Coba makek alur maju mundur cantik :v
Hari itu, banyak orang yang datang untuk melihat tempat peristirahatan terakhir teman mereka.
Touya menepuk pundak Rose, "sudahlah Rose, tidak ada gunanya kamu menangisi kepergiannya."
"Tapi karena aku... dia..."
"Sudahlah, tangisanmu juga tidak akan mengubah keadaan," ucap Touya sambil mengelus pundak sahabatnya.
Akhirnya Rose hanya mengangguk mengiyakan. Tapi walaupun begitu, ingatannya masih memutar kejadian kemarin, saat semua adegan kematiannya terlihat begitu jelas.
Seandainya... seandainya Rose tidak memutuskan untuk berlindung di tempat Akashi, semuanya pasti tidak akan seperti ini. Seandainya dulu Rose tidak mengganggu Akashi, pasti ini tidak akan terjadi. Dan... seandainya Rose tidak mencintai Akashi, rasa sakit ini pasti tidak separah ini.
Masih jelas dalam ingatannya saat itu Rose melihat seseorang di belakang Akashi, Rose langsung meneriakkan nama pria itu, tapi terlambat, karena teriakannya dan suara tembakan itu terdengar di saat yang bersamaan.
Sesaat Rose berpikir kalau tembakan itu akan membunuh Akashi, tapi di saat yang bersamaan, orang yang tadi di todong gunting oleh Akashi langsung mendorong tubuh Akashi hingga pria itu terjatuh, dan akibatnya peluru panas itu mengenai punggung orang itu. Tapi kalau dilihat dari rembesan darah yang mulai keluar
"K-kau... keterlaluan... Yuta...-kun," orang itu langsung ambruk di pangkuan Akashi.
Pria yang bernama Yuta itu angsung jatuh terduduk. Sepertinya mentalnya sedikit terguncang karena peluru panasnya sudah salah sasaran. Seharusnya peluru itu mengenai tubuh Akashi.
"Kenapa kau mau melakukan hal kotor seperti ini Hikari?" Tanya Akashi dengan suara yang dingin. "Aku yakin, kakekmu pasti sangat kecewa terhadapmu," kalimat yang diucapkan Akashi memang halus, tapi cara pengucapannyalah yang membuat Hikari merasa hina dihadapan Akashi.
Disela-sela rasa sakitnya, Hikari menangis sesugukan di pelukan Akashi, "a..aku... hanya mau... memilikimu... Akashi-kun..." ucapnya sedikit tersengal-sengal.
Tidak tega melihat gadis di hadapannya merasa sakit dan nyaris kehabisan nafas, akhirnya Akashi membuka tudungnya dan melepaskan topeng yang dipakainya. Setidaknya, udara dapat lebih mudah masuk ke tubuhnya, menurut Akashi yang walaupun sudah diketahuinya kalau hal itu tidak akan berguna.
"Aku... aku tidak mau... kau... dimiliki oleh gadis hina, uhuk!" Ucapan Hikari terhenti oleh batuknya yang mengeluarkan darah dari mulutnya, "Rose... tidak pantas... untukmu... Akashi-kun... akulah ya..ng.. pan..tas.. mendampingimu... uhuk! Uhuk! Uhuk!" Perlahan, pegangannya pada kemeja Akashi mulai mengendur, begitu juga dengan mata gadis itu yang perlahan-lahan mulai terpejam.
"Kau bahkan lebih hina darinya, Hikari," gumam Akashi, "semoga kau tenang di alam sana, Hikari," ucap Akashi dengan nada suara yang datar.
Rose yang mendengar perkataan Akashi langsung membungkam mulutnya sendiri dengan kedua tangannya. Ia tidak percaya, kalau semua kejadian gila ini sebagian besar adalah salahnya. Ia tahu, kalau sebenarnya Akashi dijodohkan dengan Hikari, tapi Rose berpura-pura tidak mengetahuinya dan bersikap tidak peduli akan hal itu. Dan sekarang? Jelas-jelas ia sangat menyesali sikapnya yang seperti itu.
Rose berpikir, orang-orang pasti akan menyalahkannya atas kematian Hikari Noriko, gadis panutan seluruh siswi SMA Rakuzan, dan kematiannya itu diakibatkan oleh Rose yang sudah merebut sesuatu yang sudah jelas milik Hikari. Walau semua kejadian ini jelas-jelas bukan salahnya, tapi Rose tetap berpikir kalau ini salahnya.
"KETERLALUAN KAU! ROSE! SEMUA SALAHMU!" Yuta yang tadinya duduk di ubin dengan pandangan putus asa, sekarang sudah berdiri sambil mengacungkan pistolnya pada Rose. "MATILAH KAU ROSE!" Teriak Yuta yang sarat akan kesedihan yang begitu mendalam.
"Percuma," ucap Akashi yang tetap pada posisinya, ia sepertinya tidak mau bangkit dari duduknya dan menyingkirkan senjata Yuta yang terarah pada Rose, "setelah menembak Hikari seperti tadi, kau pasti sudah merasa ketakutan, dan aku jamin, kau tidak akan bisa menembakan peluru itu," ucap Akashi dengan keyakinan penuh. "Lagi pula-"
"Berisik!" Bentaknya, "jangan menjadi orang sok tahu Akashi! Kaulah orang selanjutnya yang akan ku bunuh! Sebaiknya kau diam!"
Saat tangan Yuta mulai menarik pelatuk itu secara perlahan, Touya yang duduk bersandar tak jauh dari Rose akhirnya memutuskan untuk segera bangkit dan menerjang Rose.
DOR! Lagi-lagi suara tembakan terdengar.
"Touya!" Pekik Rose saat tubuhnya dan tubuh pria itu jatuh bersamaan saat suara tembakan itu terdengar. Walaupun tubuhnya terasa sakit semua akibat ditimpa tubuh berat Touya, tapi rasa sakitnya tak sebanding dengan rasa khawatirnya.
Lagi pula, Touya melakukannya juga demi menyelamatkan Rose dari peluru panas dan tentunya juga dari ubin yang keras dengan cara menaruh tangan kanannya di belakang kepala Rose dan tangan kirinya diletakkan di punggung Rose.
"Angkat tangan!" Seru sebuah suara yang mengagetkan Rose dan beberapa orang yang ada disini. Mendengar suara itu, Touya berusaha bangkit untuk berdiri.
"Polisi?" Ucap Rose sedikit heran saat berhasil berdiri.
"Aku yang menghubungi mereka sebelum masuk kesini," Akashi menjawab pertanyaan Rose yang sepertinya heran melihat kehadiran polisi di tempat ini, "kau pikir aku datang tanpa persiapan?" Pertanyaan Akashi akhirnya mampu membungkam Rose.
Setelah polisi berhasil menangkap para pelaku yang sudah menciptakan kegegeran di Rakuzan, akhirnya Rose sudah bisa terbebas dari masalah rumit yang menjeratnya.
Rose mengalihkan pandangannya pada Touya, "Touya? Kamu tidak apa-apa?" Tanya Rose dengan suara yang sedikit bergetar.
"Menurutmu?" Bisik Touya tepat di telinganya.
"Ish! Masih saja sempat bercanda," gerutu Rose yang membuat Touya tersenyum.
"Kalian bertiga, sebaiknya ikut bapak ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaan kalian," ucap salah seorang polisi.
"Saya baik-baik saja pak, tapi mungkin kedua teman saya butuh bantuan," Akashi menunjuk ke arah Rose dan Touya. "Saya permisi pulang dulu pak polisi, saya masih ada urusan," ucap Akashi yang sepertinya hanya bohong belaka. Sebenarnya ia tidak sanggup melihat kedekatan Rose dan Touya. Rasanya seperti ada api yang berkobar hebat di dalam hatinya.
Polisi itu mengangguk, "baiklah, mari ikut saya. Luka kalian berdua harus segera diobati," ucap polisi itu yang ditanggapi anggukan dari Rose dan Touya.
Saat pergi keluar pun, Rose tidak memandang ke arah Akashi sedikit pun. Memandang saja tidak, apa lagi berbicara. Dan tentu saja hal itu membuat hatinya sakit. Seolah usahanya tidak begitu dihargai oleh Rose.
***
Pendek aja... sisanya nyusul :v
KAMU SEDANG MEMBACA
Just You
FanfictionYang aku mau, cuman kamu. Ya, hanya kamu. Aku tidak mau yang lain. Yang ku butuhkan hanya kamu seorang, Akashi Seijurou. Bisakah kau, melihatku sebagai seorang gadis? Bukan sebagai orang aneh yang biasanya kau lihat. Tidak bisakah kau mengabaikan ap...