Gadis dengan rambut dikucir satu seperti ekor kuda itu, mengetuk pintu rumah seseorang. Rumah dimana ia dibawa oleh si penculik yang notabenenya adalah teman dari Reza. Sekaligus rumah yang mempertemukannya dengan Rethan. Laki-laki sok kuat yang menyimpan segala kesedihannya sendiri.
Setidaknya, asumsi Moli terhadap Rethan begitu.
"Eh," Edgar langsung terperanjat saat membuka pintu. Mendadak perutnya melilit sakit, merasa malu karena pernah membawa secara paksa gadis tersebut ke dalam rumah ini.
"Hai." Moli menyapa ramah, seolah tidak ada hal yang terjadi di antara mereka. Seolah Moli biasa saja saat-sempat dijadikan bahan taruhan oleh Edgar dan teman-teman. Kecuali Rethan.
Edgar kikuk, menggaruk tengkuknya yang Moli yakini tidak gatal itu. Mengerti akan kondisi yang sedang tercipta, pun Moli berinisiatif untuk mengulurkan tangannya, berniat menjabat tangan Edgar.
"Gue Moli. Masalah kemaren emang gak oke, tapi gue gak dendam sama lo, jadi lo gak usah canggung gitu." Moli cengengesan, meski dalam hati sempat berpikir ingin menonjok Edgar karena berani-beraninya menculiknya.
"Gue Edgar," Edgar menjabat tangan Moli sejenak. "Gue minta maaf buat kejadian kemarin lusa, Mo."
Moli mengangguk.
"Lo ada apa datang kesini?" Edgar mulai terlihat lebih rileks. Mempersilahkan Moli untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Gue mau ketemu sama Rethan. Rethannya ada?"
Moli bisa melihat kening Edgar berkerut dalam dua detik, "Rethan? Rethan lagi nggak disini."
"Jadi dia dimana?"
Edgar mengedihkan bahunya, "Kayaknya dia berantem lagi sama nyokapnya, soalnya kemarin dia gak pulang kesini."
"Jadi dia pulang kemana?" Moli semakin mengorek informasi tentang Rethan.
"Dia pulang ke rumahnya. Setiap dia lagi ada masalah, dia gak pernah datang ke gue ataupun ke Agi. Dia pasti selalu ke rumah itu, karena di dalamnya ada cewek yang Rethan sayang setelah nyokapnya," Edgar menjedakan ucapannya sejenak, mengambil napas dan menghembuskannya. "Dan satu-satunya cewek yang ngerti keadaan Rethan."
Moli terhenyak, kalimat-kalimat terakhir dari Edgar terputar beberapa kali di ingatannya, menghantuinya. Oke, jangan sebut perasaan Moli dengan Cinta dulu, karena jatuh cinta gak mungkin secepat ini, 'kan? T-tapi kalau bukan Cinta, apa lagi namanya?
Kalau bukan Cinta, kenapa saat Moli pertama kali menatap mata Rethan, ia merasa terlengkapi? Kotak puzzle nya seolah menemukan potongan terakhir.
Dan kalau bukan Cinta, rasa sakit apa yang sedang menjalar di hatinya saat ini?
"Cewek?" Moli membeo.
"Iya, namanya Abel. Gue sedikit-banyak bersyukur Rethan ketemu sama Abel disaat-saat Rethan benar-benar terpuruk bahkan hampir gantung diri di dalam kamarnya. Gue rasa, Abel itu malaikat yang dikirimin sama Tuhan buat Rethan, buat jaga Rethan di dunia."
Moli menelan salivanya pahit. Di mata Edgar, terpancar kekuatan kasih sayang antara Rethan dan Abel. Moli bisa melihatnya dengan jelas. Dan pasti Edgar sedang membayangkan dahsyatnya kasih sayang yang mereka curahkan satu sama lain.
"Rethan itu kesepian. Dari kecil dia udah sendiri. Topengnya aja sok kuat, padahal beban yang dia tanggung berat. Itu kenapa alasannya gue mau jadi teman Rethan. Bukan karena gue kasihan, tapi karena dia secara nggak langsung, memotivasi hidup gue." Edgar menyungingkan senyumnya.
"Rethan itu sebenarnya nggak kesepian. Dia gak benar-benar sendiri. Buktinya, disekeliling dia banyak orang-orang yang peduli sama dia. Dianya aja yang udah pesimis duluan, nganggep dia yang paling menderita, Gar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Les Misèrables
Teen FictionAda begitu banyak orang, yang kita temui dalam hidup. Bermacam-macam; yang datang, yang pergi, yang sekadar singgah, yang masih menetap, yang dijatuhi cinta, yang menjatuhi cinta, yang datang lalu pergi lagi, yang pergi lalu ingin kembali lagi, yan...