Di tempat lain, di sebuah rumah yang mewah, tampak Bella yang sedang duduk dengan wajah masamnya. Di hadapannya berdiri seorang wanita yang sudah berumur namun masih tetap cantik. Wanita itu menatap Bella dengan pandangan tak mengerti.
"Tante… Stefan selingkuh." Bella merengek manja pada wanita itu.
Nina, wanita yang melahirkan Stefan kini mulai mengerti
maksud kedatangan Bella. Awalnya ia cukup bingung menyaksikan kedatangan Bella dengan wajah juteknya."Loh.. emang kamu sama Stefan pacaran ya?"
"Belum sih tante. Tapi Stefan kan cuma punya Bella."
Nina menghela nafas berat. Tak tau harus bagaimana. Ia kenal baik Bella. Gadis ini sejak kecil selalu mengikuti Stefan kemanapun, ia tak peduli Stefan yang kadang peduli padanya dan kadang sangat cuek padanya. Yang penting dipikirkannya adalah Stefan adalah miliknya, dan tak ada yang boleh merebut cowok itu darinya.
"Tante, cewek itu nggak baik. Dia itu cuma cewek aneh yang memanfaatkan Stefan."
Nina menatap Bella bingung. Bagaimana mungkin anaknya yang cerdik sekaligus licik, dimanfaatkan oleh seorang gadis. Bukannya selalu sebaliknya.
Nina sebenarnya tak begitu suka dengan Bella, gadis itu terlalu manja dan egois. Nina menyukai gadis mandiri dan tegas untuk menjadi pendamping hidup Stefan. Agar ada yang bisa mengendalikan anak itu. Hanya saja, keluarga Bella sudah cukup
dekat dengan keluarganya. Jadi mau tak mau, Nina harus mendengar keluh manja yang keluar dari mulut Bella."Ya udah, nanti tante coba bicara sama Stefan."
Bella tersenyum puas. Ia memang berusaha menghasut orang tua Stefan, agar tak menyukai Yuki, jika suatu
saat Stefan mengajak gadis itu ke sini.***
Stefan memasuki apartemennya sambil tersenyum tak jelas. Melewatkan hari bersama Yuki entah kenapa selalu membuat ia bersemangat.
Stefan sejenak tersadar. Bersama Yuki membuatnya menjadi lebih baik. Ia tak lagi bermain dengan banyak gadis. Ia bahkan tak menghubungi salah satu dari mereka agar menemaninya.
Hanya dengan satu gadis bernama Yuki, ia selalu merasa
berada di tempat yang berbeda.***
Pagi ini Yuki menatap lekat dirinya di cermin. Entah
kenapa ia ingin sekali berpenampilan lebih cantik hari ini.Yuki memang cantik, Karina selalu mengatakan itu. Hanya saja gadis itu terlalu cuek dengan penampilannya, atau mungkin ia memang sengaja menutupi kecantikannya. Yuki melirik jam sejenak. Semalam ia sudah berjanji pada Stefan, untuk menunggu cowok itu menjemputnya.
Motor Stefan kini sudah sampai didepan rumah Yuki. Entah kenapa rasa gugup sedikit menyelinap di hati cowok itu. Tak beberapa lama Yuki keluar, gadis itu tersenyum canggung menatap Stefan.
"Pagi?" Sapa Stefan, berakting, cuek.
"Pagi." Dan Yuki tak bisa menutupi kegugupannya.
"Lo gugup?" Stefan menyipitkan matanya melihat Yuki.
"E.. enggak kok." Jawab Yuki terbata.
"Berarti cuma gue yang gugup."
Yuki yang masih belum konek dengan maksud Stefan, kini hanya bisa menatap Stefan bingung.
"Tunggu apa lagi? Naik. Oh atau mau kasih morning kiss dulu?"
Yuki mendengus sebal, selalu Stefan yang membuatnya gugup. Ide jahil kini menyelinap diotak gadis itu.
