ENAM

1.1K 117 5
                                    

Yosh! Semoga hasilnya bagus. Mohon bantuannya teman-teman. Jika kalian punya kritik dan saran, bisa langsung corat-coret di komentar.

Happy Reading ^-^


"Bagaimana pembicaraanmu dengan kepala sekolah tadi?" tanya Touya saat Rose baru saja tiba di kelas.

"Seperti yang kau tahu," jawab Rose sambil melemparkan pandangannya ke luar jendela. Saat ini ia sedang memikirkan siapa yang pertama kali menyebarkan gossip kalau ia adalah pembunuhnya? Kalau Rose bisa mengetahui penyebar gossip pertama itu, bisa dipastikan kalau si penyebar gossip itu ada hubungannya dengan tersangka utama.

"Touya?" panggil Rose setelah bungkam beberapa saat, "apa kau tahu siapa yang menyebarkan gossip itu?"

"Hmm... sepertinya cukup sulit jika kau menyuruhku untuk melacaknya, karena saat berita ini menyebar bagaikan bom yang langsung meledak dengan cepatnya," tutur Touya, "tapi... dengar-dengar si korban itu memegang surat yang isinya aneh gitu."

Rose langsung mengalihkan pandangannya ke Touya, "oh ya? Apa itu?"

"Etoo... aku sih juga kurang yakin ya, Rose. Soalnya aku juga tidak mengetahui dengan jelas isi surat tersebut. Intinya ada yang aneh saja dengan surat itu. Suratnya mungkin seperti sebuah ancaman yang terselubung."

"Ancaman. Yang terselubung?" gumam Rose. Berkali-kali Rose mencoba untuk menerka apa isi surat tersebut, tapi tetap saja, Rose masih tidak mengerti dengan apa yang dimaksud surat ancaman terselubung. Lagi pula, kalau itu surat ancaman, surat itu mau ditujukan pada siapa? Pada dirinya? Kalau begitu, kenapa harus repot-repot melibatkan anak kelas A segala? Tidak bisakah pelakunya langsung menerornya?

Berbagai macam pemikiran masuk ke dalam otak Rose. Kasus ini benar-benar menyita perhatiannya. Bahkan saat bel istirahat selesai berbunyi, Rose langsung keluar kelas. Ia tidak bisa mengikuti pelajaran jika kepalanya dipenuhi dengan hal lain.

"Jika saja... jika saja aku mengetahui apa isi surat itu, mungkin aku bisa tau apa yang akan dilakukan oleh si pelaku selanjutnya, karena aku yakin kalau ia memang berniat mengincarku, si pelaku pasti akan menetapkan target pembunuhan selanjutnya," karena menurut Rose, masalah kali ini belum 100% bisa menyudutkan posisinya.

***

Rose berjalan menuruni tangga. Ia berniat ke taman belakang sekolah untuk memikirkan cara yang dipakai si pelaku untuk menarik korban ke tempat kejadian, lalu menyebar luaskan berita mengenai pembunuhan itu direncanakan oleh dirinya.

"Rose-san," panggil seseorang. Otomatis Rose menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya.

"Ada apa?" tanya Rose dengan memasang ekspresi super dingin.

"Anooo... bisakah aku bertanya sesuatu kepadamu?" ucap Hikari sambil memandangi sepatunya. Ia tidak berani memandang lawan bicaranya secara langsung.

"Silahkan."

"Apa... kau benar-benar mencintai Akashi-kun?" tanya Hikari dengan suara yang lemah. "Jika tidak, bisakah kau tidak mengganggunya lagi? Aku takut kalau Akashi-kun jadi jatuh cinta padamu. Soalnya... kami akan segera bertunangan," Hikari menundukkan badannya, mengakibatkan air matanya yang sejak tadi sudah menggenangi matanya akhirnya tumpah juga, "aku mohon."

Tidak tega melihat gadis selembut Hikari menangis, Rose akhirnya mengiyakan permohonan Hikari, "baiklah. Aku tidak akan mengganggu Akashi lagi, aku permisi dulu," saat Rose ingin melanjutkan langkahnya, ada seseorang yang menarik pergelangan tangannya.

"Apa yang kau lakukan pada Hikari-san," ucap seorang pria bernama Yuta. Suaranya terdengar tegas dan tangannya mencengkram pergelangan tangan Rose dengan kencang.

"Bukan urusanmu. Lepas," Rose berusaha melepaskan cengkraman Yuta, tapi tidak bisa. Berkali-kali ia berontak, cengkraman Yuta malah semakin kuat terasa di pergelangan tangannya. "Lepas!" bentak Rose sambil menarik tangannya dengan kuat. Sangking kuatnya, Rose membuat tubuh pria itu menabraknya hingga mereka berdua jatuh, tapi untungnya tubuh pria itu hanya menabrak bahu kanannya saja, jadi tubuh Rose tidak terguling terlalu jauh.

Teriakan dari Yuta membuat seluruh murid kelas A keluar dari kelasnya. Saat melihat tubuh Yuta yang terluka parah akibat jatuh dari tangga, mereka kompak memandang ke arah Rose dengan tatapan benci. Seolah mereka menyalahkan Rose atas terlukanya salah satu teman mereka.

"Rose! Apa yang kamu lakukan!?" bentak Erick sensei saat mendapati anak didiknya tergeletak lemas diujung tangga. Dilihat dari keadaannya, sepertinya Yuta terluka parah. Kepalanya bocor, ada kemungkinan ia mengalami gagar otak.

"I-itu-" belum sempat Rose mengatakan kejadian yang sebenarnya, seorang siswi berteriak, "dia pasti sengaja mendorongnya sensei! Rose kan sangat membenci anak kelas A."

Mendengar ucapan itu, anak-anak kelas A langsung menyetujui tuduhan tersebut. Dari awal Rose memang tidak suka dengan seluruh penghuni kelas A, buktinya Akashi sering menjadi target keisengan Rose.

Bisik-bisikan setan mulai terdengar akibat seseorang yang memprofokasi kejadian tersebut, posisi Rose semakin tersudut. Tidak ada seorang pun yang percaya padanya, tapi bukankah dari awal Rose memang selalu dituduh melakukan hal yang tidak-tidak oleh orang lain? Tapi kenapa setiap tuduhan itu terdengar semakin jelas, hati Rose berdenyut sakit. Rasanya ia ingin menangis saat ini juga. Tapi itu tidak mungkin ia lakukan, yang ada semua orang akan menertawakannya.

"Ikut aku!" seseorang langsung menarik tangan Rose hingga gadis itu sedikit terseret-seret saat mengikuti langkah pria itu yang ternyata tidak lain dan tidak bukan adalah Akashi Seijurou.

Akashi terus menarik tangan Rose hingga mereka tiba di dalam gudang penyimpanan alat-alat olahraga khusus anak kelas A. Brak! Terdengar suara pintu dibanting. Dicengkramnya kedua bahu Rose, "apa yang kau lakukan, Rose."

"Tadi-"

"Kau tau! Kalau kau sampai bertindak ceroboh seperti tadi! Semua orang akan semakin menuduhmu yang tidak-tidak!" bentak Akashi.

"TAPI AKU BERSUMPAH KALAU AKU TIDAK MENDORONGNYA AKASHI-KUN!" teriak Rose frustasi. Sangking frustasinya, air mata yang sejak tadi Rose tahan akhirnya jatuh membasahi pipinya, "bukan aku... Akashi... bukan aku..." desis Rose yang disertai oleh isakan kecilnya yang mampu menorehkan luka yang begitu mendalam di hati Akashi.

Tidak sanggup melihat gadis yang biasanya selalu tampil ceria dihadapannya mendadak menangis seperti ini, Akashi langsung menarik tubuh Rose. Dipeluknya erat-erat tubuh yang mulai terasa lemah dan bergetar itu. Jiwa Rose pasti saat ini sedang terguncang karena masalah yang menimpanya semakin berat.

Diusapnya rambut gadis itu dengan lembut, lalu dikecupnya puncak kepalanya beberapa kali sambil membisikkan, "maaf... maafkan aku."

Bukannya berhenti, air mata Rose turun semakin deras. Isakannya yang tadi terdengar bagai bisikan yang sangat lembut, kini mulai terdengar jelas. Akashi melepaskan pelukannya, dipandangi wajah gadis yang ternyata selama ini sudah berhasil mengalihkan dunianya. "Menangis pun tidak akan menyelesaikan masalah," diusapnya air mata gadis itu, lalu dikecupnya bibir Rose sejenak, "aku berjanji akan membantumu menyelesaikan semuanya. Asal kau mau berjanji tidak akan menjauh dariku."

Rose hanya diam dalam tangisnya. Gadis yang biasanya berbuat onar disekolahnya saat ini mendadak berubah menjadi gadis lemah yang tak berdaya terhadap keadaan yang sudah dimanipulasi oleh oknum tertentu.

Akashi merogoh saku blazernya, lalu diserahkannya surat yang tadinya ada ditangan korban yang ditemukan di toilet wanita pagi tadi, "simpanlah ini, mungkin akan berguna untuk penyelidikan nanti," Rose menerima surat itu dengan pandangan hampa, seolah nyawanya masih terbang entah kemana, "pulang sekolah aku tunggu di kelasku. Kita pulang bersama. Aku tidak menerima penolakan Rose," sebelum meninggalkan Rose, Akashi mencium kening gadis itu lalu meninggalkannya seorang diri.

Just YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang