"Evans!!" seru Venny berusaha mengejar langkah Evans yang berjalan sangat cepat begitu berada dihalaman rumah Honey menuju mobilnya. Evans tak mengubris saat dia berhenti didepan mobilnya dia lalu berbalik melihat Venny yang berusaha menyamakan langkahnya tadi.
"masuk Ven" perintah Evans keoada Venny, menyuruhnya masuk ke dalam mobil.
Venny lalu mengikuti perintah Evans dan masuk kedalam mobil. Evans menyalakan mesin mobilnya, rahangnya mengeras mengingat Evans kini mati matian menahan emosinya agar tidak membuat dirinya kalap seperti biasa.
begitu Evans menginjak gasnya dan oergi meninggalkan rumah Honey, Nelson jeluar dari dalam rumahnya, berusaha mengejar mobil Evans, namun sia sia, Nelson tidak mungkin bisa menyusulnya dengan sekedar berlari, jadilah Nelson kembali masuk kedalam rumahnya, menemui Honey.
Sepanjang perjalanan Evans hanya diam, meskipun kini raut wajahnya tidak lagu seperti tadi, membuat Venny memberanikan diri untuk mengeluarkan suara.
"Van, kamu tidak apa apa?" tanya Venny pelan, nyaris tak terdengar tapi mampu didengar oleh telinga Evans dengan jelas.
tak ada jawaban untuk beberapa detik.
"ini salah aku Ven, semua ini salah aku." Evans tak henti hentinya mengucapkan kata kata itu membuat Venny hanya menatapnya frustasi, dia tak tahu harus mengatakan apa yang ia ingin adalah Evans untuk berhenti menyalahkan dirinya sendiri.
"Van, aku tau ini bukan seratus persen salahmu, ini sudah kehendak Tuhan" Venny berusaha menenangkan.
"apakah Anna meninggal juga kehendak Tuhan? apakah Dylan membenciku juga kehendak Tuhan?" Evans nyaris berteriak kalau dia tidka mengingat kalau sedang berada didalam mobil.
"iya, itu semua kehendak yang di atas, aku bukan orang yang religius tapi aku percaya, seberat apapun masalah kita, Tuhan tidka akan membiarkan kita sendirian menghadapinya, dan aku yakin, semuanya akan baik baik saja" ucap Venny membuat Evans terdiam, entah karena dia sedang memikirkan perkataan Venny atau apa, yang jelas Evans tak lagi membalas perkataan Venny.
hening, dan Venny memutuskan untuk kembali melihat jalanan didepannya.
***
Honey menatap Nelson cemas ketika Nelson kembali kedalam rumahnya dengan menggelengkan kepalanya dengan raut wajah mengisyaratkan 'maaf'.
"Evans pergi" hanya dua kata membuat Honey mendesah sedih, dia menyesal sudah menyalahkan kakaknya atas semua ini, dia hanya terlalu emosi untuk menerima semua ini.
"istirahatlah, kita akan kerumah Dad besok pagi" ujar Nelson sembari membawa Honey menuju kamarnya.
Honey menuruti perkataan Nelson yang lalu menuju ke kamarnya, mengapa ini semua sangat terasa rumit, batin Honey.
***
"Dylan" ujar Ben ketika melihat Dylan masih sibuk dengan pikirannya sendiri."Dylan!" lagi Ben mengucapkannya dengan lebih keras membuat Ben menyentak kembali ke dunia nyata dan mendapati Ben menatapnya dengan tajam.
"apa" tanya Dylan singkat berusaha tidak mempedulikan tatapan Ben.
"sudahlah, aku lelah berbicara denganmu" akhirnya Ben memutuskan pandangannya dan menghela nafas malas.
"kau sangat sensitif Ben" kekeh Dylan membuat Ben lagi lagi melayangkan tatapan tajamnya pada Dylan yang makin membuat Dylan terkekeh sambil menggelengkan kepala pelan.
Dylan lalu teringat sesuatu, ada satu hal yang belum ia selesaikan, Bethany, dia juga harus berminta maaf padanya, tapi, lagi lagi Dylan kembali mengingat, bukan hanya Bethany, namun dia juga harus berusaha berbaikan dengan masa lalunya, Evans. yah nama itu begitu aneh jika terucap dibibir Dylan, aneh jika orang yang kau benci adalah orang yang kau ingin keberadaannya, aneh jika kau menganggapnya membunuh orang yang kau cintai meskipun orang yang kau cintai masih mencintainya bahkan hingga akhir hayatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Honey
Romanceberada dalam lindungan sang kakak membuat Honey menjadi tidak jujur pada kakaknya yang overprotectif, hingga Honey berpacaran pada salah satu musuh kakaknya yang merubah hidupnya menjadi kelam, hingga membuat Honey menyesal karena telah menghiraukan...