Setelah mengantarkan dan memastikan Moli masuk ke dalam rumah dengan selamat, pun Rethan mengendarai mobilnya menuju basecamp-nya bersama Agi juga Edgar. Berhubung besok akhir pekan, sudah dipastikan Agi dan Edgar tidak menginap di basecamp mereka. Agi pasti memilih untuk menginap di rumah kekasihnya, Chyntia, mengingat Chyntia sudah kembali dari seminggu yang lalu dari Sydney, setelah mendapatkan cuti dari kuliahnya.
Edgar, pasti sedang sibuk bermain play station bersama saudara-saudaranya yang acap kali datang sewaktu libur akhir pekan. Dan Rethan akan menghabiskan libur akhir pekan seorang diri, seperti biasa.
Mematikan mesin mobil, Rethan berderap menuju pintu utama. Basecamp terlihat gelap, karena lampu depan tidak sempat dihidupkan. Namun, dibalik keremangan itu, Rethan bisa melihat ada seseorang yang berdiri membelakanginya, diteras basecamp.
Siapa?
"Aan?"
Oh. Rethan tahu.
Cuma dia yang memanggil Rethan seperti itu.
"Rethan." laki-laki itu mengoreksi. "Ada apa kamu kesini?"
Gadis berambut cokelat gelap itu tersenyum lemah, "Aku kangen sama kamu, An,"
Rethan tertawa mendengus, Rethan tidak akan terjebak di lubang yang sama lagi. Meski Rethan juga tidak dapat memungkiri bahwa jauh di dalam lubuk hatinya, ia juga merindukan gadis itu, Thala.
"Permainan apa lagi sih, Tha?" Rethan tertawa meremehkan. "Selama empat bulan menghilang, dan tiba-tiba sekarang kamu ada di depan aku? Bilang kangen?"
"Ini bukan permainan, Aan. Aku melakukan semuanya dengan alasan. Dan kamu tau kan alasan itu," Thala mendesah lelah. "Jangan menyudutkan aku terus."
"Iya, alasan. Alasan kamu pergi buat kejar Panji, 'kan?" Rethan membakar puntung rokoknya, menghisap dalam-dalam sebelum menghembuskannya, melebur bersama udara. "Pergi dengan alih-alih lanjutin pendidikan ke luar, karena kamu mau nyusul Panji-- jangan tanya aku tau darimana, itu sama sekali nggak penting."
Hatinya tertohok. Bagaimana lagi untuk meyakinkan Rethan bahwa ia benar-benar menyesal? Thala sudah berusaha untuk menjelaskan, namun Rethan dengan sikap egoisnya, selalu menghindar. Tidak mau mendengar penjelasannya barang sepatah katapun. Bohong jika Thala tidak frustasi menghadapi ini, jelas gadis berambut cokelat gelap itu kalang kabut.
"Nggak bisa buat percaya sama aku, An? Kali ini aja, tolong.." Thela menggigit bibirnya, menahan rasa sesak yang sudah menelusup.
"Aku udah kasih kamu kepercayaan, dan kamu sendiri yang mengambil keputusan, lari dari hubungan ini demi laki-laki sempurna itu." Rethan tergelak. "Dengar ya, Tha, seseorang yang pergi tanpa pamit itu gak berhak buat kembali. Nggak, setelah kamu nggak berhasil dapetin Panji."
Bersamaan dengan selesainya kalimat Rethan, gadis itu menabrak tiang penyangga rumah, air matanya kian banyak menitik. Dan dengan susah payah ia menutupi wajahnya sendiri. Ini bukan penolakan yang pertama, ini penolakan ketiga sejak kebodohan Thala, empat bulan yang lalu.
Rethan membuang puntung rokok yang sudah mengecil lalu menginjaknya dengan sepatu yang ia kenakan hingga menyisakan abu. Mati-matian Rethan untuk tidak memeluk gadis itu, ada perasaan yang menghalanginya. Perasaan kecewa dan marah. Kecewa mengetahui Thala menyimpan rasa pada saudaranya, dan marah karena Thala berkhianat begitu saja.
Kesalahan seperti itu tentu saja tidak dapat Rethan terima, meskipun beribu maaf telah dilontarkan.
"Pulang sana, aku udah telfonin taksi."
Thala mengangkat wajah, menatap laki-laki yang lebih dulu menatapnya, dengan tatapan datar. Thala tersentak, ada yang hilang. Maka dari itu Thala berderap menuju Rethan, dan memeluknya erat. Menangis lebih hebat dari yang tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Les Misèrables
Teen FictionAda begitu banyak orang, yang kita temui dalam hidup. Bermacam-macam; yang datang, yang pergi, yang sekadar singgah, yang masih menetap, yang dijatuhi cinta, yang menjatuhi cinta, yang datang lalu pergi lagi, yang pergi lalu ingin kembali lagi, yan...