Tidak mungkin!

773 33 0
                                    

Selamat membaca:)

Salam,
-ananda.p.a-

***

Liam Valdini

Gadis itu membuatku kesal setengah mati! Siapa lagi kalau bukan Gadis bocah sialan itu.
Dengan wajahku yang tampan begini, dia memanggilku 'om'. Shit! Dia buta atau bagaimana? Dia juga yang kemaren mengusir 'sarapan' ku. Kue yang dia berikan rasanya enak. Mengingatkanku pada dia yang pergi meninggalkanku. Meninggalkan kami.

Yang aku herankan, kenapa dia tidak takut padaku, sedangkan jelas-jelas mereka semua takut padaku. Apa dandananku kurang menyatakan bahwa aku seorang berbahaya. Ah tidak peduli lah!

Sekarang, Dafa dan Fairuz mengajakku ke rumah bocah itu. Mau apa mereka kesana? Mengajakku pula. Sekarang aku ada di depan pintu rumah Gadis. Menunggu penghuninya keluar setelah Dafa mengetok pintu.

Pintu terbuka, dan munculah nenek Imah -yang katanya Fai adalah neneknya Gadis- yang tersenyum seolah-olah menyambut kami. Aku menatap Dafa dan Fai dengan curiga, apa mereka sudah janjian dengan Gadis?

"Masuklah. Semalam Gadia sudah bercerita pada nenek."

Aku tidak peduli dengan ucapan nenek Imah dan masih menatap Dafa dan Fai dengan tatapan bertanya.

"Nanti kuceritakan, bos. Masuk saja dulu."

Baiklah. Nenek Imah masuk kemudian disusul kami.

"Gadis mana nek?" Fai bertanya pada nenek sambil menarik kursi yang akan ia duduki.

"Huh dia masih tidur. Kebiasaannya tidak pernah berubah. Jika malam tidak ada kegiatan, dia akan begadang entah untuk hal apa. Dan inilah jadinya, tidak bisa bangun pagi bahkan disuruh bangunpun sulit sekali."
Nenek bercerita panjang lebar. Jadi itu kebiasaannya. Huh, dasar bocah!

"Boleh tolong bangunkan Gadis? Nenek mau menyiapkan sarapannya." Teriak nenek dari dapur.

"Kau saja, Liam. Aku dan Fai akan membantu nenek. Cepat sana!" Ucap Dafa. Sebelum aku menolak, mereka sudah pergi ke dapur.

'Huh! Sebenarnya yang bos disini siapa? Seenaknya saja mereka menyuruhku.'

***

'Tok tok'

Sudah berapa kali aku mengetuk pintu kamar Gadis dan tak ada sahutan sama sekali. Dia tidur atau mati sih?

Karena kesabaranku sudah habis, kucoba saja membuka pintunya, dan...

'Cekleek'

...tidak dikunci. Kulangkahkan kakiku untuk masuk ke kamar Gadis. Kamar yang sederhana. Dan terlihat Gadis yang tidur sambil memeluk gulingnya.

Seketika muncullah ide yang sepertinya menarik. Kuambil kemucing yang tergantung, dan kuarahkan pada hidung Gadis.

Satu...

Dua...

Ti...

"Achimm!"

"Hahahahaha"

Belum sampai hitungan ketiga, Gadis sudah bersin. Dan tawakupun meledak melihat dia mengucek hidungnya.

"Ah siapa sih! Jangan ganggu! Masih pagi!"

Dan tawaku seketika berhenti menjadi tawa kecil. Aku baru menyadari bahwa tadi aku tertawa lepas melihat dia hanya begitu. Hanya begitu. Setelah kupikir-pikir. Sudah lama aku tidak tertawa seperti itu.

"Bangun, bocah! Kau mengajak kami sarapan tetapi masih enak-enakan tidur!"

Entah setan apa yang menuntunku untuk berbaring di sebelahnya sambil membuka novel romance yang tergeletak di nakas kecilnya.

"Om! Om! Ngapain om disini! Ini kamar cewek! Pergi, nggak!!"

Teriakannya membuatku reflek menjatuhkan novel dan menutup telingaku. Suaranya!

"Bisakah kau tidak teriak-teriak begitu?! Kau mengundang kami untuk sarapan ke rumahmu. Dan kau masih asik disini?!"

"Aku lupa."

Ha? Dengan santainya dia berkata seperti itu. Lupa? Demi Tuhan aku ingin mengurungnya disini! Apa? Mengurungnya?

Dan entah setan apalagi yang merasuki sehingga aku mulai mendekatkan wajahku ke wajahnya. Terlihat kegugupan di mata Gadis.

"Sekarang. Mandilah. Dan. Turun. Ke bawah."

Aku mengucapakan dengan tegas di depan wajahnya. Namun dia masih mematung seperti menahan nafas.

"Sekarang."

Sekali lagi kutekankan perkataanku. Dan sepertinya dia baru saja sadar. Dengan gelagat gugupnya dia menuruni kasur dan berlari ke kamar mandi. Aku mengambil novelnya yang tadi sempat jatuh karena teriakannya. Novel romance. Dasar perempuan.

Kasur sederhana ini nyaman sekali. Tidak salah kan aku tidur sebentar mengingat tadi 'dua curut' itu membangunkanku pagi hari.

***

Tepukan kecil dipipiku membuatku membuka mata.

"Om, bangung. Ayo sarapan!"

Mendengar suara itu, kesadaranku tiba-tiba kembali dan tampaklah seorang wanita dengan muka setengah basah dan rambut yang dikuncir kuda. Cantik.

Tapi tunggu? Dia Gadis? Sungguh Gadis? Bocah sialan itu. Haafft. Tarik kata-kataku tadi.

"Apa wajahku kotor? Kenapa om melihatiku seperti itu?"

"Tidak."

"Yasuda. Ayo makan."

Sebelum dia benar-benar keluar dari kamarnya. Kuambil kemucing tadi dan menggosokkan di wajahnya.

"Hahahaha"

"Dasar om gila!!!"

Tawaku pecah dan aku terengah-engah karena saat ini dia mengejarku.

"Kalian tidak melakukan yang tidak-tidak kan?"

Tawaku seketika berhenti mendengar pertanyaan Fai yang menurutku... God!! Ada apa dengan otaknya itu?

"Tidak tidak bagaimana?"

Dan ini lagi. Bertanya dengan polosnya. Yang membuatku sedikit menyunggingkan senyuman tipis. Benar-benar berbeda.

"Bisakah kalian duduk dan kita akan makan? Aku sungguh menyesal mengajakmu kemari."

Aku hanya melirik Dafa yang kesal karena menungguku dan Gadis.

"Gadis nggak mau bangun! Salahkan dia saja." Aku mulai duduk disusul nenek Imah yang juga duduk.

"Enak aja! Om itu yang bikin lama!" Balas Gadis tak kalah acuh.

Dan terjadilah perdebatan antara aku dan Gadis yang berakhir dengan dia mendiamkanku.

Harusnya aku tidak peduli kan jika bocah tengil ini mendiamkanku. Kenapa aku jadi merasa... em... seperti... Arrgghh!! Aku tidak tahan!

Baik, baik. Akan kuberitahu pada kalian semua. Aku seperti merasa kehilangan. Em, apa aku...

"TIDAK MUNGKIN!"

Seruku dalam hati sambil menggelengkan kepalaku kuat setelah pikiran itu melintas begitu saja dalam otakku. Apa otakku bermasalah?

"Aku tidak mungkin menyukainya, kan?"

Batinku sekali lagi sebelum tawa 'dua curut' dan 'bocah tengil' itu mengusik telingaku.

~•~

Terimakasih telah membaca:)

Please vote and coment, guys!

See ya.

Kamis, 5 November 2015
18.36
Salam,
-ananda.p.a-

PREMAN Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang