bab 14

44 4 2
                                    

Sulit! .... Sangat... Saat kita harus berhadapan dengan orang yang kita benci dan kita harus berpura-pura seolah semuanya baik-baik saja.

Pagi ini aku melewatkan sarapan, bergegas ke sekolah menggunakan sepatu rodaku. Persetan dengannya. Aku cuma ingin lihat bagaimana dia mengikuti kali ini.

Saat aku turun tangga, dia sudah rapi. Seperti biasa dia akan menyapaku dan aku hanya akan membalasnya jika itu salam.. Selebihnya tidak.

Sampai di sekolah genkku belum semuanya datang. Seperti biasa, mereka akan bergosip. Kadang diam-diam kami akan mengamati siswa terpopuler di sekolah.

"Sttt... Dia datang!"
Serentak kami mendongak ke jendela. Berjejal seolah sedang antri sembako.

"Dimana gadisnya?"

Suatu pemandangan yang ganjil, jika melihat bintang sekolah itu berjalan sendirian, biasanya ada seorang gadis dari kelas sebelah yang selalu menempel seperti lem.

"Apa lemnya sekarang tak lengket lagi?" tanyaku penasara.

"Apa kau tidak dengar gosip belakangan ini?" Seto menatapku aneh.

Aku hanya menggeleng. Gosip apa? Apa aku melewatkan sesuatu.

"Tak heran.. Kau selalu melupakan sesuatu meski kami sudah menceritakannya padamu." Seto terlihat pasrah.

"Eh.. Gadisnya muncul!" ujar Laras.

Kami serentak menoleh ke arah yang di tuju. Wajah Pram--idola sekolah kami terlihat serius kali ini dan Kania terlihat marah.

Plak!

Kami melongo. Pipi Pram yang mulus kena tamparan.

"Huuuu....!" ucap kami serentak tampa sadar membuat Pram menoleh ke arah kami. Serentak kami bersembunyi di bawah jendela.

"Itu sungguh sarapan yang mrnyakitkan!" ucapku

Tak bisa kubayangkan jika aku juga melakukan hal yang sama pada Zain. Apa jadinya jika dia harus ke kantor dengan wajah yang memerah karena tamparan. Apa aku perlu mempraktekannya.

"Apa yang kalian lakukan?!' Suara itu membuat kami menoleh. Pram berdiri di dekat pintu tak jauh dari kami.

" bermain..." jawabku seenaknya.

"Aku melihat kalian,"

"Aku juga melihatmu," balasku cepat sambil menatapnya.

"Apa yang kau lihat?"

"Gadis sebelah menamparmu,"

Aku mendengar suara cekikikan di belakanku. Pram pergi dengan wajah kesal.

"Za... Kau memprovaksi dia." Jonatan menepuk pundakku.

Aku menepis tangannnya, "Jo Sayang... Beberapa hari ini suasana hatiku sedang buruk. Jadi jangan memancingku,"

" Tidak heran jika kau aneh, apa om mesummu tidak memberi jatah padamu?" dia mengangkat alusnya.

Kuraih tumpukan buku dan memukulnya. Dia berlari keluar. Sedangkan yang lain malah ketawa.

Memikirkan itu kepalaku rasanya menguap lagi. Sudah seminggu sejak itu terjadi dan perang dingin diantara kami tidak juga mereda.

Hingga makan siang tiba kami sudah menghambur ke kantin. Berjubel mengantri makanan. Jonathan dan Laras berjuang dengan gigih supaya tidak kehabisan makan, aku  memasang earphoneku dan mendengarkan musik. Teo dan Jesy masih antri di konter minum.

"Za.. Kau belum membeli makanan?"
Aku mengawasi sosok yang berdiri di hadapanku. Angin apa yang membawanya ke sini..  Dia duduk di hadapnku dan menyodorkan semangkuk bakso kearahku. Bisa kubayangkan perjuangannya untuk mendapatkan itu
Bau gurih bakso mengundang perutku.  Kuedarkan pandanganku ke sekeliling kantin hingga mataku menabrak sosok yang aku cari.

Aku bangkit dan meraih mangkok bakso itu dan membawanya ke bangku di seberang tempat kami

"Pram memberi ini untukmu. Dia minta maaf, jika kau mau marah.. marah saja tapi jangan buang makanannya. Ibu kantin akan mengutukmu jika kau melakukannya,"

"Kenapa dia tidak memberikannya langsung?" Katrine menatapku curiga.

"Dia takut kau menamparkannya lagi. Jika kau lakukan itu, dia tak akan punya muka untuk di simpan."

Aku meninggalkan Katrine dan kembali ke mejaku.

"Kenapa kau memberika itu padanya?" Pram terlihat kesal.

"Aku tak punya alasan menerimanya."

"Aku ingin berteman denganmu."

"Bukankah kita sudah berteman?"

"Aku ingin ngobrol denganmu,"

"Bukankah kita sudah ngobrol."

Pram makin kesal. Dengan sedikit marah dia memakan baksonya. Sesekali menatapku dengan mata kesalnya.

Teo dan Jesy sudah kembali. Mereka menatap aneh saat tahu Pram duduk depanku. Begitu juga Laras dan Jo. Mereka menatap kami bergantian.

"Kenapa dia di sini? " bisik Jesy

"Berdamai..." bisikku.

"Kau memang jago menjinakkan orang."

"Aku suka ucapanmu.." kataku sambil terkekeh.
Kami melanjutkan makan sambil mengorol banyak hal.

"Za... Sepiamu datang," bisik Laras.

Dalam urusan cowok cakep, Laras jagonya. Radarnya akan langsung bereaksi jika menemukan sasaran. Benar saja. Sosok yang tidak ingin aku temui kini malah mendekat.

"Kenapa Mas ke sini?"

"Tadi pagi kau belum sarapan. Jadi Mas ke sini mengantar makan siangmu,"

"Aku sudah makan,"

"Dia belum." teriak Jo dan Laras bersamaan.

"Penghianat," aku melotot padanya.

Dia tersenyum dan meletakkan kotak makan di meja.

"Makanlah, Mas kerja dulu," Zain berlalu. Matanya terlihat sedih.

"Kau tega sekali... dia meluangkan waktunya datang ke sini. Kau malah kasar padanya," protes Jesy

"Biarkan saja. Cowok gila itu memang harus di gituin," jawabku sambil memutar badan menatap pergi.

"Kau yang gila!" teriak yang lain.

Aku hanya mendesah. Kemudian memutar badan menatap kotak makanan.

"Siapa yang mengirim makanan ke sini?"

Aku membuka kotak makanan, tidak ada namanya.

"Punya siapa?" tanyaku lagi.

Jo menatapku aneh, jesy sudah mengakat tangannya seolah ingin memukulku, Teo menggeleng,  Laras mendesah. Pram menatapku sedih. Kenapa dengan mereka. Aku hanya bertanya kenapa pula mereka begitu.

Aku melahap makanan acuh. "Ayo habiskan!"

"Ogah... Habiskan sendiri! Otakmu benar-benar rusak!" ucap Jessy, dia bangun dan meninggalkan aku di susul yang lainnya. Hanya tinggal Pram yang masih di tempatnya semula. Tangan kanannya menyangga dagunya.

"Kenapa pipimu merah?" tanyaku padanya. Dia tidak menjawab kemudian bangkit dan meninggalkan aku.

Ah.... Akhirnya berhasil juga aku menyingkirkan mereka, dengan begini aku bisa tenang menikmati makanan buatan Zein.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku dan KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang