"Bisa kita bicara?"
"Bisakah kita tunda sampai aku selesai ujian?"
"Oh ... baiklah aku akan menunggu."
Tumpukan buku di depanku tak mampu mengalihkan pikiranku saat ini. Dia selalu mengejarku. Untuk sementara waktu aku bisa mengelak. Saat aku sakit dia tak pernah beranjak dari sisiku. Berada di dekatnya membuatku tak bisa konsentrasi.
"Bisa tinggalkan aku?"
"Kenapa? Kau tak nyaman denganku?"
"Aku hanya ingin tenang."
"Aku tak akan ribut."
Ah, sulit sekali mengusirnya dari kamarku. Dia menyandarkan tubuhnya di sisi tempat tidur, beberapa berkas sudah tergeletak di tempat tidurku.
Braak !
Reflek aku menoleh ke arah suara. Sepertinya ada sesuatu di bawah jendela kamarku.
"Jonatan." Aku seperti ingat sesuatu. Bergegas aku bangkit, Mas Zein mengikutiku. Dia membuka jendela.
"Hai!" Jonatan melambaikan tangannya ke arahku. Dia berusaha naik ke kamarku menggunakan tangga.
"Tak pernah jera." Mas zein meraih ujung tangga dan menggoyangkannya beberapa kali membuat jonatan hilang keseimbangan.
"Hai ... bahaya, Mas!" Aku menarik tangan Mas Zein hingga membuat pegangan Mas Zein terlepas.
"Auu!''
Braaak..! Aku melihat Jonatan jatuh tertimpa tangga!
"Ups ... Sorry Jo!"
"Biar dia tahu rasa."
"Kasian dia."
"Kamu peduli padanya?"
"Dia temanku."
"Teman seperti apa yang menyelinap seperti itu."
"Dia begitu, karena Mas ndak mengizinkan dia datang!"
"Lebih baik memang dia ndak datang!"
"Kenapa memang, dia baik kok. Aku suka dengannya."
"Suka?"
Mas Zein menarik tangannku hingga tubuh kami menyatu. Napasnya terasa hangat dan memburu. Mata kami saling mengamati. Tidak ada kata yang terucap. Detak jantungku rasanya berpacu dengan cepat saat ini.
Sesaat kemudian alarm di kepalaku berbunyi. Aku mendorong tubuhnya menjauh.
"Jangan menyentuhku lagi." Aku bergegas keluar kamar, belum sempat aku menuruni tangga. Aku merasa ada yang mengangkat tubuhku.
"Hoooii! Turunin!" Kepaku terayun ke bawah, terasa pusing. Tak berapa lama tubuhku rasanya terpental ke tempat tidur seseorang. Mataku mengawasi sekeliling, kamar ini sepertinya...
"Selamat datang di kamarku. Kamu tak pernah masuk kemari kan selama ini."
"Aaii ...!"
Mas Zein, sudah mencekal tubuhku. Sinyal di kepalaku kini bertambah nyaring bunyinya.
"Mas, lepas. Aku mau belajar, besok ujian."
"Persetan dengan ujianmu!" Mas Zein meciumku dengan kasar. Tenaganya tak bisa kulawan. Seberapa besar aku melawannya tak bisa lepas darinya. Ciumannya membuatku seperti aliran listrik. Seluruh saraf bereaksi.
"Mas! Lepas!"
Tidak tidak lagi memperdulikan ucapanku. Bahkan dengan cepat dia melepas kemejanya.
"Hai ...!"
Aku mendorongtubuhnya sekeras mungkin hingga dia terjatuh, Aku bangkit dan hendak berlari ke luar tapi dia mencekal kakiku membuatku terjatuh. Tanpa ampun dia langsung menindihku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku dan Kamu
General FictionSejak dulu kamu adalah milikku tanpa kamu sadari. Kita terikat dan tak akan pernah terlepas, aku akan selalu jadi pelindungmu karena kamu adalah miliku.