"Hoammmmmssss..." Rose meregangkan kedua tangannya. Sepertinya kali ini ia kesiangan. Mungkin karena kemarin Rose bekerja terlalu keras di café dan malamnya, Rose malah sibuk menyelidiki surat aneh itu.
"Ah, ya sudahlah,terlambat juga lebih baik dari pada harus datang lebih awal, tapi malah dituduh sebagai pembunuh," ucap Rose sambil menggosok-gosok matanya yang masih terasa lengket. Ingin rasanya Rose membolos sekolah hari ini, tapi kalau ia membolos, orang-orang pasti akan mengira kalau Rose lari dari masalah, dan itu akan semakin membuktikan kalau ia adalah pelaku dari tragedy mengerikan itu.
"Dari pada harus memusingkan masalah tidak jelas itu, lebih baik aku bergegas mandi lalau segera berangkat ke sekolah. Aku sudah sangat terlambat kali ini," gumam Rose pada dirinya sendiri.
Setelah selesai bersiap-siap, Rose segera berangkat ke sekolah. Jika orang pada umumnya akan berlari seperti orang kesetanan saat mengetahui dirinya terlambat, Rose malah berjalan dengan santainya sambil meminum susu pisang yang baru ia beli dari supermarket dekat rumahnya.
BRAK! Terdengar suara tabrakan yang sangat kencang tak jauh dari tempatnya berdiri. Melihat seorang anak kecil menjadi korban tabrak lari tanpa mendapat pertolongan dari orang-orang disekitarnya, Rose langsung berlari menghampiri anak kecil yang tergeletak lemah itu.
"Astaga..." desis Rose saat mendapati kepala anak itu bocor dan keadaannya sudah tidak sadarkan diri. Tanpa pikir panjang, Rose langsung membopong tubuh anak laki-laki itu dan ia segera berlari membawa bocah itu menuju puskesmas terdekat. Untunglah beberapa blok dari sini ada puskesmas.
"DOKTER! SUSTER!" seru Rose begitu tiba di dalam puskesmas. Mendengar teriakan Rose yang membahana itu, beberapa orang berpakaian baju suster langsung bergegas menghampiri Rose.
"Suster! Cepat tolong anak ini!" teriak Rose.
"Silahkan kemari," salah satu dari kedua suster itu menunjukkan ruang praktek sang dokter.
Rose langsung membaringkan anak itu di atas ranjang puskesmas dengan perlahan. Luka anak laki-laki itu cukup parah, menyebabkan tangan Rose berlumuran darah dari anak itu, bahkan blazer yang dipakai Rose sampai terkena noda darah yang cukup banyak.
"Apa yang terjadi pada anak ini?" tanya sang dokter yang sedang membersihkan luka anak tersebut.
"Dia korban tabrak lari," jawab Rose singkat.
Dokter itu tersenyum saat melakukan pekerjaannya, "sudah jarang ada orang yang mau menolong korban tabrak lari."
"Jangan berucap seperti itu, aku juga bukan orang baik," Rose melirik ke arah jam dinding. Pukul 08.12, jika ia bertemu dengan Erick-sensei di sekolah, ia pasti akan langsung ditelan bulat-bulat karena ia sudah sangat terlambat. Sempat terlintas di pikiran Rose kalau ia ingin pulang saja.
"Terima kasih ya sudah menolong anak ini," ucap bu dokter, "tapi akan lebih baik kamu kembali ke sekolah . Bukan maksud saya untuk mengusirmu, tapi saya yakin kamu sudah sangat terlambat untuk pergi ke sekolah. Saya bisa memberikan surat untuk pihak sekolah agar kamu tidak dihukum."
Rose menggeleng, "tidak perlu," tolak Rose, "berapa biaya pengobatan anak ini?" tanya Rose.
"Tidak usah, anggap saja ini sebagai tanda terima kasih saya karena kamu sudah menolong anak ini."
Rose mengangguk, "baiklah, saya permisi dulu." Sebelum benar-benar pergi dari puskesmas, Rose melepas blazernya dan mencuci tangannya di toilet. "Ck! Noda darahnya mengenai seragam putihnya," decak Rose sebal.
Krrriiiinnnggg... saat sedang mencuci tangannya, tiba-tiba ponsel Rose berdering, "moshi mos-" belum selesai Rose menyapa sang penelepone, ucapannya langsung dipotong dengan suara yang berat dan menyeramkan, "kau dimana?" glek! Pertanyaan yang sederhana itu membuat Rose menelan air liurnya dengan susah payah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just You
FanfictionYang aku mau, cuman kamu. Ya, hanya kamu. Aku tidak mau yang lain. Yang ku butuhkan hanya kamu seorang, Akashi Seijurou. Bisakah kau, melihatku sebagai seorang gadis? Bukan sebagai orang aneh yang biasanya kau lihat. Tidak bisakah kau mengabaikan ap...