Keesokan harinya, saat Syahra terbangun, dia merasa bahagia. Ternyata semalam bukan mimpi, Aryan memang benar-benar di sampingnya dan memeluknya. Jadi, kata-kata lembutnya semalam bukanlah mimpi. Ternyata rasa cemas dan perhatian Aryan yang selama ini dirasakannya, bukan hanya khayalannya semata. Meski kadang berkata kasar dan bersikap angkuh, Aryan ternyata memiliki sebentuk perasaan sayang padanya. Tiba-tiba pintu diketuk dari luar. "Aryan! Bangunlah!", suara keras itu membangunkan Aryan, sejenak ditatapnya Syahra. Syahra mengernyit, siapakah yang berani mengusik Aryan?. Apakah terjadi sesuatu yang gawat hingga seseorang perlu mengetuk kamar Raja?. Tapi orang di luar sana hanya memanggil nama Aryan, tidak memakai sebutan Raja atau Paduka. Siapa yang berani berlaku seperti itu?.
"Masuklah...Ayahanda...", Aryan bangkit dari tidurnya dengan malas. Tak lama pintu terbuka dan seorang pria tua yang gagah, masuk ke kamar mereka. Ayahanda? Jadi...Maharaj telah datang dari istana dingin?. Syahra berusaha bangun tapi tubuhnya masih terasa lemah. Dia hanya bisa duduk di ranjang, dia merasa tak sopan, tak bisa mengucapkan salam pada Maharaj.
Mahajendra memandang gadis di samping putranya. Pantas saja Aryan jatuh hati pada gadis itu, wajahnya sangat cantik, terbingkai rambut ikal panjang yang membuatnya tampak rapuh, tapi menurut Asva, gadis itu tangguh dan berhasil melumpuhkan Revan dari Midgar. "Selamat pagi Maharaja...", Syahra mengangguk hormat, dia merasa malu ditatap seperti itu, apalagi Aryan bukannya bangun, malah memeluknya erat dalam dekapannya.
"Apa kau sudah merasa sehat? Bagaimana keadaanmu?", tanya Mahajendra ramah. "Baik, Maharaja...hamba sudah merasa sehat...". "Tapi kau masih terlihat pucat, Aryan, kau ajak dia jalan-jalan di taman, sinar matahari bisa membantu menghangatkan tubuhnya...setelah itu kita lanjutkan pembicaraan kita semalam, aku tak ingin kau menunda lagi...". lalu pria tua itu berbalik dan meninggalkan ruangan kamar.
Syahra memandang kepergian Maharaj penuh tanda tanya. "Ada apa? Apakah terjadi sesuatu yang mengancam Illeanos?. Kenapa Maharaja terlihat cemas sampai membangunkan Paduka?". Aryan tak menjawab pertanyaan Syahra, malah turun dari ranjang dan berdiri. Lalu diraihnya tubuh Syahra dan dibopongnya keluar. "Kita hendak ke mana?".
Di taman kerajaan, terlihat mawar berbagai warna yang ditata memanjang seperti pelangi. Wanginya tercium sampai jarak yang cukup jauh, banyak kupu-kupu cantik beterbangan, konon yang menata taman ini adalah Serena, ratu terdahulu, ibunda Aryan. Berbagai bunga yang cantik menghiasi taman itu. Syahra dan Aryan duduk di kursi perak, beberapa merak putih berkeliaran di dekat mereka. Matahari pagi mulai terlihat dari balik dedaunan pohon beringin putih, lambang kerajaan itu entah berapa ratus tahun umurnya, tegak berdiri seperti payung raksasa menaungi taman. Syahra mencium wangi mawar putih yang menjalar di sampingnya. Dia mencoba tenang, tapi tak bisa. Perkataan Maharaj tadi sangat mengganggu pikirannya. "Apakah kita akan berperang lagi?", tanya Syahra. "Kenapa kau berpikir seperti itu?". "Tadi Maharaj mengatakan agar anda tak menunda sesuatu...bolehkah hamba tahu?". "Sudahlah, kau baru saja sembuh, jangan berpikir yang macam-macam...". "Tapi...". "Jangan membantahku, kau mau kupenggal?",Syahra memandang Aryan, kali ini kata-katanya tidak terdengar kasar, seulas senyum jahil tersungging di bibir Aryan. Syahra meletakkan kepalanya, bersandar di bahu Aryan. "Hamba hanya cemas, luka Paduka juga belum sembuh benar...Revan melukai paduka cukup parah, bukan?". "Bagaimana kau tahu?".Syahra memperlihatkaan ujung jemarinya, ada sedikit noda merah di sana. "Tadi, saat paduka membawa hamba, hamba tak sengaja memegang lengan paduka, luka itu kembali terbuka, masih ada dua luka lagi, di dada dan punggung, hamba melihatnya semalam, saat paduka berganti pakaian, paduka pasti mengira hamba sudah tertidur...". Airmata Syahra membasahi lengan Aryan.
"Tak usah cemas, aku sudah biasa terluka...beberapa hari lagi luka-luka ini akan kering...". Syahra menghela nafas, hatinya terasa sakit membayangkan Aryan akan kembali berperang, Revan belum mati, kalau Maharaj menyuruhnya kembali bertempur, mengejar sampai Midgar..."Paduka, bolehkah hamba meminta sesuatu...". "Apa? Kau ingin perhiasan...gaun yang indah...kau pantas mendapat semuanya Syahra...". gadis itu memandang langit biru di atas kepalanya. "Hamba ingin ditempatkan di garda depan kalau kita akan berperang lagi...".
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Nights Broken Wings
FantasyMaunya sih niru 1001 malam, tapi Aryan terlalu 'beda' dengan Syahriar...gue ngerasa sayang kalau Aryan jadi jahat...jadinya karakternya nggak terbentuk sempurna, ehm, agak ber'setting' 1001 malam ya? Maaf, habis waktu nulis ini emang gw baru nonton...