Masa Lalunya

488 16 1
                                    

Maaf buat pembaca setia PJT, beberapa hari ini mungkin akan jarang update. Karena kesibukan yang mengharuskan ku untuk meninggalkan handphone sejenak. Hehe.. Maaf ya.. Mungkin juga ga ada yang minat.

Okke. Langsung saja ya..

Happy Reading, guys!:v

Salam,
-ananda.p.a-

***

Bahkan entah siapa yang memulai, jarak wajah kita semakin dekat. Bibir kami masih sama, tersenyum. Jika memang ini akan berlanjut, maka ini yang pertama bagiku.

Tapi...

"1...2...-- Eh kenapa kalian berhenti?"

Aku kaget dan reflek mundur ketika mendengar suara Fai. Dan kini yang kulihat adalah Fai dan Dafa yang duduk berjongkok dengan menopang dagu. Uh! Apa mereka melihatku dan Liam. Aku menunduk menyembunyikan hidungku yang kuyakini memerah.

Kudengar Liam mendengus sebal.

"Pergilah! Kenapa kalian menggangguku." Ucap Liam sinis.

"Baiklah, bos. You win! Kau menang!"

Mereka berdiri dan merentangkan tangan dan juga menghentakan kaki. Memangnya mereka berjongkok tadi lama ya? Oh God!

"Dis, kami pergi dulu, ya." Pamit Dafa dan Fai.

"Eh--eh m--mau kemana?"

Kudengar mereka tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku yang terbata. Gosh! Kenapa juga harus terbata-_-

"Kau gugup? Benar-benar berbeda."

Aku mengernyit tidak mengerti mendengar ucap Dafa yang awalnya melihatku, lalu melirik Liam. Aku mengikuti tatapan Dafa dan kulihat Liam mendelik pada Dafa dan Fai yang saat ini tengah mengangguk.

"Yah. Gadis sungguh berbeda. Tidak seperti wanita lainnya yang kadang menyerahkan tubuhnya cuma-cuma pada bos."

Dan kini tatapanku langsung menuju Fai. Wanita-wanita? Tubuhnya? Suka-suka? Hell! Ada bongkahan batu panas yang menghantam dadaku. Sesak.

"Jaga mulut kalian! Pergi!" yang kudengar Liam mengusir Dafa dan Fai. Sedangkan aku kini hanya menunduk.

Apa Liam suka bermain wanita?

"Hentikan pikiranmu itu, Dis." ucap Liam lembut. Dan aku hanya meliriknya sekilas. Lalu kembali menunduk. Ada rasa sesak sekaligus senang.

Kurasakan saat ini Liam sedang menangkup wajahku dengan kedua tangannya, mengadahkan wajahku untuk menatapnya. Dan yang kutemukan adalah tatapan Liam yang menunjukkan... terluka. Eh?

"Kau tidak percaya padaku, Dis?"

Aku terkesiap melihat tatapannya yang semakin sendu. Aku hanya diam. Dan tatapan Liam berubah menjadi kosong dan sendu, seperti menerawang pada sebuah kisah. Matanya mulai berair.

Aku memeluknya. Aku tak kuasa melihatnya terluka, yang kutahu dari manik matanya. Kurasakan tubuhnya bergetar. Dia menangis, Oh Tuhan! Om preman menangis.

Aku mengusap lembut punggungnya, mencoba menyalurkan kenyamanan untuk Liam. Dan kudengar isakannya lolos. Dia semakin memelukku kencang seolah selama ini ia kesepian. Ia membutuhkan seseorang. Mataku berair, aku tak sanggup melihatnya seperti ini.

"Liam, kau percaya padaku kan. Coba ceritakan apa yang terjadi?"

Aku mencoba menetralkan suaraku. Liam semakin memperat pelukannya. Dan perlahan ia mulai bercerita.

PREMAN Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang