Last Chapter (Part 2 END)

1.8K 71 5
                                    

Part 2 (END)

Keheningan terus terjadi antara aku dan viny. Di dalam satu ruangan. Ketika terus mengemas semua pakaian ku ke dalam koper tak ada sedikit pun ucapan setelah kata "terimakasih" itu.

Viny sama sekali tak beranjak pergi meninggalkan kamar ku. Ia terus terduduk di pinggir ranjang ku menatap jendela kamar ku. Tak ingin mengusir nya karena aku hanya ingin ia sadar. Lebih baik diam dan tak perlu ada kata yang seakan membuat aku menjadi bingung.

Hp ku kembali berdering seketika memecahkan keheningan di ruangan ini. Mendapati kabar dari teman bahwa penerbangan untuk hari ini menuju jakarta di cancel karena ada gangguan dalam sistem jaringan penerbangan. Hari esok pun belum tentu penerbangan bisa di mulai. Seketika aku kecewa mendapati kabar yang tak seharusnya aku alami.

Mengusap wajah dengan kedua telapak tangan ku. Terduduk di pinggiran ranjang ku membelakangi viny yang terus berada di dalam ruangan ini. Ingin nangis tapi tak bisa, ingin teriak pun aku tak bisa. Sesak kurasakan saat ini, ketika janji itu aku ingkari. Kenapa aku tak memilih pulang lebih awal. Sungguh aku pria yang jahat. Merasa gagal dan tak pantas aku menjadi sesosok penjaga diri mu Ve.

Aku hanya menangis dalam hati. Tertunduk diantara semua koper yang ada di hadapan ku. "Mungkin semua sudah takdir tuhan nal" tukas viny seketika membuat ku membalik menatap nya heran

"Tuhan memberikan jalan untukku agar kamu bisa mengerti nal" tukas nya lagi membuat ku tak ingin berada di sini

Ku tutup telinga ku dengan kedua telapak tangan ku. Tertunduk rendah hingga aku tak ingin mendengar isak tangis nya yang kembali pecah. Tanpa tersadar tangan lembut nya itu melingkar pelan di perut ku. Aku kaget menatap lengan ini.

"Sudikah kau mengizinkan aku menjadi penenang mu saat ini nal?" ucapnya di balik punggung ku nyaman

Aku mematung. Tak bisa berkutik. Aku lemah dalam setiap kelembutan seorang wanita. Merasa heran ketika ia memelukku dari belakang. Terasa nyaman. Ia terus menidurkan kepalanya di punggung ku. Aku hanya pasrah. Semua tak bisa mengubah ku menjadi lebih kasar.

Aku ambil hp ku. Aku tekan nomer yang ada di hp ku itu. Nomer yang sungguh ku kenal. Aaron. Call.
Aku menelfon aaron untuk menjelaskan apa yang terjadi sehingga aku tak bisa kembali ke jakarta hari ini. Terdengar suara kecewa aaron ketika menjawab penjelasan ku yang sebenarnya berat untuk ku katakan.

"Kamu lebih tenang?" ucap viny pelan

"Aku lagi nelfon, kamu diam!" tukas ku kecut sedikit menyingkirkan telfon ku dan kemudian kembali memberikan penjelasan pada aaron.

Tak berapa lama aku kemudian mengakhiri telpon ku. Terus tertunduk kecewa dan masih dalam posisi viny memelukku dari belakang. Seketika aku berdiri memaksa melepaskan pelukan viny itu. Menjauh dan kemudian aku berjalan menuju balkon kamar ku. Bersandar, menggendus pelan hingga hilang segala rasa kecewa berat ku ini.

"Jawaban itu akan selalu ku tunggu" ucap viny yang ternyata sudah berdiri sejajar di samping ku

"Tak bisakah kamu! Jangan bahas itu!" balas ku menada tinggi

Ia hanya tersenyum tipis. Seperti bahagia mendapati aku tak bisa kembali ke jakarta hari ini. "Waktu seakan berpihak pada kita nal" tukas yang yang terus saja membuat ku mulai merasa kesal

"Ngak ada yang perlu di bicarakan vin, hari sudah gelap. Lebih baik kamu pulang" ucapku menatap lurus tanpa menoleh sedikit pun ke arah nya

"Ya baiklah, aku pulang" balas nya kemudian berjalan meninggalkan ku berdiri sendiri di balkon kamar ku

Seluruh persendian ku terasa lemas. Tak sanggup untuk berdiri. Seketika aku mulai merendah pelan hingga terduduk di lantai bersandar di dinding pembatas balkon ini. Menggenggam erat rambut ku, sesak. Ku hatam lantai dengan kepalan tangan ku. Keras, sehingga menimbulkan memar di tangan.

Bukan Kisah Siti NurbayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang