Part 7

3.3K 388 3
                                    

Yuki membuka mata tepat ketika mendengar bel istirahat berbunyi. Berarti sudah satu jam lebih ia tertidur di sini dengan...

Yuki sedikit kaget saat menyadari sejak tadi ia memang tidur bersandar pada Stefan. Pelan-pelan Yuki berniat pergi tanpa membangunkan Stefan. Tapi tiba-tiba, Pinggangnya ditahan oleh tangan Stefan. Yuki berbalik, namun Stefan masih menutup mata.

"Mau kemana?" Mata itu tetap tertutup ketika Stefan memberinya pertanyaan.

"Balik lah."

"Ngapain?"

"Gue harus belajar. Lagian lo pikir gue mau lama-lama di sini sama lo?" Ujar Yuki.

"Memang begitukan. Lo mau lama-lama sama gue, makanya tidur lo pules banget." Stefan membuka mata dan mengedipkan sebelah matanya nakal. Yuki yang jengah hanya bisa mengalihkan pandangannya.

"Lo boleh balik. Tapi ingat, pulang sekolah lo tunggu gue. Kita pulang bareng."

"Gue nolak."

Dengan mentah-mentah Yuki menolak. Rasanya sudah cukup dia tidur (?) dengan Stefan satu jam lebih, dia tidak mau waktunya bersama Stefan bertambah lama dengan mereka pulang bersama. Sungguh, berdekatan dengan iblis tampan satu ini bisa membahayakan kesehatan jantungnya.

"Lo nggak ada hak buat nolak. Lagian ini demi kebaikan lo."
Stefan dan sifat tukang perintahnya.

"Maksudnya?" Yuki bertanya tak mengerti.

"Lo mau pak Mawan nggak ganggu lo kan?"

Yuki teringat guru galaknya itu. Setelah insiden menghebohkan yang sudah Stefan buat. Pasti ia takkan dicap sebagai siswi biasa lagi. Tanpa sadar Yuki mengangguk menjawab pertanyaan Stefan. Membuat cowok itu tersenyum gemas melihat wajah polos Yuki.

"Kalau gitu, gue bakal ngajarin lo biar otak lo jadi sedikit lebih pintar."

Yuki mengembungkan pipinya kesal. Ia tak bodoh. Ia hanya lemah pada pelajaran berhitung. Namun pada pelajaran menghafal, ia selalu mendapat nilai sempurna.

"Baiklah." Yuki hanya bisa mengangguk pasrah, dia memang butuh bantuan.

Stefan semakin gemas, karena tak tahan, ia segera menarik pipi Yuki. Mencubit pipi Yuki sehingga gadis itu merasa kesakitan.

"Aduh.. sakit. Aduh.. Pipi gue."

Karena melihat ekspresi Yuki yang kesakitan, Stefan pun melepaskan cubitannya. Terlihat pipi Yuki yang kemerahan karena cubitannya.

"Lo pikir pipi gue adonan ya! main lo cubit-cubit gitu." Ucap Yuki dengan kesal, tangannya mengelus-ngelus pipinya sakit. Di tatapnya Stefan tajam.

"Mirip sih."

Yuki mendelik, membuat Stefan tertawa puas. Entah mengapa melihat Yuki marah-marah begini terasa menyenangkan bagi Stefan.

"Duh, mana pipinya jadi merah gini."

"Gue ada obatnya kok."

"Mana?"

Stefan membalikan wajahnya menatap sekeliling ruang UKS itu. Seolah-olah sedang mencari obat untuk pipi Yuki. Saat Yuki lengah, dengan cepat Stefan berbalik dan mengecup bibir Yuki kilat. Stefan melepas ciumannya, menatap Yuki singkat dan segera berlari.

"Kayaknya gue salah, pipinya malah tambah merah." Setelah itu Stefan benar-benar pergi dengan senyum lebarnya.

Yuki menutup mukanya malu. Kenapa cowok badung itu selalu membuatnya mati kutu. Dan parahnya, setiap kali dekat dengan Stefan, Yuki merasa ia menderita serangan jantung. Bagaimana tidak, ia tak mengerti kenapa jantungnya berpacu lebih cepat setiap melihat mata dan senyum Stefan yang menyebalkan, genit.

"Hufftt... tenang Ki. Lo nggak boleh jatuh di perangkap setan itu."

***

Beberapa menit sebelum bel pulang berbunyi.

Yuki kini mengikuti pelajaran terakhir dengan baik. Maksudnya dengan baik adalah ia tak lagi tertidur atau membuat keributan yang menghebohkan. Hanya saja pikirannya sama sekali tak berkonsentrasi. Mungkin jika gurunya bertanya apa yang tadi ia ajarkan, Yuki mungkin hanya bengong sambil garuk-garuk kepala. Tidak mengerti.

Tempat duduk Yuki yang kebetulan berada dekat jendela, membuat ia bisa leluasa memandang ke luar. Dari tempatnya duduk, ia dapat melihat dengan jelas motor ninja hitam yang pernah ia naiki, terparkir rapih di lapangan parkir. Yuki melirik jam, semenit sebelum bel. Tanpa menunggu lama Yuki segera membereskan bukunya.

"Buru-buru amat?" Karina yang duduk di sebelahnya berbisik.

"Nggak juga kok, kan emang udah mau pulang." Cuek Yuki. Jangan sampai Karina tau kalo Stefan akan...

"Stefan ngajak lo kemana?"

Blush

Wajah Yuki kembali memerah. Kenapa Karina bisa menebak dengan telak. Apa terlihat jelas di wajah Yuki jika Stefan ingin mengajaknya pergi?

"Gue nggak tau, dia nggak ngasih tau."

Meski diserang perasaan gugup Yuki tetap berusaha tenang. Kalo tidak Karina pasti akan mengejeknya habis-habisan karena ketahuan gugup gara-gara cowok.

"Ok, gue tunggu cerita ngedate lo besok." Karina mengedipkan matanya sebelah.

Yuki yang ingin membalas kata-kata Karina terpaksa batal karena bel pulang yang sudah berbunyi keras. Dengan cepat Yuki berjalan mendahului Karina yang terus menggodanya. Gadis itu berjalan cepat karena ia tak ingin terlihat bodoh di depan sahabatnya itu.

Yuki berjalan keluar dengan terburu-buru. Ia bahkan tak sengaja menabrak beberapa orang.

BUKK

"Aduh!"

Yuki terjatuh, tepat saat melewati lapangan basket, sebuah bola bundar besar berwarna orange yang terdeteksi adalah bola basket tepat mengenai keningnya.

Yuki mengumpat kesal, ia tak sabar melemparkan makian pada pelaku pelemparan bola tak sengaja ini. Saat Yuki bersiap melemparkan jurus jahatnya. Seorang cowok manis yang Yuki kenal menghampiri gadis itu dengan wajah bersalah.

"Ki, maaf maaf." Ujar Kenneth sambil membantu Yuki berdiri.

"Lain kali hati-hati dong, kan sakit kena bolanya. Lo kalau main liat kiri kanan juga. Jangan asal lempar kayak gini." Kata Yuki.

"Iya.. maaf. Tapi bukan gue kok, tapi teman gue yang lempar." Kenneth menujuk arah lapangan, Yuki mengikuti arah tangan Kenneth. Di sana ia melihat ada seorang cowok jangkung yang melambai dengan cengiran lebar.

"Lo nggak apa-apa kan?" Tanya Kenneth.

"Iya nggak apa-apa kok." Ucap Yuki tangannya mengelus keningnya lembut.

"Ya udah, gue antar pulang ya."

Yuki kaget. Bagaimana ini? Kenneth mau mengantarnya pulang. Tapi sebentar lagi ia akan bertemu Stefan dan pulang bersama. Ia tak mungkin memberitahu Kenneth, bahwa ia akan pulang bersama Stefan si preman sekolah. Banyak alasan yang membuat ia tak ingin memberitahukan hal itu. Tapi yang jelas ia tak ingin orang lain berpikir jika ia dan Stefan mempunyai hubungan khusus.

"Gimana ki, mau kan?"

"Ehmm...."

Yuki melirik sedikit kearah motor Stefan. Motor itu masih sama seperti yang Yuki lihat dari kelas. Tak ada tanda-tanda bahwa pemiliknya sudah datang.

"Ok deh."

Yuki dan Kenneth pun berjalan menuju lapangan parkir. Menghampiri sebuah motor besar berwarna putih yang tak jauh dari motor Stefan.

Yuki menatap motor Stefan dengan khawatir dan berharap cowok itu tak mengingat janjinya.

FooLove (Re-upload)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang