Janji

400 10 1
                                    

Happy reading, guys♥

***

"Maaf." Aku menoleh pada Liam yang tengah menatapku.
Aku mengerutkan kening, lalu menunjuk pada diriku sendiri.

Saat Liam mengerti dengan yang kumaksud, dia mulai memutar matanya dengan jengkel, "Iyalah. Siapa lagi?"

Aku hanya ber-oh-ria, "untuk?"

Dia menatapku cukup lama, "kejadian kemarin."

O-okay. Aku sudah mencoba keras melupakan hal itu, kenyataan bahwa kencan pertamaku gagal gara-gara perempuan penggoda itu. Aku cemburu? Haha, entah.

Liam masih setia menatapku yang tak kunjung menjawabnya. Lalu kuanggukan kepalaku dengan malas untuk membuatnya berhenti menatapku yang membuatku seperti orang bodoh.

Aku dan Liam sedang menunggu Kak Aston yang mengajak kami untuk makan malam di restaurant yang tidak ku ketakui namanya.

Beberapa saat kemudian, Kak Aston datang dengan wajah lelahnya yang langsung mendapat perhatian dari Liam.

"Ada apa?" Liam bertanya dengan nada kecemasan yang coba ia sembunyikan.

Kak Aston tersenyum, "hanya masalah kecil." Kata Kak Aston sambil mengusap dahinya.

"Tentang perusahaan?"

"Kak Aston kerja di perusahaan? Wah." Aku menyela dalam pembicaraan keduanya, yang membuat Liam melirikku sebal dan Kak Aston yang tertawa kecil.

"Bukan." Kak Aston menjawab dengan memandang Liam serius.

"Lalu?" Liam menjawab dengan raut bingung.

"Begini, ee-"

"Jangan bertele-tele. Pointnya saja yang jelas." Dengan enaknya Liam memotong omongan Kak Aston.

Aku geram dan langsung kupukul lengannya lumayan keras. "Ih ngga sopan!" Aku melotot padanya yang dibalas Liam dengan pelototan juga. Lalu ia kembali memandang Kak Aston.

"Ayah sudah sembuh."

O-ow. Ayah siapa? Ayah yang dimaksud Liam tempo hari, kah? Hal itu mungkin saja, karena saat ini kulihat Liam sedang mematung di tempatnya. Matanya tak lagi memandang kakaknya, melainkan pergi entah kemana.

"Dan dia menanyakanmu."

Okay. Ini mengejutkanku juga. Mengingat Liam? Sembuh total? Amazing!

"Bohong." Kali ini aku memukul kepala Liam. Enak saja. Harusnya dia bersyukur dong kalau ayahnya sudah sembuh.

"Harusnya itu ber-"

"Menanyakanku? Apa aku tidak salah dengar?" Liam tertawa kecil namun matanya mulai berair. "Kenapa menanyakanku? Apa sudah puas mengingat dan memanggil wanita itu siang malam?"

Aku mencoba mengesampingkan amarahku saat ia memotong ucapanku tadi. Karena yang dominan pada hatiku sekarang adalah sakit yang timbul saat melihat Liam menekan setiap pembicaraannya, mengepalkan tangannya dengan kuat hingga memutih, serta bulir-bulir yang keluar dari matanya.

Kak Aston memberikan tatapan kasih sayang untuk Liam. "Kumohon. Temui ayah." Kini Kak Aston menunduk mencoba menyembunyikan kesedihannya.

Perlahan, aku mencoba menggenggam tangan Liam yang mengepal, mengembalikan kesadaran Liam dan ia mulai menatapku, mengendurkan kepalannya dengan perlahan.

"Temui papamu, ya?" Aku mencoba meyakinkan dengan menatap lembut matanya. Ia tak bereaksi, dan itu membuatku lebih menggenggam tanganya.

"Kamu sudah janji padaku. Ayo, tepati janjimu."

PREMAN Jatuh CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang