Les Misèrables [2]

583 60 2
                                    

Reza mengunci kamarnya, lalu melayangkan tinjunya pada dinding berwarna putih di depannya, dinding itu retak sedikit. Bahkan Reza juga bisa mendengar ada tulang yang retak saat ia menghantam dinding itu.

Tapi sungguh Reza tidak peduli. Kekalapan sudah menyelimuti dirinya. Lelaki itu meninju dinding itu sekali lagi, dua kali, tiga kali, berkali-kali. Tidak peduli darah segar telah melumuri tangannya, tidak peduli setelah ini tangannya patah. Setelah itu, Reza meringis, menjambak rambutnya frustasi dan berakhir dengan tubuhnya yang merosot ke bawah.

"Ma, Moli udah ketemu sama Rethan," suara Reza tercekat, mati-matian ia untuk tidak melakukan hal yang lebih dari ini, bunuh diri misalnya.

"Mereka udah ketemu. Selanjutnya kayak gimana," suara Reza berubah lirih, penuh kesakitan. "Reza udah gagal. Dari awal, Reza udah gagal, Mah. Reza gak becus jaga Moli..."

Reza meringis pilu. Meremas apapun yang ada di dekatnya untuk menyalurkan rasa sakit ini, namun rasanya hal itu tidak berhasil.

"Maafin gue, Dek. Gue udah jerat lo." Reza berbisik lirih, seolah di hadapannya ada Moli yang sedang duduk manis menatapnya.

Reza tahu, dia bodoh. Dia merasakan firasat buruk akan Moli tadi pagi sehingga ia melarang Adiknya untuk keluar rumah bersama Vanya, bermaksud melindungi Moli dari firasat buruknya. Dan bodohnya lagi, malam tadi Reza pergi, melakukan rutinitas malamnya dan meninggalkan Moli sendirian. Dimana hal itu awal dari pertemuan Moli dan Rethan.

***

"Kak Reza, kakak kenapa?!" Moli jatuh berlutut, menggengam tangan Reza yang telah terbalut darah yang sudah mengering.

Reza diam, tidak menjawab dan tidak juga melawan tangannya digenggam oleh Moli. Genggaman itu seolah obat dari luka ditangannya dan mungkin juga, hatinya.

"Sebentar," Moli meninggalkan Reza, berlari terburu-buru, memanggil Bibi, menanyakan dimana letak kotak P3K dan kembali ke kamar Reza dengan napas satu-satunya.

"Ini mungkin sedikit sakit," gumam Moli, mengeluarkan permen lolipop merah bergambar kaki lalu memasukkannya ke mulut Reza. "Kakak gigit aja permennya, pengalihan rasa sakit luka Kakak nanti."

Moli mulai membuka kotak P3K, mengeluarkan kapas, alkohol dan juga kain kasa. Pelan-pelan Moli meletakkan tangan Reza di atas pahanya, meniup-niup sebentar lalu mengoleskan alkohol sedikit demi sedikit.

"Kalau sakit, Kakak bilang aja." kata Moli, meski Reza diam tak bereaksi, namun Moli masih sempat merasakan badan Reza menegang kala ia menuangkan cairan itu ke luka Reza.

Moli dengan lembut, mengerahkan segala kehati-hatiannya, mengobati luka Reza. Membersihkan darah yang merebak, menuangkan alkohol, meniupnya pelan, mengelusnya dan...

Air mata Moli menetes, satu tetes, dua tetes, bahkan tiga tetes. Ia menundukan kepala, menahan isak tangisnya. Mengobati Reza seperti ini ternyata mampu menghantarkan ingatannya pada empat tahun yang lalu. Dimana kehangatan itu masih melekat, dimana kasih sayang itu masih terasa melimpah, dimana kata-kata Kakak sayang kamu masih sering terucap.

Moli diluar kendalinya, mencium luka Reza sebelum ia membalutnya dengan kain kasa. Moli sedikit-banyak terhenyak, merasa de javu. Peristiwa semacam ini, sering terjadi di empat tahun silam, sama persis, mengingat Reza yang begitu bandel, hanya saja keadaan yang sedikit membedakannya sekarang.

Reza menarik tangannya, "Keluar."

Moli tercengang begitu Reza menarik tangannya dari genggaman Moli. Moli tidak mengerti, kenapa?

"Tapi itu belum selesai, Kak..."

"Keluar, Moli." suara Reza terdengar tegas dan tak terbantahkan.

Les MisèrablesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang