Enjoy!
-------------------------------
Narisha pov's
"Ray mending lo pulang deh" kata gue lesu.
Sedangkan Ray yang lagi asik nonton, mendongakkan kepala bingung. "Ngusir nih ceritanya?"
"Gue- em cuma, lagi males aja" kata gue asal.
Ray menghela nafas panjang. "Berapa kali gue bilang sama lo, kalau ada masalah gue akan setia membantu dan mendengar keluh kesah lo. Lo tadi ketemu Rello ya?"
Gue melotot kaget, tapi akhirnya mengangguk pelan.
Ray mengacak-acak rambut gue. "Mending lo berdua baikan deh, sana samperin kerumahnya! Gue pulang ya, bye princess.. jelek wlek!"
Gue menggebuk lengan Ray pelan, lalu mengantarnya sampe gerbang dan memperhatikan mobilnya yang menjauh perlahan.
Entah kenapa gue kepikiran perkataan Ray tadi, apa gue samperin aja si Rello? Tapi rasanya.. ah sudahlah, dengan nekat kaki gue pun melangkah memasuki pekarangan rumah minimalis yang sudah lama ditempati oleh sahabat gue.
Tok tok tok
Pintu terbuka perlahan, lalu ketika sepenuhnya terbuka lebar ada Rello yang kini wajahnya menegang.
Gue tersenyum lalu menggaruk tengkuk leher yang sama sekali tidak gatal.
"Ada keperluan apa?" Tanya Rello datar.
Gue nyengir. "Baikan aja yuk, gue kangen tau"
Kok gue gak degdegan kayak biasanya ya? Apa gue udah.. enggak enggak, pikir gue.
"Lo ngapain geleng-geleng?"
Gue menggeleng cepat mendengar pertanyaan Rello barusan. "Ya udah, kita baikan yaa" kata gue dengan puppy face.
"Emang siapa bilang kita marahan?" Kata Rello dengan senyum jahil.
Wajah gue merah padam menahan malu.
***
"Lo pada tau gak sih, kan katanya si Narisha cuma dijadiin bahan taruhan Ray" kata seseorang heboh.
"Ray yang ketua OSIS itu?!" Kata yang satunya lagi kaget.
"Hooh, seru abis kan"
Gue yang sekarang posisinya lagi di dalam bilik kamar mandi, hanya bisa terdiam sambil memikirkan kata-kata segerombolan cewe yang lagi heboh didepan kaca itu. Dengan muka datar dan berusaha bersikap biasa, gue membuka pintu toilet lalu berkaca. Sedangkan gerombolan itu, seketika langsung terdiam melihat gue baru aja keluar dari toilet.
"Hai" sapa gue ke mereka.
Mereka hanya mengangguk sambil cengengesan.
Dengan menghentakkan kaki kesal, gue jalan menghampiri Rello yang tadi gue tinggal sebentar.
Sesampainya gue di hadapan Rello, nafas gue memburu dan bibir gue mengerucut.
Dengan santai Rello mengacuhkan gue dengan menikmati Siomay-nya.
"Gue kesel tau ngga"
"Napa lagi sih"
"Itu tuh, ada yang gosipin gue" kata gue kesal.
"Bukannya lo udah biasa jadi bahan gosip, kalau famous mah emang gitu"
"Tapi kali ini tuh beda, mereka bilang Ray cuma jadiin gue bahan taruhan"
Seketika wajah Rello menegang, matanya melotot kaget. "Lo suka sama Ray?"
Gue menggeleng cepat.
"It means.. yes"
Sekarang gantian gue yang melotot kaget dengan mulut terbuka lebar. "Terserah lo deh, gue mau ke.. em- kemana ya? Kelas aja yuk Rell" ajak gue menarik Rello kasar tanpa sedikitpun memperdulikan teriakan marahnya.