"Aku dan Al memutuskan untuk bercerai secepatnya"Ucap Brittany tegas--lepas dari sifatnya yang anggun dan selalu bertutur kata lembut
"Tunggu.. Apa maksudmu Bree? Al, jelaskan.. Apa yang terjadi?"Ucap David sembari menatap tajam yang anak semata wayangnya.
"Tidak ada kecocokan bagi kami. Dan lagi--suka atau tidak suka, kami akan tetap memutuskan bercerai"Ucap As dingin--mengabaikan tatapan menusuk dari Joanne dan David. Sedangkan Rick, ia memilih menatap wajah Brittany dengan pandangan yang sulit ditebak
"Apa yang kau lakukan pada Bree hingga ia menceraikanmu Al?"Ketus Joanne. Wanita paruh baya itu menatap Shock Al ataupun Brittany--ini hal yang bukan seperti yang ia impikan, dalam harapannya Joanne sangat ingin melihat Al dapat hidup bahagia bersama Brittany hingga akhir hayat nanti. Namun, saat ini?
"Ini bukan kesalahan Al. Ini kesalahanku.."
"Ini kesalahan kami berdua. Kami tidak bisa terus membohongi diri kami dengan tetap dalam hubungan ini--tanpa ada perasaan apapun. Aku--dan Bree, sudah memiliki pilihan kami masing - masing"Ucap Al tegas namun sedetik kemudian lelaki itu merasakan tamparan yang cukup kuat di pipi kanannya
Al menatap datar Joanne yang telah menamparnya. Tanpa ekspresi sedikit pun lelaki itu menatap Joanne tanpa merasa takut sedikitpun
"Itu karena kau tidak bisa menjaga istrimu!"Bentak Joanne kasar
"Tidak. Ini salah kami. Kami sudah memiliki pilihan kami sendiri bahkan sebelum kami memutuskan untuk menerima paksaan kalian untuk menikah. Tidak sadarkan kalian jika kami hanya terpaksa? Kami tidak bisa saling mencintai karena memang kami memiliki orang lain sejak awal!"Ucap Brittany dengan nada menunggu. Wanita hamil itu menarik tangan Al--seakan menunjukkan agar Joanne tidak melakukan tindakan kekerasan lagi terhadap Al
"Kalian pasti bercanda"Ucap David dengan kekehannya
"Kami serius. Kami sudah muak menuruti permintaan kalian. Kami selesai saat ini juga"Bentak Brittany
"Brittany.. Kumohon, Jika memang Al memiliki salah padamu, aku atas nama Ibu Al, meminta maaf. Dan kami mohon, jangan bercerai. Masih banyak jalan untuk menyelesaikan masalah"Ucap Brittany tegas
"Berhenti memohon Mom. Itu tidak akan membantu"Ucap Al namun dibalas tatapan tajam Joanne
"Dan bayi itu?..."
"Bayi ini milikku--dan seorang lelaki yang kucintai. Bukan Al!"Tegas Brittany memotong ucapan David. "Sebenarnya aku tidak memperdulikan hal ini. Karena setuju tidak setuju kami akan tetap bercerai. Jadi--izinkanlah kami bahagia... Dengan pilihan kami sendiri"Lanjut Brittany sembari menundukkan kepalanya
"Apa kau yakin dengan pilihanmu Bree? Daddy tidak ingin kau tersakiti suatu hari nanti"Ucap Rick setelah sekian lama tadi terdiam. Lelaki tersebut menyunggingkan senyum tipisnya terhadap sang anak semata wayang nya tersebut--Brittany, lantas mengusap kepala Brittany lembut
"Aku yakin Dad. Kumohon.."Ucap Brittany sendu--sembari tetap menundukkan kepalanya
"Well, mari kita menanggapi ini dengan bijaksana David.. Joanne"Ucap Rick sembari menatap kedua orang tua Al dengan senyum lebar. "Kini waktunya kita membiarkan mereka mimilih apa yang mereka inginkan. Mereka.. Sudah dewasa"
"Tapi Rick.."
"Jangan Egois David. Mereka juga berhak bahagia dengan pilihan mereka sendiri. Cukup mereka terbebani dengan perjodohan ini. Sekarang, kita tidak berhak ikut campur dalam pilihan mereka"Ucap Rick tegas. "Jangan fikirkan tentang kerjasama perusahaan kita--aku pastikan itu masih berjalan dengan baik tanpa ada masalah apapun"
"Bukan seperti itu Rick. Tapi--kita telah berjanji untuk saling menjodohkan anak kita jika kelak berbeda jenis kelamin. And Now?"Tanya Joanne gusar. Sungguh, tentang masalah perjanjian kerja sama perusahaan bukanlah apa yang ia fikirkan saat ini. Namun, perjanjian mereka di masa bangku kuliah--itu sulit untuk dilupakan
"Jangan egois. Aku tau--mereka sudah bisa menentukan jalan mereka sendiri"Ucap Rick lembut. "Well, Brittany--Al. Apa kalian membutuhkan bantuanku untuk mempercepat perceraian kalian?"Tawar Rick lantas dibalas pelukan erat dari Brittany
"I Love You daddy!"
"I love you too baby. Nah, sekarang. Waktu bagimu untuk memberitahukannya jika kau sudah bebas"
"Dia--?"
"Kau wanita yang pintar Bree. Tapi kau harus tau jika kepintaranmu itu menurun langsung dariku. I know all about Him. Jangankan dirimu, Kekasih Al pun aku sudah tau!"Ucap Rick sembari terkekeh. Al mengangkat sebelah alisnya sembari menatap lelaki itu bingung
"Dadd--"
"Aku mengerti jika kalian menjalani pernikahan ini setengah hati. Dan pada saat itu aku berjanji jika suatu saat nanti kalian ingin berpisah, aku akan menyetujuinya. Kalian.. Sudah waktunya untuk memilih jalan kalian sendiri"
***
Al menatap sekumpulan awan dari jendela pesawat. Lelaki itu mengehela nafasnya cepat. Sungguh--ia tidak sabar, ia ingin waktu cepat berlalu hingga semua ini cepat selesai
Seminggu sudah berlalu sejak proses percerainnya dengan Brittany selesai. Kini--ia resmi menjadi seorang duda. Dan untuk kehamilan Brittany, wanita itu masih belum mau mengatakan sejujurnya.
Jujur saja, sejak perceraian mereka, mereka kini lebih dekat. Bukan dekat dalam hal yang 'sensitif'. Mereka dekat seakan mereka adalah kakak beradik. Bahkan, pernah satu kali Al menemani Brittany berjalan - jalan ke pantai sesuai keinginan bayi di perut Brittany--hal ini tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Jangankan untuk pergi berlibur sejenak bersama Brittany, menganggap kehadiran Brittany disampingnya pun sangat jarang
Tidak ada perasaan lain. Hanya perasaan seperti kakak Adik. Dan Al bersyukur, masalah ini tidak berlarut terlalu lama
"Aku yakin ini tidak akan mudah. Tapi aku yakin kau tidak akan mudah menyerah untuk mendapatkan wanitamu lagi. Tetap berjuang Al! Walau aku tau siapa dia, aku ingin bertemu dengan wanita--yang entah beruntung atau tidak--bisa mendapatkanmu. Fighting!"
Al masih mengingat jelas ucapan Brittany dua hari yang lalu. Yeah, Al harus semangat!
***
Al menatap pagar rumah dari batu bata dihadapannya. Beberapa kali Al mencocokkan alamat di kertas yang ada di genggamannya dengan alamat yang tercantum di kotak surat mungil dihadapannya
Inilah tempatnya!
Al menghirup udara sejenak--to be honest, ia cukup gugup kali ini
Al mengulurkan tangannya lantas menekan bel rumah yang berada di samping kotak surat. Hingga bel ke tiga--masih belum ada tanda - tanda munculnya seseorang yang mungkin akan membukakan pintu setinggi dua meter tersebut.
Lelaki itu mendongakkan kepalanya--melihat area beranda rumah yang kosong dengan sedikit berjinjit.Dengan ragu--Al mendorong pelan pintu besi dihadapannya yang ternyata tidak terkunci. Lelaki itu memasuki beranda rumah dengan menggeret koper kecil di tangan kirinya. Well--ia hanya membawa koper kecil karena memang ia tidak akan bisa berlama - lama berada disini. Ia hanya akan menjemput seseorang, untuk membawanya kembali.. Ke 'rumah' yang sebenarnya
Dan sosok yang ia jemput sudah pasti adalah 'dia'. Wanitanya. Pemilik seluruh hatinya. Miliknya. Yuki Cavella Xederine
Al mengetuk pintu dihadapannya dengan tidak sabar. Hingga--entah ketukan keberapa kali, Al mulai lelah. Jetlag setelah beberapa jam berada di pesawat mulai ia rasakan.
Lelaki itu mendengus pelan--mungkin, mungkin Yuki sedang pergi. Dan ia akan menunggu disini, hingga kedatangan Yuki nantiAl menjatuhkan tubuhnya di kursi mungil dari kayu yang berada di beranda rumah Yuki. Lelaki itu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi
Well, sedikit lagi. Dan ia harap, tidak akan ada yang merusak momment bertemunya dengan Yuki, nanti