Enjoy!
-------------------------------
Narisha pov's
"Gue punya bad feeling soal Ray yang tiba-tiba ngedeketin lo! Harusnya lo paham itu Sha" kata Rello seraya menonjok pintu lokernya.
Gue mendengus seraya tersenyum sinis. "Damn it Rel! Gue gak tau siapa yang sekarang ada di hadapan gue" kata gue mengacak rambut frustasi.
Gue pun berjalan meninggalkan Rello yang masih mematung.
Pasalnya, pas gue baru aja masuk kelas, Rello langsung narik tangan gue kasar ke tempat yang lebih sepi. Dan ternyata dia malah negative thinking sama Ray, gue gak abis pikir.
***
Kening gue berkerut bingung, melihat ada mobil sedan terparkir rapih di depan rumah gue. Lalu karena penasaran, guepun berlari kecil memasuki rumah.
"Narisha" panggil sebuah suara yang sudah cukup familiar di telinga gue.
Gue menengok malas. "Ada apa mama datang kesini?"
Tiba-tiba saja mama mendekat dan oh- memeluk gue, seketika tubuh gue menegang.
Mama menatap gue lembut. "Maafin mama soal yang kemaren" kata mama pelan.
Gue melengos. "Narisha udah berusaha lupain kok"
"Dan lagi, mama mau kasih ini ke kamu.. tolong sampein ke papa ya" kata mama sambil menyerahkan sebuah amplop cokelat.
"Itu apa?" Tanya gue.
"Buka saja nanti, mama pulang dulu ya"
Setelah melihat dari jendela mobil mama sudah menjauh, meninggalkan pekarangan rumah, gue pun langsung membuka amplop tersebut.
Seketika lutut gue melemas, jantung gue rasanya berhenti berdetak. Gue ngerasa waktu berhenti, dan air mata gue siap meluncur.
Kartu undangan pernikahan.
Dengan air mata yang siap meluncur, gue langsung berlari ke kamar. Benteng pertahanan yang selama ini gue buat, seketika runtuh.
Kenapa gue gak pernah dikasih kebahagiaan?, pikir gue.
Entah kenapa, tiba-tiba aja suara di kepala gue menjawab.
Karena lo emang gak pantes buat bahagia.
Arrgh, gue benci suara-suara itu, belakangan ini suara itu sering bermunculan dan gue gak ngerti kenapa bisa begitu.
Tangisan gue semakin keras, kamar gue kini sudah hancur lebur. Pecahan kaca, buku berserakan, poster robek dimana-mana, gue bingung bagaimana caranya melampiaskan emosi gue ini.
Badan gue bergetar hebat, meringkuk diatas kasur gue pun mencoba untuk menutup mata dan terlelap.. tapi berkali-kali gagal.
Terdengar ketukan pintu.
"Siapa?" Kata gue pelan berharap orang yang mengetuk dengar.
"Ini bibi non"
"Mau ngapain sih bi?!" Teriak gue membentak dari dalam kamar.
"Non gak papa? Makan yuk bibi siapin"
Persetan. Gue lagi pengen sendiri.
"Aku gak laper! Bibi jangan ganggu aku!!"
Tidak terdengar lagi suara bibi, kini hanya keheningan yang menyelimuti gue.
***
Kenapa masalah datang bertubi-tubi? Disaat gue sedang bertengkar dengan Rello, kenapa harus ditambah dengan masalah mama yang sebentar lagi menikah? Ini gak adil.