Astha masih memilih untuk terdiam di kursinya. Beberapa buku yang tadi ingin dia pelajari kini malah berakhir sebagai lembaran lebar tak bermakna. Pikirannya berkelana. Mengingat kembali bagaimana perjalanan singkatnya bersama Anna hari ini.
Dia sudah gila, tentu saja. Bagaimana dia bisa begitu tertarik pada adiknya sendiri? Jika dirinya menghabiskan masa kecilnya bersama-sama, mungkin dia tak akan melihat Anna sebagai seorang wanita sekarang, melainkan adik manisnya yang menggemaskan.
Sayangnya inilah yang terjadi. Menerimanya dan berharap semua baik-baik saja adalah tujuannya sekarang. Dia tak ingin berakhir dengan bunuh diri akibat tertekan dengan segala hal yang terjadi karena permasalahan sister complex-nya.
"Yo," panggilnya pada Lio.
Lelaki tampan--kembarannya--itu menoleh. Menatap dengan pandangan 'ada apa' ke arahnya.
"Lo bilang lo juga suka sama Anna. Maksud lo itu, suka yang kayak gimana?"
Astha bisa melihat Lio mulai bangkit dari tempatnya. Mengambil kursi dan duduk dengan kursinya yang terbalik. Tangannya terlipat pada sandaran kursi. Lio menatapnya tajam.
"Udah mulai merasa ada saingan, lo?"
"Sialan," umpatnya yang hanya dibalas tawa oleh Lio.
Beberapa detik, Lio sudah kembali memasang wajah serius pada Astha. "Gue juga belom paham. Yang pasti, gue nggak suka liat Anna main sama cowok lain di sekolah. Dia cuman boleh sama gue dan ngabisin waktunya sama gue."
Astha mengangguk paham. Melihat pada dirinya sendiri, dia sadar kalau dirinya juga sama seperti Lio. Benci ketika mendapati lelaki lain dekat dengan Anna.
"Menurut lo ..., ini gila nggak?"
"Apa?"
"Perasaan kita," Astha berbisik mengucapkannya. "Mau kayak gimana kita suka sama Anna, pada akhirnya juga nggak akan ada yang bisa dapetin Anna. Apa yang kita rasain jelas-jelas sama aja kayak perasaan terlarang. Lo nggak merasa kalau kita terlalu terbawa suasana sama Anna?"
Bukannya menjawab. Lio malah tertawa. Lelaki ini menatap pada Astha sebentar, lalu tertawa lebih keras lagi. Membuat kembaran tak identiknya itu merasa bingung sendiri.
"Kenapa?" tanya Astha karena merasa terabaikan.
Lio mencoba untuk menyudahi tawanya. Mencoba untuk kembali serius, tapi yang terjadi, dia masih bisa merasakan kelitikan di perutnya terus memaksa agar dia tertawa. Hanya saja, Lio masih tetap memaksakan diri untuk membawa suasana serius ini tetap terajga--meski dia sudah merusaknya tadi.
"Nggak apa. Ucapan lo tadi itu rasanya bikin pala gue mau pecah tapi pengen juga ketawa," jawabnya. "Gue tau tentang itu Ash. Tapi lo nggak kepikiran apa buat nikmatin dulu perasaan lo. Mungkin aja seiring berkembangnya waktu, lo menyadari sesuatu yang salah di dalam diri lo. Perasaan suka yang lo miliki atau gue miliki terhadap Anna, mungkin aja berubah dan malah jadi perasaan sayang kakak sama adiknya."
"Tapi, kalo ternyata perasaan lo makin dalem sama Anna gimana?"
Lio nampak berpikir. Lelaki ini nampak berbeda karena terlalu serius dengan pembicaraan mereka. Padahal biasanya Lio selalu berbicara asal ketika mereka saling membicarakan perasaan bodoh mereka dengan Anna.
"Kalo Anna juga suka sama gue, sih," Lio masih memikirkan kalimatnya, "nikah lari aja deh sama Anna. Seenggaknya sama-sama cinta mah nggak masalah."
"Sialan, lo!"
Astha langsung melempari bukunya ke arah Lio yang sudah tertawa lebar. Sudah dikatakan, Lio tak pernah bisa untuk diajak bicara serius. Aneh jika sampai Lio membawa suasana menjadi terlalu fokus pada satu pokok permasalahan dan sama sekali tak melanturkan pemikiran-pemikiran aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sister Complex
Teen FictionSister complex? Mungkinkah hal seperti itu benar-benar nyata? Namanya Anna Gerenia Pramutja. Cewek 16 tahun yang sukses membuat teman-teman di sekolah merasa iri dengannya. Bagaimana tidak? Hidup satu atap dengan cowok-cowok keren yang menjadi id...