Tabib dan perawat masih sibuk memeriksa Syahra yang tak juga bangun. "Bagaimana keadaannya?", tanya Aryan. Tabib hanya diam, lama dia baru menjawab. "Ampun paduka, kami tak bisa berbuat apapun, kami hanya bisa melakukan satu hal...". "Apa maksudmu?". "Sihir harus dilawan dengan sihir juga...kami telah memanggil Mariush sang penyihir putih, beliau akan datang beberapa waktu lagi, hanya beliau yang tahu cara menangkal mantra yang menimpa Putri, kalau luka luar tuan Putri tidak begitu parah,luka yang disebabkan mantera itulah yang membuatnya semakin lemah...".
---
Aryan memandang wajah pucat Syahra dalam keremangan lilin. Tangannya menggenggam tangan Syahra yang yang dingin, digosoknya tangan itu seolah ingin memberikan kehangatan. Malam semakin larut, tapi Aryan tetap terjaga, dia tak bisa tidur setelah perang yang melelahkan, bahkan dia tak bisa merasakan luka-lukanya sendiri, rasa takut kehilangan Syahra membuatnya tak bisa merasakan apapun, seolah tubuhnya sudah lepas dari jiwanya. "Kumohon, bertahanlah, aku belum pernah memiliki permintaan sepanjang hidupku, Tuhan, jika Kau benar-benar ada...aku ingin Kau kembalikan kehidupan gadis ini...".
Pintu kamar tersibak dan seorang kakek tua berjenggot putih panjang masuk bersama Asvashoka. "Yang mulia, beliau Mariush...". Aryan memandang kakek tua itu tajam. "Kuharap kau berusaha semampumu, sembuhkan dia...". "Hamba akan berusaha, yang mulia...".
Aryan memperhatikan Mariush yang bergumam aneh seraya mengacungkan tongkat kayunya ke arah Syahra. "Memostrrovva barriush Inntegra...". tubuh Syahra melayang. Cahaya putih melingkupinya, tiba-tiba asap hitam keluar dari bibir gadis itu, lalu perlahan Syahra melayang turun kembali. "Sihir yang sangat jahat, yang mulia, membunuh perlahan-lahan, untung dia gadis yang kuat dan tangguh, setelah tiga jam berlalu, minumkan cairan ini...". Mariush memberikan sebotol cairan yang diambilnya dari balik jubahnya. "Untuk melancarkan darahnya, cari rumput Hyachin di hutan Selvander, tumbuk dan peras, lalu minumkan airnya. Memang butuh waktu lama untuk pulih, kalau bisa cari lumut yang hidup di bebatuan sungai Indush...baik untuk memulihkan kekuatannya, dia tidak boleh memakan daging dan sejenisnya untuk sementara waktu...".
Sebagian besar pasukan kembali ke Illeanos, beberapa pasukan kecil masih menjaga benteng Tresta. Aryan meletakkan tubuh Syahra dengan hati-hati di kereta yang ditata senyaman mungkin untuk membawa mereka pulang ke Illeanos. Sudah seminggu, dia belum sadar juga, padahal Aryan sudah meminumkan ramuan yang disarankan Mariush, tapi paras gadis itu sudah tak sepucat dulu, pipinya mulai memerah, tapi matanya belum juga terbuka.
---
Rakyat Illeanos menyambut para prajurit dengan riang,para gadis menanti dengan cemas, ada yang tertawa gembira saat dilihatnya kekasihnya pulang, ada juga yang menangis saat tahu orang yang dicintainya telah tiada atau terluka. Bunga mawar dan sapu tangan putih dilemparkan di sepanjang jalan para prajurit itu menuju istana. Mahajendra sendiri yang menyambut putranya pulang di depan gerbang istana. "Kau berhasil nak, kau memang kebanggaan Illeanos". Aryan tak menjawab. "Ada apa Aryan? Kenapa kau seolah menderita kekalahan?". Aryan menuju keretanya dan membopong tubuh Syahra masuk ke istana.
"Apa ini? Siapa gadis itu?. Apakah banyak hal yang kulewatkan saat aku menyepi di istana dingin Himalaya?", Mahajendra memandang Asvashoka. "Begitulah paduka Maharaj...banyak kejadian setelah anda pergi...enam tahun ini banyak kejadian yang terjadi, mewarnai kehidupan di istana putih...". "Aku tahu, kudengar Aryan membunuh permaisuri Bilqish dan banyak wanita...tapi...siapa gadis yang dibawanya?. Saat kulihat mata Aryan tadi, aku merasa dia telah banyak berubah, bukan anakku yang keras hati dan angkuh...warna matanya telah berubah, hatinya berubah...".
Maharaj mendengarkan cerita Asvashoka dengan cermat. "Jadi, gadis itu yang membantu Aryan mengalahkan Revan?, sungguh cerdik dia bisa mengetahui kelemahan sihir Revan, aku sendiri tak berpikir sejauh itu, 'tak ada seorang priapun yang bisa mengalahkan Revan' itu berarti sihirnya hanya bisa dipatahkan oleh seorang wanita!. Sayangnya gadis itu terluka parah...tapi aku tak habis pikir, bagaimana mungkin Aryan bisa selemah ini menghadapi seorang wanita...dia bisa memiliki wanita manapun yang dia inginkan, walau gadis itu mati, masih banyak wanita cantik di Illeanos...". "Tapi tidak semua wanita bisa membuatnya jatuh cinta, paduka...Raja Aryanrod tentu tak sembarangan menempatkan hatinya, bukan?", kata Asva bijak. Mahajendra tersenyum mendengar perkataan Asva. "Kau benar... cinta...aku hampir lupa ada sebentuk perasaan yang sedemikian indah dalam kehidupan, memang, sekali kita terjerat, kita tak bisa lepas...mungkin karena itu, setelah kepergian Serena...aku tak bisa menikahi wanita lain, setelah dia meninggal karena melahirkan, aku tak bisa menemukan sosok lain yang bisa menggantikannya, kubesarkan Aryan dengan tanganku sendiri...", pria tua itu mendesah sendu. Asva tersenyum hormat. "Begitulah yang mulia, kita hanya bisa berdoa, semoga putri Syahra kembali sehat".
---
Syahra membuka matanya perlahan, berapa lama dia tertidur? Bagaimana Aryan? Apakah dia selamat? Terakhir kali dilihatnya Revan hampir melukai dan mengoyak dada Aryan, lalu cahaya aneh membuatnya terpental dan dia tak ingat apapun. Dia melihat sekelilingnya. Apakah ini nyata...atau ini di surga?. Ruangan ini, dia mulai mengenali ruangan tempatnya terbaring. Kamar Aryan...benarkah dia sekarang di istana? Bagaimana mungkin?. Dia terkejut saat melihat seseorang tertidur di samping ranjang. Wajah itu..."He...Helena...", Syahra berusaha bangun, tapi tubuhnya terasa sakit.
Helena membuka mata, dia tak percaya adiknya sudah bangun. "Syah..ra...",bibirnya gemetar mengucap nama itu. Adik yang disayanginya dan dirindukannya. Saat didengarnya berita tentang adiknya, dia memohon pada suaminya untuk sejenak tinggal di istana dan menemani Syahra. Devon akhirnya mengizinkan dan menemaninya menghadap Aryan, dia mengira akan melihat pria yang menyeramkan dan garang, pahlawan Illeanos yang berhasil mengalahkan Revan dari Midgar. Ternyata yang ditemuinya di balairung istana adalah pria gagah dan tampan, wajahnya sangat lembut, meski sorot matanya tajam dan angkuh. Inikah Aryan? Suami adiknya?. Helena menyampaikan maksudnya yang disambut baik Aryan, Raja Illeanos itu mengizinkan Helena merawat Syahra.
Dipeluknya Syahra erat-erat. Diantara semua saudaranya, mereka berdua memang sangat akrab, selalu bersama dan berbagi segala hal. "Syahra...akhirnya kau bangun juga, sudah sepuluh hari kau pingsan...kupikir aku takkan melihatmu bangun...kupikir kau takkan membuka matamu lagi...". Syahra melepaskan pelukannya. "Helena...dimana Aryan?". "Apa?". "Aryan..."
