LIMA

1.2K 123 11
                                    

Hari itu SMA Rakuzan digegerkan dengan berita kematian seorang siswi kelas 2-A. Gadis itu ditemukan mati dengan sayatan yang cukup banyak disekujur tubuhnya di toilet wanita. Berita kematian siswi itu tentu saja membuat geger seluruh murid SMA Rakuzan.

Di tangan siswi itu ditemukan sebuah surat. Surat yang sepertinya ditulis oleh sang pembunuh itu.

Aku akan datang.

Dalam kegelapan malam.

Energy hitam yang menyelimuti jiwa.

Akan datang menjemput mereka yang lemah.

Tanpa mengenal rasa ampun.

Hari dimana akan datang sebuah pembalasan.

Surat yang begitu mengerikan ditulis dengan darah korban. Hanya seorang pembunuh keji yang mampu melakukan hal ini. Setelah memotong nadi korban, ia juga menyayat-nyayat tubuh korban hingga korban itu meninggal karena kehabisan darah.

Di depan toilet wanita itu sudah berkumpul banyak siswa siswi yang penasaran akan penemuan mayat di toilet wanita yang ada di lantai 2. Para guru sudah menyuruh seluruh murid untuk kembali ke kelasnya masing-masing karena sebentar lagi jam pelajaran pertama akan dimulai.

Beberapa guru langsung memasuki tempat siswa itu terkapar dengan darah yang menggenang di lantai toilet. "Semuanya kembali ke kelas kalian masing-masing!" tegas pak Shoichi, kepala sekolah SMA Rakuzan, "dan guru Shi, cepat hubungi polisi!"

"Tidak, sebaiknya jangan hubungi polisi," tegas sebuah suara. Ternyata itu adalah Akashi Seijurou. Pria itu berdiri dengan gagahnya di depan toilet wanita.

"Maaf Akashi-san, tapi kita harus segera menghubungi polisi, jika tidak, orang tua siswi ini akan menuntut sekolah ini karena membiarkan anaknya mati sia-sia," ucap sang kepala sekolah dengan bijaksana, walau di dalam hatinya ia merasa ketakutan juga saat dipandangi oleh Akashi seperti itu.

Akashi berjalan mendekati gadis yang terkapar di lantai toilet itu. Ditempelkannya jari telunjuk dan tengahnya pada leher korban untuk mengecek apakah gadis itu sudah benar-benar tewas atau hanya dalam keadaan kritis akibat kehabisan darah. "Dia masih hidup. Segera hubungi ambulance dan jangan biarkan polisi mengetahui hal ini. Biar aku yang mengurus masalah ini," Akashi membungkuk untuk mengambil surat yang ada di genggaman sang korban.

"Akashi-san, apa kau bermaksud untuk melindungi pelaku pembunuhan ini?" tanya seorang guru.

"Tidak sensei. Saya hanya tidak ingin semua orang menyalahkan kelas buangan itu karena siswa yang menjadi korban adalah anak kelas A. Seluruh siswa pasti akan menyalahkan kelas F, karena hanya murid yang ada di kelas itu yang paling dikucilkan oleh kami, anak kelas A. Walaupun tidak menutupi kemungkinan yang lain kalau anak ini mungkin memiliki musuh tersendiri, tapi jika ini memang dendam pribadi, orang itu pasti tidak akan meninggalkan surat seperti ini," dimasukkannya surat itu kedalam saku blazernya.

Beberapa orang disitu mengangguk setuju dengan ucapan yang dilontarkan oleh Akashi. Entah mereka benar-benar setuju atau karena mereka takut dengan tatapan tajam yang Akashi lontarkan pada mereka.

"Baiklah, saya permisi," tanpa menunggu tanggapan dari guru-gurunya, Akashi langsung meninggalkan tempat itu.

***

Terlukanya seorang sisiwi kelas A dengan prestasi terbaik di bidang ballerina benar-benar menggemparkan sekolah ini. Semua anak seolah kompak menuduh bahwa pelakunya adalah salah satu murid yang berada di kelas F. Entah siapa penyebar gossip pertama itu, yang jelas gossip yang sedang hangat menjadi pembicaraan seluruh siswa SMA Rakuzan adalah kalau siswi itu dibunuh oleh Rose. Karena tadi pagi Rose tidak datang terlambat dan ia datang saat sekolah masih sepi. Hanya penjaga sekolah dan petugas kebersihan yang mengetahui soal kedatangan Rose di pagi itu. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai alasan kenapa Rose bisa datang sepagi itu ke sekolahan disaat yang bersamaan dengan terlukanya seorang siswa kelas A.

Karena gossip itu, kepala sekolah memanggil Rose ke ruangannya. Disana sudah ada Shoichi yang menunggu kehadiran Rose sejak tadi. Tok! Tok! Tok! "Masuk!" seru Shoichi.

"Maaf pak, apa anda memanggil saya?" tanya Rose saat ia sudah berdiri di depan meja kepala sekolah.

"Silahkan duduk," Shoichi menunjuk bangku yang ada disebelah Rose. Setelah melihat Rose duduk, Shoichi langsung memulai pembicaraannya, "apa kau sudah mendengar soal terlukanya siswi bernama Anata Kiria dari kelas 2-A?"

Rose mengangguk, "ya, dan kabarnya mereka menyalakan saya atas terlukanya salah satu siswi berprestasi di SMA ini," ucap Rose langsung pada pokok pembicaraan.

Shoichi berdeham untuk mengembalikan wibawanya. Ia tidak ingin terlihat sebagai kepala sekolah yang mudah terpengaruh dengan gossip yang disebarkan oleh anak didiknya, walaupun begitu, pada kenyataannya, alasan Shoichi memanggil Rose kemari itu untuk menanyakan kehadiran Rose di sekolah pada pagi hari.

"Saya ingin bertanya, apa alasanmu datang sepagi itu?"

"Jika saya jelaskan juga bapak tidak akan percaya kepada saya," ucap Rose.

"Tapi jika kau jelaskan, saya-"

"Apa? bapak mau melindungi saya dari tuduhan pembunuhan berencana atau apa?" Rose bertanya balik, membuat Shoichi diam seribu bahasa. "Saya yakin bapak tidak akan mau serepot itu mengurusi saya, pak."

BRAK! "DENGAR YA! KASUMI KIMIKO! Saya akan melindungi kamu dari tuduhan ini jika kamu benar-benar tidak bersalah! Maka dari itu kamu harus menjelaskan semuanya pada saya. Apa yang kamu lakukan pagi tadi?!" amarah Shoichi benar-benar tersulut dibuatnya. Anak didiknya yang satu ini benar-benar mempunyai bakat untuk membuatnya kesal.

Rose langsung bangkit dari duduknya, "maaf pak, tapi keberadaan saya disini tidak ada gunanya. Sekeras apapun saya menjelaskan kepada bapak soal apa yang saya lakukan di sekolah pada pagi hari, bapak tidak akan percaya, karena pelaku yang sebenarnya sedang mengarahkan semua bukti pembunuhan ini kepada saya. Permisi," tanpa memedulikan teriakan dari kepala sekolahnya, Rose langsug pergi.

Saat keluar dari ruang kepala sekolah, Akashi sudah menunggunya diluar sejak tadi, "apa kau mau menceritakannya padaku?" tanya Akashi.

Rose langsung melemparkan pandangan yang tidak bersahabat pada Akashi. Begitu dingin dan penuh kebencian, "kau sama saja seperti mereka," saat Rose akan beranjak pergi, Akashi menahannya, "jangan pernah samakan aku dengan mereka. Camkan itu baik-baik," ucap Akashi penuh penekanan disetiap katanya.

"Aku akan berusaha melindungimu sampai semua fakta terungkap, jadi kau jangan berani-beraninya menjauh dariku," ditariknya lengan Rose hingga tubuh gadis itu menubruk Akashi.

"Maaf, tapi aku tidak butuh perlindungan dari anak arogan sepertimu," didorongnya tubuh Akashi, tapi ternyata tenaga Rose tidak sebanding dengan kekuatan yang Akashi miliki. Merasa lelah karena tidak bisa menjauhkan Akashi, akhirnya Rose berucap seperti ini, "hey, dengarkan aku mr. Arogan. Jangan pernah kau berpikir kalau selama ini kegilaan yang aku lakukan itu karena aku menyukaimu. Semua itu kulakukan karena aku hanya mau menjahilimu saja."

Akashi tersenyum miring, "kalau begitu, bersiaplah. Aku akan membuatmu benar-benar jatuh cinta kepadaku. Kau akan mendekatiku karena kau merindukanku, bukan karena niatmu ingin menjahiliku," dilepaskannya lengan Rose, dan kali ini Akashi tidak menahan gadis itu saat ia pergi meninggalkan Akashi yang sedang tersenyum penuh misteri pada Rose.

***

Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang