Yuki berteriak tepat saat sebuah pukulan keras terdengar dari belakang mereka. Yuki berbalik
ketakutan. Kini di danau itu, tampak sekumpulan pria yang sedang berkelahi. Tonjok-tonjokan tak dapat terhindarkan dari mereka.Yuki tampak kaget, saat kini tangan Kenneth berniat menariknya pergi.
"Ki.. ayo!"
Yuki mengangguk bersiap pergi. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat matanya menangkap sosok Stefan. Ya Stefan di sana, dengan baju acak-acakan, wajah yang dihias beberapa luka. Stefan kini tampak memukul seorang preman yang sempat menonjoknya sekali.
"Stefan, ada Stefan di sana!" Yuki panik. Dia hendak berlari kearah Stefan namun Kenneth menahannya.
"Tapi Ki, kita nggak bisa bantu dia."
Yuki menggeleng cepat. Walaupun Stefan selalu membuatnya kesal, tapi melihat Stefan seperti ini hatinya terasa sakit. Yuki tak mau Stefan terluka.
"Lo.. lo telfon polisi. Nanti Stefan bisa mati!" Ucap Yuki dengan air mata yang tanpa dia sadari telah membanjiri pipinya.
Mau tak mau Kenneth menuruti perkataan Yuki. Tanpa sadar, Yuki kini sudah berlari menuju ke kerumunan itu. Ia sekarang mendapati Stefan sedang berkelahi sengit dengan seorang preman berbadan tegap.
"Stefan!" Yuki berteriak memanggil cowok badung itu.
Stefan berbalik cepat, saat mendengar suara Yuki. Stefan
membelalak kaget mendapati Yuki kini tengah berada di sini dengan wajah merah berlinang airmata.Bukkk
Sebuah pukulan panas tepat mengenai wajah Stefan. Menyadari hal itu dengan gerakan cepat Stefan membalas pukulan itu, sehingga membuat preman tadi sedikit terhuyung. Kesempatan itu tidak Stefan sia-siakan. Dengan cepat pula, ia berlari menghampiri Yuki.
"Ngapain lo di sini?" Stefan mencengkram bahu Yuki erat.
"Kenapa lo berantem."
"Ngapain lo di sini!"
Stefan membentak Yuki tanpa sadar, membuat Yuki yang tadi hanya terisak, kini menangis dengan keras. Ia ketakutan saat Stefan membentaknya keras.
stefan terlihat kalut. Ia tak mungkin memeluk Yuki dan menenangkannya dengan lembut. Jelas saja, situasi sekarang tak memungkinkannya untuk melakukan hal itu. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri, Kenapa di saat Yuki pertama kali menangis di hadapannya, ia tak bisa menenangkan gadis itu.
"Berhenti nangis, dan gue janji gue nggak akan kenapa-napa."
Seperti mantra, ucapan Stefan membuat Yuki berhenti menangis. Stefan tersenyum singkat, lalu mengecup rambut Yuki lembut.
Tanpa menunggu lama, Stefan kembali berlari menuju
preman tadi. Pukulan demi pukulan ia layangkan pada
preman tadi. Jika biasanya ia ingin mengalahkan musuhnya agar menjadi pemenang, tapi kali ini lain, ia ingin mengalahkan musuhnya hanya untuk membuat Yuki tenang.Seperti kerasukan, energi Stefan yang tadi terkuras kini terkumpul kembali. Beberapa pukulan sempat mengenai wajahnya, namun dengan sigap ia dapat membalas itu semua. Hingga akhirnya semua preman tadi kalah.
Stefan berjalan lunglai menuju Yuki. Tubuhnya berlumuran darah, tapi senyum kemenangan tampak jelas di sudut bibirnya yang berdarah. Yuki tertegun menatap Stefan. Ia tak menyangka Stefan seperti ini. Stefan yang selalu menjahilinya, Stefan yang selalu membuatnya mati kutu, Stefan yang selalu mengeluarkan kata-kata yang tak pernah bisa ia balas, dan Stefan yang selalu memberikan ciuman yang membuat jantungnya berdebar. Kini benar-benar terlihat seperti cowok badung, dengan stempel besar yang mengatakan jelas bahwa cowok itu seorang iblis...tampan.
"Gue nepatin janji." Ujar Stefan ketika sampai di depan Yuki, di bibirnya tersungging senyum lebar.
Yuki kini tak dapat menahan air matanya lagi. Matanya tak dapat lepas dari tubuh Stefan yang terlihat berantakan. "Dan gue lihat, lo yang nggak nepatin janji." Kata Stefan pura-pura kesal menatap Yuki yang kembali
terisak pelan."Lo diem atau gue hukum." tapi tangis Yuki semakin kuat. Tanpa ragu Stefan menarik Yuki ke pelukannya, memeluk
gadis itu erat. Memenangkan sekaligus membuktikan pada Yuki bahwa ia baik-baik saja. Tanpa diduga Yuki pun membalas pelukan Stefan erat. Tubuhnya yang sempat gemetar ketakutan, kini mulai tenang di pelukan tubuh penuh luka Stefan."Ayo pulang."
Stefan menarik Yuki. Melewati Kenneth yang sejak tadi menatap mereka dalam diam.
***
Yuki membawa Stefan ke rumahnya, katanya gadis itu mau mengobati luka-luka Stefan terlebih dahulu sebelum cowok itu pulang. Dan Stefan menyetujui itu dengan senang hati. Tentu saja.
Di sana, Chika-ibu Yuki tengah sibuk menyiram tanamannya di halaman depan rumahnya.
"Yuki pulang…"
"Yuki, kok baru pulang. ya ampun!"
Chika terkejut ketika membalik tubuhnya mengahadap Yuki. Di sebelah Yuki, berdiri seorang pemuda dengan wajah penuh luka dan seragam berlumuran darah. Stefan tersenyum singkat sambil menyalami ibu ayuki.
Chika kini hanya menatap ngeri tubuh Stefan."Saya Stefan. Maaf tante sudah buat Yuki pulang kesorean." Ucap Stefan sambil tersenyum ramah.
Yuki menatap Stefan bingung. Kenneth yang mengajaknya jalan, tapi kenapa Stefan yang mengaku pada ibunya.
"Tidak apa-apa, tapi ini kenapa?"
"Ini tante, tadi saya habis jatuh dari motor, untungnya Yuki nggak apa-apa."
Yuki semakin menatap Stefan bingung. Kenapa sekarang Stefan berbohong lagi, apa cowok ini terbiasa berbohong. Dan... apakah ibu Yuki juga akan percaya pada penuturan Stefan.
"Oh… makasih ya, kamu sudah melindungi Yuki. Ayo masuk, biar diobatin."
Chika lalu menuntun Stefan masuk. Sedangkan Yuki
di sampingnya hanya mengikuti skenario yang sudah dirancang oleh Stefan."Ki, kamu obatin Stefan ya."
Chika lalu memberikan kotak P3K pada Yuki. Perlahan Yuki mulai mengobati luka Stefan.
"Aw... pelan-pelan." Ringis Stefan ketika Yuki menekan lukanya menggunakan kapas dan antiseptik.
"Kenapa rasa sakitnya baru sekarang, kenapa nggak
dari tadi aja.""Ki… ini obat merah ki, pedih."
"Biarin. Biar tobat sekalian."
Stefan tak bisa melawan Yuki. Bukannya ia tak bisa, hanya saja masih ada Chika yang kini menatap dirinya dan Yuki sambil tersenyum. Entah apa yang dipikirkan wanita itu sekarang.
Sebagai gantinya, Stefan hanya menatap Yuki lekat. Pandangannya hanya fokus pada wajah yuki, membuat Yuki sedikit tidak berkonsentrasi dalam mengobati wajah Stefan. Stefan melirik Chika sebentar, wanita itu kini sudah beranjak menuju dapur, mungkin menyiapkan minuman untuk Stefan.
"Tadi ngapain?"
"Apa?"
"Di danau, sama Kenneth?"
Nada bicara Stefan terdengan dingin."Cuma jalan-jalan." Yuki hanya menanggapinya santai. Dia sedang malas beradu mulut dengan cowok ini.
"Dasar tukang selingkuh" Ucap Stefan penuh kekesalan.
"Lo bukan cowok gue."
"Tapi lo cewek gue."
Stefan mengecup bibir Yuki singkat. Mau tak mau wajah
Yuki kembali memerah karena kejutan Stefan itu.Chika datang dengan dua gelas teh hangat dan sepiring pisang goreng. Sejenak ia menatap putrinya bingung. Membuat Stefan sedikit menahan tawa.
"Ki.. kamu sakit ya. Kok mukanya merah gitu?"
Stefan, sialan!
KAMU SEDANG MEMBACA
FooLove (Re-upload)
Teen FictionSiapa yang akan menyangka, jika taruhan yang Yuki lakukan dengan sahabatnya membuat Yuki terjebak dalam permainan Stefan. Pembuat onar nomor satu di sekolahnya. Apapun Yuki lakukan agar terlepas dari Stefan, bahkan Yuki mencoba untuk membohongi diri...