Cup
Dengan cepat Yuki mencium pipi Stefan singkat. Tanpa melihat reaksi Stefan, Yuki segera menaiki motor cowok itu. Di sisi lain Stefan seperti orang bodoh. Ia sama sekali tak bergerak, lebih tepatnya bengong. Tangannya memegang pipi yang dikecup Yuki. Entah kenapa ciuman kecil itu memberikan efek besar. Jantungnya berdetak lebih cepat, bahkan ia rasa wajahnya sudah memanas. Ada apa dengan dirinya. Ia Stefan, cowok yang selalu dekat dengan perempuan. Ciuman seperti Yuki tadi sudah sering ia dapatkan. Tapi kenapa hanya gadis itu yang bisa membuat hatinya meledak-ledak.
Di belakang Yuki terkekeh kecil, tak menyangka reaksi Stefan akan semenarik ini. Jika tau akan begini jadinya, sejak awal ia akan melakukan hal ini. Walaupun harus mengorbankan jantungnya yang maraton.
"Ayo jalan.."
"Lain kali lo nggak boleh cium gue duluan."
"Kenapa?"
"Gue masih mau hidup."
"Eee?" Yuki mengernyit kebingungan. Apa maksudnya. Maksud Stefan ciumnya bisa mematikan begitu? kurang ajar.
"Gue nggak mau serangan jantung, stroek atau apapun itu akibat ciuman mendadak lo."
Yuki kini tak dapat menahan tawanya. Untungnya Stefan tak dapat melihat wajahnya.
"Kalau gue nggak mau.."
Jantung yuki berdetak cepat saat Stefan membalikan wajanya tiba-tiba, membuat pandangan mereka bertemu dalam jarak yang dekat.
"Gue bakal bales lo, lebih dari yang lo lakuin." Stefan tersenyum miring, tatapan matanya tak ada main-main sama sekali.
Yuki bergidik. Dewi keberuntungan memang hanya
memberikannya kesempatan satu kali untuk mengerjai Stefan. Setelah itu, cowok badung itu akan kembali memegang kendali.Stefan melajukan motornya sangat pelan. Entah apa yang ada di pikiran cowok itu. Mungkin ia ingin berlama-lama dengan Yuki di atas motor kesayangannya, atau mungkin hal lain. Yang pasti Yuki tak suka dengan tingkah Stefan ini.
"Pelan banget sih?" Kesal Yuki.
"Bukannya ini lo yang mau?"
"Sejak kapan gue mau jalan sepelan ini."
"Gue nggak mau celakain orang."
"Maksud lo?"
"Bukannya kalau gue ngebut lo harus pegangan. Nah lo, pegangan pundak atau pinggang gue aja nggak." Santai Stefan.
Yuki mengembungkan pipinya kesal. Stefan kembali berulah, memaksa Yuki untuk mengikuti kemauannya.
"Lagian, bukannya orang pacaran harus mesra-mesraan, ya."
"Ogah. Lagian kita itu lagi berangkat sekolah, bukan pacaran."
"Ok kalo gitu. Siap-siap aja terlambat. Atau lebih tepatnya
siap-siap aja bolos sekolah hari ini." Stefan malah membalas dengan nada ceria. Membayangkan ia dan Yuki membolos bersama, ah pasti menyenangkan.Yuki yakin Stefan hanya mengancamnya. Namun Yuki yakin pula, Stefan tak segan-segan melakukan hal itu jika Yuki tak menuruti kemauannya.
Karena itu dengan berat hati, Yuki melingkarkan tangannya pada pinggang Stefan. Stefan menatap tangan Yuki sejenak, lalu tersenyum.
"Tangan lo emang diciptain Tuhan buat meluk gue. Jadi jangan pernah lo lepas pelukan ini."
Kata-kata Stefan barusan tanpa sadar membuat hati Yuki
menghangat dan mengukir sebuah senyum singkat di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FooLove (Re-upload)
Teen FictionSiapa yang akan menyangka, jika taruhan yang Yuki lakukan dengan sahabatnya membuat Yuki terjebak dalam permainan Stefan. Pembuat onar nomor satu di sekolahnya. Apapun Yuki lakukan agar terlepas dari Stefan, bahkan Yuki mencoba untuk membohongi diri...