Syahra mencoba bangun. "Aku...aku melihat Revan melukainya...katakan padaku, apakah dia selamat...sekarang dia berada di mana?". Helena memandang Syahra tak mengerti. Dia baru bangun dari pingsannya, tapi yang dia pikirkan malah lelaki yang membuatnya berada pada keadaan seperti ini, bukankah Aryan yang mengajaknya berperang?. "Tenanglah Syahra, Raja Aryan baik-baik saja...beliau sedang bersama Panglima Asvashoka di balairung...selama ini beliau juga menjagamu...sekarang kau istirahatlah dulu...tubuhmu hanya meminum cairan Hyacin dan lumut sungai Indush, kau tentu sangat lemah...". Helena mengambil sebuah piala kecil. "Minumlah, madu bagus untuk memulihkan kondisimu...".
---
"Dia tertidur lagi setelah meminum madu, kondisinya mulai pulih", kata Helena. Aryan hanya memandang tak berkedip Syahra yang tengah tertidur. "Kau keluarlah, biarkan aku yang menjaganya...". "Baik paduka...", Helena keluar dari kamar dan menutup pintu. Aryan menghampiri Syahra dan tangannya mengelus pipi Syahra. Tubuhnya sudah hangat, wajahnya mulai memerah...sangat cantik. Diciumnya lembut pipi Syahra yang rapuh bagai kelopak mawar. Lalu diselimutinya gadis itu penuh kasih. Dia tak menyangka, dia bisa serapuh itu karena Syahra. Perasaan aneh apa yang melingkupi hatinya?. Rasa cemas, takut...dia belum pernah merasakan hal yang meresahkan seperti ini. Dahulu, saat bersama Bilqish pun dia tak pernah merasakan hal aneh ini. Dia menyayangi Bilqish, tapi perasaannya tidak seaneh saat berada di dekat Syahra. Tidak hanya raganya yang bereaksi, jiwanya juga, tubuhnya menjadi aneh, jantungnya berdebar keras dan dadanya terasa sesak, sulit bernafas, bagai ikan yang dikeluarkan dari air. Sejak pertama memandang mata gadis itu, dia merasakan hal lain tumbuh di sudut hatinya yang terdalam. Dia merasa senang saat berada di dekat Syahra, merasa cemas saat gadis itu terluka, meski dia berusaha menepis perasaan aneh itu sejauh mungkin, tetap tidak bisa, perasaan itu malah semakin kuat, merajai hatinya. Dia mencoba bersikap kasar dan menyakiti Syahra, tapi malah dia sendiri yang merasa terluka. Belum pernah dia merasakan hal ini. Satu-satunya keinginannya hanya melihat mata indah itu terbuka dan bibir itu tersenyum padanya. Saat mengingat kembali kebersamaan mereka, Aryan tersenyum kecil, kadang dia kesal karena Syahra selalu membantahnya...itu juga yang membuat gadis itu terluka.
Saat Syahra kembali membuka matanya, dilihatnya kamar sudah diterangi cahaya lilin, hari sudah mulai malam. Dimana Helena?. Angin yang membelai wajahnya membuatnya menoleh ke arah jendela besar. Dilihatnya sosok Aryan yang gagah berdiri tegak di sana, membelakanginya. Syahra terus memandang sosok Aryan, tak terasa airmatanya mengalir perlahan. Syukurlah, Tuhan, Kau selamatkan dia...dan dia bisa memenangkan pertaruangan dengan Revan.
Aryan menoleh, matanya bertatapan dengan mata bening Syahra. "Syahra...ada apa? Apakah kau merasa sakit?",dihampirinya Syahra penuh kecemasan. "Tenanglah...akan kupanggilkan tabib...jangan menangis...". Aryan mendudukkan Syahra dan memeluknya. "Sssh...jangan menangis...kau sudah aman di sini...". tapi Syahra makin terisak. "Mana yang sakit Syahra?", perkataan lembut Aryan membuatnya terharu. "Hamba tidak merasa sakit...hanya...hanya takut...". "Tidak ada yang perlu kau takutkan, aku di sini...".Betapa leganya hati Aryan melihat Syahra bangun dan bicara. Diusapnya lembut kepala gadis itu, dikecupnya kening Syahra. "Tidurlah, aku ada di sini...kau jangan takut...".
---
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Nights Broken Wings
FantasiMaunya sih niru 1001 malam, tapi Aryan terlalu 'beda' dengan Syahriar...gue ngerasa sayang kalau Aryan jadi jahat...jadinya karakternya nggak terbentuk sempurna, ehm, agak ber'setting' 1001 malam ya? Maaf, habis waktu nulis ini emang gw baru nonton...