Hujan dan kenangan

643 28 21
                                    

Sore ini hujan turun dengan sangat deras. Seperti biasanya, hal pertama yang aku lakukan jika hujan turun adalah berdoa. Berdoa supaya aku mendapatkan kemudahan dalam di dunia maupun akhirat.

Aku sudah berusaha melewati masa-masa sulit dalam hidupku selama aku masih menjadi seorang siswi Sekolah Menengah Atas. Penantian, kepedihan, dan airmata sudah menjadi temanku di kala itu. Dan sekarang perlahan tapi t pasti aku belajar mengikhlaskan semua masa lalu pedihku.

Saat itu aku sudah berada jauh dari kota kelahiran sekaligus kediaman orangtuaku. Aku sudah menyelesaikan kuliah ku pada saat usia ku 22 tahun. Ya, sekarang aku sudah berusia 22 tahun. Dan fokusku sekarang adalah mendapatkan pekerjaan di kota Metropolitan ini.

Kossan kecil ini adalah rumah sementaraku, aku memang memilih kossan sederhana, karena aku tidak ingin menyusahkan orangtua ku yang bukan berasal dari kalangan atas.

Besok aku akan melanjutkan pencarian pekerjaan ku. Aku harus segera mencari pekerjaan. Bagaimanapun juga saat ini aku sangat memerlukan uang untuk biaya Fira masuk ke Perguruan Tinggi. Fira adalah adikku satu satunya. Ayah ku sudah lama meninggal, sejak Ayah meninggal, Ibulah yang berubah tempat menjadi tulang punggung keluarga.

Ibulah yang dengan susah payah mencarikan uang untuk biaya kuliahku.

Sudah lebih dari satu bulan aku menetap di Ibukota Jakarta. Persediaan uang ku semakin menipis, ternyata mencari pekerjaan di Ibukota memang sulit walaupun aku sudah berpangkat sarjana. Aku akan kembali mengadu nasibku besok, tadi siang aku mendapat kabar baik dari koran bahwa Direktur Utama di perusahaan terkenal di Jakarta ini sedang mencari asisten pribadi. Dan semoga saja besok dewi fortuna berpihak kepadaku.

Perlahan hujan mulai berhenti, dari jendela ini aku dengan melihat dengan jelas urutan garis berwarna warni sedang memamerkan keindahannya.
Dan kembali memori itu memaksaku untuk membuka kembali setiap lembaran ceritanya.

Flashback on

Hari ini adalah hari Rabu dimana hari ini aku dan Dimas akan belajar bersama di balkon sekolah. Kegiatan rutin yang sudah kami lakukan selama 4 bulan pada semester 6 ini.
Aku menatap lekat lelaki di sampingku ini. Dia sangat berbeda denganku, dia berasal dari keluarga yang bisa di bilang kelas atas. Ayah nya seorang pengusaha, begitu pula ibunya. Sangat berbanding terbalik dengan ku. Dimas memang terlihat dingin saat berhadapan dengan orang lain. Tapi tidak denganku. Dia terbuka, bahkan aku tau seluk beluk kehidupannya.
Aku terus menatap wajah nya yang tirus, dan yang paling aku sukai adalah lesung pipinya yang dengan sukarela memamerkan keindahannya saat dia tersenyum, alisnya terbentuk sempurna, hidungnya yang bagiku standar orang Indonesia, kulitnya yang putih kecoklatan, serta bibirnya yang seksi upsssss.

"Lo tau apa yang paling gue sukai setelah hujan turun?" tatapan nya menatap langit dan seketika kegiatan tulis menulisnya berhenti.

"Mungkin pelangi" jawabku singkat sambil mengikuti arah tatapannya

Dia hanya tersenyum, dan andai dia tau, jantungku seakan berhenti saat bibirnya membentuk sebuah lengkungan. Aku terlalu bodoh, aku tidak bisa mengontrol perasaanku sendiri. Aku mencintai sahabatku, aku mencintai Dimas. Bahkan sejak pertama kali aku di beri tempat duduk di sebelahnya saat semester 1. Ujian Nasional sebentar lagi akan di laksanakan. Berarti sebentar lagi Dimas akan mengetahui bagaimana persaanku yang sebenarnya karena aku sendiri akan mengutarakan semua itu dengan segenap keberanian yang kumiliki.

"Dimas kamu kok lama banget sih? Aku mau pulang nih" aku sudah tidak tahan berlama lama di sini, bisa bisa aku terkena penyakit hati atau jantung jika terus berada di dekat Dimas

"Ih lagi pms ya ra? Gak sabaran banget" jawab Dimas santai

"Yaudah deh kamu bawa aja tuh catetan aku, aku pulang dulu bye" aku langsung berlari meninggalkan Dimas yang masih terpaku melihat kepergianku.

"Eh Ra lo kok gitu? Gak asik ah" sahut Dimas dengan muka cemberut.

"Siapa suruh lelet kayak siput uweeek" balasku dengan muka iseng yang ku buat buat.

Kulihat dari kejauhan Dimas tampak membereskan bukunya dan mengejarku secepat kilat

"Ih gue mah ogah di tinggal sendirian di sekolah horor kayak gini" sahut Dimas dengan muka aneh dan lebay namun tetap terlihat cool dimata ku.

"Hahahaha kamu mah emang dasar penakut yaa tetep aja penakut, siang bolong mana ada hantu Dimas" aku mengejek Dimas hingga suara ku menggema seantero sekolah.

Seeet seeett seeet seeeet
Terdengar seperti langkah kaki seseorang.

"Kayaknya ada yang ngikutin kita deh ra" ucap Dimas dengan suara yang sangat pelan.

"Gue kok jadi merinding gini ya Dim?" sahutku dengan perasaan mulai tidak nyaman.

"Elo juga sih sok sok an bilangnya kalo siang ga ada hantu. Sekarang dalam hitungan ke tiga kita sama sama liat kebelakang...

Satuuuu

Duaaaaaa

Tigaaaa


"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaa" Dimas sontak berlari kocar kacir. Refleks aku pun ikut berlari mengejar Dimas yang sudah berlalu meninggalkanku.

Dan kalian tau siapa yang kami liat? Itu mang ucup. Penjaga sekolahku. Tapi kenapa siang siang begini mang ucup udah kayak setan aja sih? Itu tadi mang ucup maskeran atau apa?

Ihhh tau ah seremm.





Flashback off










Haiiiii sobat, maaf yaa kali cerita nya rada rada ngaur. Soalnya author masih tingkat pemula nih. Untuk tahap pengenalan author bikin yang pendek pendek dulu gak papa yah. Ini bukan dari kisah pribadi author yaa. Semoga suka yaaa

Kiss the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang