Kehilangan?

594 27 0
                                    

Selamat malam para pembaca setia PJC:)
Saya kembali lagi:v
Selamat membaca:)
Boleh minta vote coment nya ndak? Hehe :v

Salam,
-ananda.p.a-

***

Sejak peristiwa satu munggu lalu dimana Liam yang meninggalkan Gadis setelah mereka saling menatap. Yah! Selama itulah Gadis tidak bertemu dengan Liam, hanya Dafa dan Fai yang sering dilihatnya. Bahkan sering membantunya berjualan.

Gadis akhir-akhir ini suka melamun. Jika ditegur dan ditanya ada apa. Dia hanya tersenyum, kadang juga menjawab tidak apa-apa. Padahal, nenek Imah dan kedua teman Liam -yang sudah menjadi temannya- menyadari bahwa ada yang berbeda dengan Gadis.

"Sekarang hobbymu berubah ya?" Celoteh Dafa saat membantu membuat kue.

Yah! Mereka, Gadis, Dafa, dan Fai, sedang berada di dapur untuk membuat kue. Sedangkan nenek Imah membeli bahan-bahan untuk esok.

"Tidak." Balas Gadis sambil tersenyum ketika setelah ia tersadar dari lamunannya.

"Aku tidak bertemu Liam."

Dafa yang sedang mengolesi loyang dengan mentega berkata seperti itu, membuat Gadis yang mengaduk adonan seketika langsung berhenti.

"Aku tidak mencarinya."

Ucap Gadis dengan wajah datarnya. Lalu ia melepas sarung tangan plastik yang ia kenakan, dan berjalan menuju kamar mandi. Dafa yang mengetahui sikap Gadis berubah akhir-akhir ini, hanya diam saja. Ia bahkan juha tahu jika temannya itu, si Liam, juga merasakan hal yang sama.

'Liam tidak akan menghilang jika tidak ada masalah tentang yang berhubungan dengan perasaan. Dan ini adalah hal kedua setelah 2 tahun lalu ia juga menghilang setelah pertengkarannya dengan seseorang membuat hubungan mereka berakhir'

Batin Dafa dalam hati. Dafa sangat tahu persis tentang Liam. Sifat dan sikapnya sudah ia hafal diluar kepala. Bahkan tentang keluarganya.

Gadis tidak menyadari bahwa setetes air matanya menetes. Ia terlalu memikirkan Liam. Dan Gadis sendiri tidak mengerti dengan perasaannya yang merasa kehilangan. Dia merasa kehilangan Liam.

***

Seseorang tengah duduk dibawah pohon dengan rokok yang setia di tangannya. Asap rokok keluar dari mulutnya setelah ia menyesap kuat rokonya.

Hanya itu yang dapat dilakukan Liam selama seminggu ini. Ia tidak melarikan diri dari masalahnya, dari perasaan yang berbeda saat bersama Gadis, namun ia hanya ingin menemukan titik jelasnya saja.

'Tidak mungkin secepat ini, kan?'

Batin Liam saat pikirannya kembali lagi kepada Gadis. Waktu pertama bertemu, berdebat, makan bersama, berdagang bersama, hingga saat dia meninggalkan Gadis yang tengah menatapnya dengan pandangan bertanya. Ia mengingat semua itu tanpa diingat. Semua terekam jelas.

"Argghhh!!!"

Liam berteriak seolah-olah agar bebannya sedikit berkurang. Rokok yang tadi ia pegang sekarang sudah tergeletak di tanah yang hanya menyisakan sedikit ujungnya saja.

Liam duduk bersandar tembok dengan lutut ditekuk dan menenggelamkan kepalanya dilengannya. Lalu Liam mendengar derap langkah seseorang yang semakin mendekat. Yang sudah dikenali oleh Liam.

"Jika ada masalah itu diselesaikan. Bukan malah berhari-hari tidak tidur dan hanya makan rokok saja. Lihatlah, berapa bungkus rokol yang kau habiskan beberapa hari ini?"

Liam tahu itu suara kakaknya. Dan ia mengadahkan kepala, meliriknya sekilas, dan kembali memendangi jalanan sepi.

"Aku lelah, Ton. Jangan ganggu aku." ucap Liam sambil berdiri dan berniat meninggalkan Aston.

"Dua kali aku melihatmu begini. Gara-gara cinta, eh? Sekarang dengan Gadis. Dulu dengan-"

"Hentikan ucapanmu, Aston! Jangan menyebut nama itu lagi!"

Aston belum menyelesaikan pembicaraannya namun Liam segera nemotongnya. Dia tidak ingin mendengar nama yang sudah membuatnya hancur itu. Bahkan membuat keluarganya juga hancur.

Aston hanya menghela nafas. Ia tahu yang dipikirkan adiknya sekarang ini. Apa daya, Aston hanya bisa menasehatinya. Dia tidak punya banyak waktu. Dia orang sibuk. Namun dia tetap menyayangi adiknya.

"Aku harus apa, kak?"

Ucap Liam lirih, dengan kepala tertunduk. Aston terpaku mendengar panggilan dari Liam. 'Kak', Aston merindukan adiknya yang memanggilnya seperti itu.

"Pergilah. Temui gadis itu. Kakak tahu kau kuat. Kakak mengenalmu sebagai Liam Valdini yang kuat. Bukan lemah seperti ini."

Liam mengangkat kepalanya, menatap mata milik kakaknya. Kemudian Liam memeluk kakaknya. Jujur. Ia merindukan kakaknya. Namun sekarang semuanya telah berubah. Semuanya, keluarganya, bahkan hatinya.

Aston membalas pelukannya dengan lembut. Tidak peduli Liam yang memeluknya dengan erat. Dia tahu, adiknya sedang membutuhkan sandaran. Dan dia tidak akan membuat adiknya seperti dulu lagi.

"Aku mendukungku. Kau adikku yang kuat. Jangan sungkan, jika ada masalah temui aku. Sesibuk diriku, waktuku juga untukmu."

Mereka melepaskan pelukan dengan senyuman. Liam mengangguk mengerti maksud Aston. Lalu dia meninggalkan Aston yang masih setia memandangi punggung adiknya.

"Jemput kebahagiaanmu, dik."

Batin Aston, kemudian meninggalkan tempat itu dan matahari perlahan mulai tenggelam menampakkan senja indahnya.

***

Aku tak peduli dengan cepat atau lambatnya perasaan ini datang. Yang kupedulikan adalah perasaanku yang mulai mencari sosok pendampingnya. --- Liam Valdini.

~•~

Terimakasih telah membaca:)

Please vote and coment, guys!:v

See ya.

Kamis, 12 November 2015
23.43
Salam,
-ananda.p.a-

PREMAN Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang