No One Hates You

7K 289 6
                                    

Hufthh..seminggu full ngga nemu mood buat nulis nih. Dan ini ada sedikit pemikiran jadi coba lanjut ceritanya walaupun entah hasilnya akan seperti apa nanti ya :) Let's cek this one out!

***

Livia hanya terus berdiam diri disamping Reynand yang sedang menyetir, Rey juga tidak berniat menanyakan apapun kepada gadis itu karena dari raut wajahnya, Rey tahu sesuatu yang tidak baik telah terjadi. Sesekali Rey melirik Livia yang tetap setia menatap lurus kedepan, ingin sekali Rey melakukan sesuatu untuk gadis itu tapi dia ragu. Lima belas menit kemudian mereka telah sampai di salah satu hotel tidak jauh dari rumah Livia, em rumah keluarga Wildan.

"Liv, kita sampai" ucap Rey pelan sambil melepas seatbelt nya. Tampaknya Livia tidak memperhatikan ucapan Rey sehingga gadis itu masih diam dan tidak menyadari bahwa mereka telah sampai di tempat tujuan.

"Livia.." ujar Rey sekali lagi, kali ini Rey menjentikkan jarinya didepan Livia membuat Livia tersentak dari lamunannya.

"Oh..eh..ada apa Rey?" sahut Livia gelagapan, Rey mendengus pelan sebelum jarinya menunjuk gedung dihadapan mereka. Untuk beberapa saat Livia masih diam memikirkan maksud Rey sampai akhirnya dia sadar bahwa mereka sudah sampai di hotel tempatnya akan menginap.

"Sorry, Rey. Kita sudah sampai ya?" tanya Livia pelan sembari melepaskan seabelt yang entah kenapa menjadi sangat sulit dibuka. Rey menggelengkan kepala pelan lalu membantu melepaskan seatbelt Livia.

"Makanya jangan kebanyakan melamun, hal se-simple ini jadi susah kan?" gerutu Reynand. Livia tersenyum samar saat Rey mendongakkan wajahnya untuk menatapnya.

"Sebenarnya kau ikhlas membantu atau tidak sih, Rey? Kenapa mengomel seperti itu?" balas Livia ketus membuat Reynand terkekeh.

"Aku ikhlas, Liv. Sangat ikhlas malah. Hanya saja aku ingin menceramahi-mu agar tidak terlalu banyak bengong"

"Baiklah, Pak Guru. Saya mengerti" ujar Livia lalu memutar bola matanya acuh.

"Sudahlah, ayo turun! Aku harus segera kembali ke rumah sebelum orang rumah curiga" sahut Rey sambil menarik tangan Livia kedalam hotel.

"Maaf merepotkanmu, Rey. Kau pasti mendapat banyak masalah hanya untuk membantuku selama ini" gumam Livia pelan yang masih didengar Rey. Rey menghentikan langkahnya dan memutar badannya menghadap Livia. Rey menatap gadis itu lekat.

"Jangan berbicara seolah-olah kau adalah hama, Livia! Kau tau kau lebih berharga dari berlian sekalipun. Kau tidak merepotkanku, aku malah senang bisa membantumu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau malam itu aku tidak bertemu denganmu. Mungkin sekarang aku sama bingungnya dengan Mike dan semua orang yang mencarimu!" Livia menatap kedalam mata Rey, benarkah laki-laki itu akan mencarinya juga saat dia menghilang.

"Kenapa menatapku seperti itu, Liv? Kau pikir aku berbohong?" Livia menggeleng pelan.

"Aku hanya memikirkan ucapanmu, Rey"

"Ucapanku yang mana?..euh Liv..lebih baik kita ke kamarmu sekarang. Kita bicara disana" Livia mengangguk dan hanya mengikuti Rey yang berjalan didepannya. Mereka langsung menuju lantai 7, lantai dimana kamar Livia berada.

"Jadi..kau memikirkan ucapanku yang mana, hm?"

"Soal yang kau bilang bahwa aku bukan 'hama'..."

"Ya, memang bukan. Lalu masalahnya dimana?"

"Kau salah, Rey. Aku memang hama. Aku menyulitkan semua orang. Mungkin aku menyulitkan orang tua kandungku sehinga mereka membuangku, aku menyulitkan Mom dan Papa Aldrian..aku menyulitkan Mike juga kau. Lalu sebutan apa yang pantas untukku?" Rey menghela nafas berat. Sepertinya mental gadis dihadapannya ini sangat down. Rey merengkuh bahu Livia dengan kedua tangan kekarnya dan menatap matanya dalam-dalam.

[ 4 ] Only With My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang