[Part 2] Last Chance

13K 1.1K 17
                                    

Pagi itu Mentri Govala tertunduk lesu. Putri bungsunya Syahra yang belum menikah, dilamar oleh raja Aryan. Kalau dalam keadaan biasa, tentu Govala merasa senang, akan tetapi, dapat dipastikan umur putrinya tinggal menghitung hari. Keempat kakak perempuan Syahra yang sudah menikah, bergantian memeluk adiknya dan meratapi kemalangannya. "Cepatlah kau lari saja Syahra...masih ada waktu sebelum pengawal raja menjemputmu...", kata Aldera, kakak pertamanya. "Jangan, kakak ...kalau aku menolak, bahkan kabur, bukan tak mungkin raja Aryan akan memenggal kita sekeluarga, lebih baik aku saja yang mati, asalkan kalian baik-baik saja di sini, aku sudah senang...". Govala mendesah sedih, Syahra adalah putrinya yang paling cantik dan baik, selain itu dia juga cerdas, sayang sekali umurnya hanya sampai di sini, kekejaman sang raja akan memusnahkan masa depannya. Tapi Govala tak bisa bertindak lain. Upacara penyerahan pengantin yang seharusnya diiringi tawa bahagia, malah penuh kesedihan dan airmata. Aldera, Helena, Raisha dan Suri memberikan perhiasan dan pakaian sutra putih terbaik dan terindah untuk Syahra, Helena yang pandai merias, dengan sedih merias wajah adiknya, mungkin hari ini adalah hari terakhir mereka bertemu. Raisha dan Suri menghias rambut hitam panjang Syahra dengan bunga padang rumput berwarna putih kecil, kini adik bungsu mereka terlihat seperti malaikat kecil yang rapuh, mereka berharap masih ada belas kasihan Aryan saat melihat gadis itu. Mereka bergantian memeluk dan mencium Syahra sebelum kereta kerajaan membawa gadis itu pergi.

Sebenarnya Syahra merasa takut, sangat takut, akan tetapi dia berusaha tabah dan terlihat tenang di depan keluarganya. Istana Illeanos yang megah dan berwarna putih anggun sudah terlihat.Syahra berusaha untuk tidak menangis."Tuhan, hanya Engkau yang bisa menolongku, berilah hambamu ini jalan...".akhirnya tiba juga dia di istana yang sangat indah, para pengawal memerintahkannya masuk.Di suatu ruangan yang indah tapi terkesan dingin, sudah menunggu pendeta yang akan menikahkan mereka, sesosok pria berjubah hitam dan memakai topeng besi mengulurkan tangannya. Inikah Aryan?. Terbata-bata Syahra mengucapkan janji, dia menangis di balik cadarnya.

Setelah acara itu, Syahra dibawa ke sebuah kamar yang indah. Betapapun indahnya kamar itu, banyak barang mewah dan indah, tak bisa menenangkan hati Syahra yang gelisah. Bagaimana akan dia lewatkan malam ini bersama seorang pria asing yang menyeramkan, pria yang telah membunuh banyak wanita, pria yang kejam. Tapi Syahra berusaha tenang, kalaupun ini sudah waktunya, dia akan berusaha ikhlas. Untuk menenangkan hatinya, dia bernyanyi, nyanyian yang selalu didendangkan ibunya saat dia merasa resah. "Meski dengan sayap yang patah, aku akan berusaha melewati angin...".

