudian dia pergi mencari lilin tambahan. Badanku mulai gemetar pelan.

Seseorang menyentuh bahuku. Dellon. "Y-You r-right o-oke, Naomi?" Bisiknya, lebih penggugup dari biasanya. "W-We already know..." Lanjutnya.

"Siapa? Apanya?" Tanyaku lemah tidak bersemangat. Aku dapat merasakan suaraku turut bergetar.

"Bahwa kau akan pingsan di sini." Kali ini Nadse yang antusias menjawab.

"Aku kurang paham maksud kalian." Tambahku.

"Sama seperti Frieska." Lirih Nadse dengan mimik ketakutan yang dibuat-buat.

"Adam sudah meramalkannya dua hari yang lalu."

Ada empat anak yang mengelilingiku dan semuanya mengangguk. Dellon dan Nadse sudah kusebut duluan, dua yang lain adalah Michelle dan Adam.

Michelle menyodok Adam, "Kau berhutang tiga ramalan padaku."

"Itu yang kutunggu dari kemarin." Seru Adam senang.

Nadse meletakkan lilin di tengah lingkaran yang terbentuk oleh kami berlima. Dellon mengeluarkan sebatang pensil dan mulai menggigitinya. Michelle juga mengeluarkan sesuatu dari kantung roknya, notes kecil.

Lalu aku? Aku tidak peduli. Aku cuma lelah, ketakutan, bahkan tidak punya tenaga untuk sekedar meninggalkan mereka dan terpaksa mendengarkan ramalan Adam.

Adam memulai ramalannya dengan bersiul panjang. Boby yang berada di ujung ruangan langsung menyuruhnya diam. Tapi Adam tidak mempedulikannya.

"Ramalan pertama." Kata Adam.

Nadse dan Dellon berpegangan tangan, ketakutan. Kalau saja ruangan itu terang benderang, kalian pasti bisa dengan jelas melihat wajah mencekam keduanya. Kacamata Nadse memantulkan cahaya lilin, aku kurang tahu pasti mana yang lebih bersinar kala itu, si lilin atau matanya yang berbinar penuh gairah.

"Cepatlah!" Sentak Michelle tidak sabar.

"Ramalan tidak dapat dipaksakan." Sindir Adam.

"Stop merepet dan selesaikan ini segera!" Michelle mulai mengamuk. Seperti polisi yang kesal waktu orang yang diinterogasinya menolak membuka mulut.

Adam terkekeh. "Oke-oke, kalian lihat gadis di sana?" Adam menunjuk seseorang. Nabilah. "Dia akan mengalami hal tak terlupakan dalam beberapa hari ke depan." Dia berkata.

"Lebih rinci lagi..." Pinta Nadse pada Adam.

"W-When will h-happen?" Kata Dellon takut-takut. Anak itu bergidik ngeri. Membuatku bertanya-tanya, kenapa dia malah makin antusias kalau memang tak sanggup mendengarnya.

Tidak ada jawaban dari mulut Adam. Dia lebih memilih melanjutkan ramalannya. "Ramalan kedua, terjadi pada salah satu di antara kalian..."

Aku tidak tahan lagi. Gemetar badanku semakin hebat.

"Kami?" Kata Michelle sinis.

"Ya." Adam tersenyum. "Ada rahasia besar yang akan terbongkar minggu depan."

"Ih, siapa, ya?" Nadse melempar pandangannya ke semua orang dalam lingkaran.

"Ramalan ketiga," potong Adam. "Darah yang..."

Aku tidak ingat apa-apa lagi. Kurasa aku pingsan untuk kedua kalinya...

(Shinta Naomi)

Naomi x Vino? Wdyt?

*tapi di asli gw lagi seneng Viny x Sinka sih *semoga bisa ada adegan Prasetya x Vino disini ya :v

Ditunggu vote+commentnya ^^

Dark DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang