Ray pov
Langkah gue yang terburu-buru membuat banyak orang di koridor memperhatikan gue, ditambah lagi banyaknya map dan tumpukan kertas yang gue tenteng mengundang tatapan bingung dari siswa maupun guru.
Dan tanpa memperhatikan kedepan, tiba-tiba saja gue menabrak seseorang dan tumpukan kertas yang gue tenteng tadi berserakan dilantai, bahkan beterbangan.
"Shit" umpat gue kesal, lalu tatapan gue beralih kearah orang yang barusan saja menabrak. "Kalau jalan liat-liat dong!" Kata gue kesal.
Wajah bersalah orang tadi tergantikan dengan raut bingungnya, yang bercampur kesal mungkin?. "Maaf? Tadi bukannya lo yang gak liat jalan?"
Alis gue bertaut menjadi satu, lalu gue menyeringai lebar. "Bisa-bisanya lo ngomong gitu, disaat yang salah itu lo" kata gue dengan nada mengejek.
Mulut cewe dihadapan gue membulat. "Kayaknya sekolah kita salah milih ketua OSIS!" katanya sambil melenggang pergi.
Tanpa menghiraukan kepergian cewe barusan, gue merapihkan kertas yang berserakan.
"Perlu bantuan? Maafin perlakuan Tisha, tapi gue akui yang salah itu lo.. bukan dia"
Mendengar suara seseorang yang akhir-akhir ini memenuhi pikiran gue, lantas gue mendongakkan kepala.
Gue menggaruk tengkuk leher. "Iya Sha, hehe" kata gue cengengesan.
Narisha tertawa kecil, sambil menyerahkan kertas yang sudah terkumpul. "Gue duluan Ray" katanya berlalu pergi.
Menatapi punggung Narisha yang perlahan menjauh, tiba-tiba saja terlintas pemikiran kalau- ah sudahlah.
Suara dehaman seseorang sukses membuat gue mengalihkan pandangan.
Gue mencibir kesal begitu mengetahui siapa orang yang merusak suasana indah ini, siapa lagi kalau bukan si anak setan 'Rendra' partner in crime gue.
"Seharusnya lo bisa mengingat, ini semua hanya permainan" katanya menunjukkan deretan gigi putihnya dengan tampang polos.
"Dan seharusnya lo tau, lo gak perlu ingetin gue"
Bagaimana bisa Rendra masih mengingat perjanjian konyol itu, gerutu gue dalam hati.
Tawa Rendra lepas. "Bahkan gue memang harus ngingetin lo"
Gue menjambak rambut frustasi. "Lupakan saja mengenai perjanjian konyol itu, gue turutin apapun kemauan lo, dasar setan kecil!"
"Gak semudah itu, lo bahkan belum membuktikan kalau Narisha jatuh hati sama lo. Gue akan sangat senang, kalau lo membuat dia nangis termehek-mehek"
"Gue turutin apapun kemauan lo Rendra! Asal batalin taruhan konyol ini!"
Mulutnya membentuk kata 'Woah'.
"Kita temenkan Ray?" Tanyanya dengan seringai licik.
Gue tergelak. "Kita lebih dari teman, bodoh!"
"Jadi, kalian bikin taruhan apa mengenai cewe gue?"
Terlihat Rendra menahan tawanya, dan gue yang sudah mati kutu bingung harus menjawab apa.
Pemilik dari suara berat dan di dominasi dengan ke kaleman barusan, adalah suara Rello.
"Taruhan bikin dia jatuh hati hm? Sulit gue akui, tapi Narisha melarang gue membocorkan status kita sekarang. Tapi karena pembicaraan kalian, sepertinya perlu diketahui.. Narisha itu pacar gue, sekarang"
Mendengar pernyataan Rello yang menohok, gue langsung nengok ke arahnya. "Lo gak usah ngaku-ngaku!" Kata gue menunjuk wajahnya.
"Apa gue keliatan main-main? Tapi maaf, lebih baik lo hentikan taruhan bodoh lo itu" kata Rello.