Saat menuju kamarnya, sayup-sayup Aryan mendengar suara nyanyian yang merdu. Suara siapakah itu?. Apakah gadis yang dinikahinya? Mustahil, biasanya para gadis itu menangis dan memohon ampun, paling gadis itu sama saja, sedang menangis menunggunya datang. Dibukanya pintu kamar, dilihatnya gadis itu tengah duduk di beranda, sinar bulan meneranginya. Bagaimana mungkin dia dengan tenang bernyanyi seperti itu?. Syahra menoleh, pria bertopeng itu mendekat padanya. "Suaramu bagus, teruslah bernyanyi, karena ini akan menjadi lagu terakhir yang kau nyanyikan". "Hamba sudah selesai, paduka...".Syahra bangkit dari duduknya dan berusaha tetap tenang menghadapi Aryan. Pria itu mendekat dan membuka cadar Syahra. Sekejap Aryan terpana, betapa cantiknya gadis ini, sangat lembut dan menawan,matanya yang besar dan indah terlihat rapuh mengintip dari bulu matanya yang lentik, bibirnya terlihat bagai kelopak kuncup mawar, menggoda untuk dikecup, mempesona... akan tetapi dendam di hatinya masih membara. Baginya kecantikan juga merupakan penghianatan. Gadis ini pasti sama saja dengan Bilqish...

"Apa permintaan terakhirmu? Apakah kemuliaan untuk keluargamu?", Aryan mengelus lengan gadis itu. "Apakah hamba boleh meminta apa saja?", tanya Syahra. "Tentu saja aku akan memberikan apapun padamu, kecuali hidupmu...". "Apa yang akan paduka lakukan pada hamba?". "Menjadikanmu istriku...malam ini...dan esok hari aku akan membunuhmu...", jawab Aryan tenang. Syahra menghela nafas. "Kalau begitu...hamba ingin, malam ini jadikanlah hamba benar-benar sebagai istri paduka...". "Maksudmu?". "Lepaskan topeng paduka, jadikanlah malam ini malam yang terindah untuk hamba, selama hidup hamba, hamba selalu berkhayal, tentang indahnya malam pertama yang akan hamba lewati...suami yang hamba sayangi sepenuh hati...dan itulah permintaan terakhir hamba". Aryan terkejut melihat betapa tenangnya gadis itu menghadapinya, selama ini gadis yang lain selalu berteriak ketakutan saat dia masuk kamar, tak jarang dia muak dan tak menyentuh istrinya, langsung saja menyuruh pengawal memenggal gadis yang sibuk berteriak ketakutan.

"Kau tahu...kau akan melihat sesuatu yang buruk saat aku melepas topeng ini...dan kau gadis pertama yang menginginkan ini", Aryan mencoba menakuti Syahra. "Keburukan tidak dapat dilihat dari wajah, paduka, tapi dari hati...". Aryan merasa tersindir. "Baiklah, siapa namamu, wahai gadis yang begitu berani menghadapiku...". "Re Syahradza...paduka...". "Bukalah topengku...".

Syahra menduga dia akan melihat wajah yang menyeramkan dan berjenggot seperti tokoh perampok yang dia dengar saat ibunya bercerita tentang petualangan Sinbad, pria itu memiliki rambut hitam lurus yang diikat dengan benang perak, seperti bajak laut. Perlahan dilepasnya topeng besi yang menutupi wajah Aryan, wajah yang memiliki pandangan mata kejam, angkuh dan menusuk,seperti apa wajah pemiliknya? Syahra terpana saat topeng itu terlepas... ternyata, wajah Aryan sangatlah tampan dan lembut, tapi dihiasi keangkuhan pada hidungnya yang mancung, bibir yang terlihat mencibir sinis, andai sorot matanya yang dinaungi alis lebat tak diliputi amarah dan dendam, tentu dia akan menjadi pria yang sangat menawan. Bagaimana mungkin ratu Bilqish menghianatinya? Apa kekurangan pria di hadapannya ini?.Dengan wajah selembut itu, bagaimana mungkin pria ini begitu tega membunuh hampir seratus wanita? Betapa kejamnya harga sebuah penghianatan. Hati Syahra yang lembut merasa pedih, tak sadar tangannya mengelus wajah Aryan, menangisi kemalangan pria itu, bukan menangisi dirinya yang di ujung maut. "Apakah aku begitu buruk? Sampai kau terlihat begitu sedih?", Aryan tersenyum mengejek, kesan sinis terlihat di ujung bibirnya yang sedikit terangkat. Syahra hanya tersenyum sedih. "Tidak paduka, wajah anda sangat tampan, sayangnya hati anda begitu keruh sehingga membuatnya terlihat buruk...".

"Lancang sekali ucapanmu, tak sepadan dengan wajahmu...apa kau lupa, aku bisa memenggalmu sewaktu waktu?". Syahra menghela nafas. "Bukankah anda sudah berjanji untuk memenuhi permintaan hamba? Sebagai seorang raja seharusnya anda dapat memegang janji anda, nah, sekarang, walau hanya malam ini, jadikanlah hamba sebenar-benarnya istri paduka". Sejenak Aryan hanya memandang Syahra. "Hmm...baiklah...cantik, kau menantangku...",jari-jari Aryan terangkat, membelai lembut bibir Syahra. Entah kekuatan apa yang membuat Syahra begitu tenang saat Aryan mulai menciumnya. Meski tubuhnya terasa meleleh, inikah rasanya disentuh seorang pria?. Tangan Aryan memeluk pinggang Syahra, merapatkan ke tubuhnya yang kekar. Ciumannya semakin dalam dan liar, Syahra tersengal saat Aryan melepaskannya. Pria itu menatapnya tajam, senyumnya masih angkuh dan terkesan arogan. Kedua tangannya terulur membelai rambut Syahra yang berantakan karena ciuman tadi,lalu perlahan menarik tali gaun gadis itu,hingga gaun sutra putih itu meluncur ke lantai. Refleks Syahra menutup dadanya dengan tangan, tapi pria itu malah merangkum kedua tangan Syahra ke atas kepalanya dan membaringkan Syahra di ranjang yang bertaburan kelopak mawar putih.Aryan membuka jubahnya, Syahra baru pertama kalinya melihat tubuh seorang pria, kulit Aryan yang kecoklatan, dadanya yang bidang dan kuat, lengannya yang kokoh, kontras dengan kulit Syahra yang lembut.

Gadis yang cantik dan berani...pikir Aryan saat mereka bertatapan. Tak pernah detak jantungnya berdebar seperti ini, melihat sorot mata yang teduh dan pasrah. Tubuh gadis ini sangat indah, bahkan saat melewatkan malamnya bersama Bilqish, Aryan tak merasakan jantungnya berdebar sekeras ini. Saat Syahra menjerit lirih dan mencengkeram punggungnya, Aryan merasakan darah keperawanan gadis itu mengalir di sela kakinya.Syahra terkejut saat melihat pria itu memandangnya lembut, lalu bibirnya menyentuh bibir Syahra. Dengan lembut diciumnya bibir gadis itu. Untuk menenangkannya, entah kenapa, dia merasa perlu melakukannya.

Pagi hampir tiba, Syahra memandang wajah Aryan yang tenang tertidur dalam cahaya bulan. Dirasakannya hatinya berdebar aneh, seharusnya dia membenci pria yang akan membunuhnya begitu pagi menjelang, tapi entah kenapa, tiba-tiba hatinya merasa tersayat. "Andai kita bertemu di saat yang tepat, andai kau tak diliputi dendam dan amarah, tentu akan tercipta sebuah cinta yang indah dan menenangkan...terimakasih kau telah memngabulkan permintaanku, aku tahu, dalam dendam yang berkobar, tentu sulit bagimu bersikap lembut dan baik seperti semalam, saat kau terbangun nanti, yang kutatap bukan lagi mata teduh dan bibir yang berbisik menenangkan seperti semalam, tapi sorot mata kebencian dan perintahmu untuk membunuhku",Syahra menuju ruangan di balik kamar, setelah mandi dan berpakaian, dia bersiap menghadapi hukuman dari suaminya.


1001 Nights Broken WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang