Delapan

10.2K 384 25
                                        

"Kumohon jangan usik keluargaku, Hans.. Aku sangat mencintai Zia dan Rizki. Aku tau dia darah dagingmu, tapi aku menyayanginya seperti anakku sendiri. Kumohon, Hans.. Biarkan kami membuka lembaran hidup kami. Kamu boleh menemui Rizki, tapi jangan ambil dia dariku. Aku janji, suatu saat nanti dia akan tau kamulah ayah kandungnya."

Kini aku berdiri di hadapan Hans, merendahkan diri. Aku sudah berpikir matang-matang. Aku harus mempertahankan keluargaku. Apapun masa lalu Zia, aku sudah menikahinya dan dia adalah tanggung jawabku.

Hans terdiam menatapku.

"Sudah kamu tanyakan pada Zia apa dia juga mencintaimu?"

"Hans, kumohon.. Relakan Zia.. Kami baik-baik saja sebelum kehadiranmu."

"Kamu pikir aku akan melepaskan mereka untukmu? Rendi, pikir baik-baik sebelum bicara denganku."

Hans tersenyum kecut lalu meninggalkanku.

>>

Plaakk!

Aku memegang sudut bibirku. Zia menatapku penuh amarah.

"Hans sudah cerita semuanya! Buat apa kamu mengemis sama Hans? Bodoh! Kenapa kamu lakukan itu, Ren?!" seru Zia sambil terisak.

Aku hanya terdiam.

"Sudah kubilang aku nggak akan ninggalin kamu!"

"Aku nggak perlu balas budimu." jawabku datar.

"Siapa yang balas budi? Aku menyayangimu, Ren. Kamu satu-satunya orang yang bisa mengerti aku."

"Ya. Aku sahabatmu yang paling baik kan?" tanyaku dengan sorot mata tajam.

Zia semakin terisak. "Lebih dari sahabat, Rendi... Aku menyayangi kebaikanmu. Aku menyayangi perhatianmu. Aku menyayangi suamiku lebih dari sekedar sahabat... Aku bisa belajar mencintai kamu..."

Aku tersentak. "Zia.. kamu..."

Zia langsung memelukku.

"Katakan kamu mencintaiku, Ren! Kenapa kamu nggak pernah bilang? Kenapa aku harus tau dari mulut orang lain?"

Aku membalas pelukan Zia.

"Sejak dulu aku mencintaimu, Zi.. Sangat mencintaimu.."

Entahlah. Hatiku begitu lega setelah mengatakan perasaanku yang sebenarnya.

"Kita buka lembaran hidup kita yang baru, Ren?" tanyanya setelah melepas pelukanku.

"Hans?" tanyaku gusar.

"Hans akan lebih sering di luar negeri mengurus bisnisnya. Dia hanya minta sesekali diijinkan untuk menemui Rizki."

"Aku bahkan mengijinkannya menyayangi Rizki. Aku takkan bisa mengingkari darahnya yang mengalir di tubuh Rizki. Hans tetaplah ayah kandungnya."

"Dan kamu juga ayah yang sangat disayanginya." ucap Zia tersenyum.

"Papaa..."

Rizki berlari kecil dan langsung memeluk kakiku. Aku langsung membungkuk dan menggendongnya. Rizki memeluk leherku dengan erat.

"Lihat sendiri kan? Aku saja kalah denganmu." komentar Zia.

Tiba-tiba Rizki mencium pipiku.

"Mama juga dong, sayang." pintaku.

Rizki pun maju dan mencium pipi kanan Zia. Begitu Rizki mundur aku buru-buru mengecup pipi kirinya.

"Ih, Papanya nggak mau kalah!" seru Zia.

"Malam ini kita bikin adik buat Rizki yuk?" godaku.

Zia melotot lalu mencubit lenganku. Kami pun tertawa bersama.

Mungkin Zia bilang pengorbananku terlalu banyak untuknya. Tapi sesungguhnya aku tidak berkorban, Zia. Aku hanya mencintaimu. Itu saja yang kutahu.

>>>

End

CINTAKU UNTUKMU, ZIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang