Chapter 12 - Papa Datang

14.2K 924 28
                                    

Anna membuka pintu ruang rawat Astha. Melirik pada seluruh ruangan, tidak menemukan satu pun orang di sana. Alisnya berkerut bingung. Tak mungkin Astha sudah melakukan discharge. Dan tak mungkin tak ada yang memberi tahunya.

Berjalan ke arah ranjang, Anna duduk di atasnya. Diam, kemudian memilih untuk mengistirahatkan dirinya. Hendak menutup mata, tapi kembali dia buka. Sebuah suara dari pintu terbuka menarik perhatiannya. Di sana, dia menemukan Astha.

"Sejak kapan sampai di sini, An?" tanya Astha. Lelaki itu tampak terkejut.

"Baru aja," jawabnya.

Anna bangkit dari atas ranjang, tetapi Astha menahannya. Menyuruh Anna untuk tetap di sana. Duduk di ranjangnya.

"Ada apa, Kak?"

Astha diam sebentar, tampak ragu, tapi kemudian mulutnya terbuka untuk bertanya. "Apa yang nggak aku ketahuin tentangmu, An?"

Hening. Anna semakin bingung. Menatap manik yang tampak tak tenang di hadapannya. Lalu maniknya terbuka lebar saat tiba-tiba Astha memeluknya. Untuk pertama kali, Astha mendekapnya seperti orang mau kehilangan.

"Kalau kamu bukan adikku, mungkin aku akan lakuin apa yang Lio lakuin sama kamu. Tapi sayangnya ... aku nggak pernah bisa senekat Lio." Anna diam. Mendengarkan baik penuturan Astha yang sedikit mengambang di telinganya. "Aku juga suka kamu, An." Penjelasan terakhir Astha mengejutkannya.

"Kak,"

"Sebentar. Kasih aku kesempatan. Cuma sekali dan setelah itu, aku nggak akan lakuin ini lagi."

"Ta ... pi--" Anna menghentikan kalimatnya. Membiarkan Astha memeluknya, dan saat itu dirinya juga melingkarkan tangan di punggung Astha. Tenggelam pada dekapan sang kakak.

Jujur, kalau boleh jujur, awalnya Anna jauh lebih tertarik dengan Astha. Sifat misterius Astha padanya membuatnya benar-benar ingin mengenal Astha lebih jauh lagi. Tapi pernyataan cinta Lio yang terduga saat itu membawa dirinya untuk jatuh pada pesona kakaknya yang lain. Dan Astha, lelaki itu hanya sekedar menjadi pria yang dia kagumi sekarang.

*****

Lio membuka mobilnya. Menemukan Aron yang sudah menunggunya di parkiran. Dia yang menyuruh Aron untuk menungguinya dan segera ke dalam rumah sakit tempat Astha dirawat bersamaan.

"Tumben nggak bawa Anna?" sindir Aron saat mereka berjalan berdampingan. Aron mendapati Lio mendelik padanya marah. Tetapi tak membalas. "Udah putus?" tambahnya lagi.

Detik itu juga Lio menghentikan langkahnya. Menatap pada Aron tak terima yang balas menatapnya tajam. Demi apa pun, ini kali pertamanya mereka tak akrab satu sama lain. Padahal dulu, Aron lah temannya untuk menghabiskan waktu dibandingkan Astha, kembarannya.

"Bisa nggak lo diem, Kak?"

"Dan bisa nggak lo dengerin apa yang gue bilang sebelumnya?"

Keduanya terdiam. Lalu Lio kembali melanjutkan langkahnya. Malas untuk berdebat dengan Aron. Sedangkan Aron, pria ini menghembuskan napasnya lelah. Tak sanggup lagi melawan Lio yang keras kepala.

Mengikuti langkah Lio, Aron diam sepanjang perjalanan. Memikirkan segala hal yang berputar di otaknya. 

Di awal, dia tahu kalau kedua adik laki-lakinya menyukai Anna--anak termuda dan adik bungsu mereka. Tapi yang bermasalah di sini adalah, hubungan Anna dan Lio yang tak diduganya. Aron pikir, Lio tak akan nekat seperti ini, karena itu dirinya cukup santai saat mengetahui perasaan kedua adiknya dan bercanda kalau dia juga menyukai Anna. Tapi dia salah, dan dia sadar, tak pernah ada yang tak mungkin di dunia ini.

Sampai di depan kamar Astha, dia menemukan Lio yang hanya mengintip melalui kaca pintu. Wajahnya tak semarah tadi atau pun bahagia karena akan bertemu Anna dan saudara kembarnya. Ada selimut kekecewaan di sana.

Aron melangkah dan mengikuti tindakan Lio. Mengintip pada kaca. Dan kali ini, dia dikejutkan oleh hal lain. Jika itu dirinya atau Lio, mungkin hal yang dilihatnya adalah biasa. Tapi ini Astha. Sejak kapan Astha mau memeluk Anna?

"Ini kenapa?" tanyanya pada Lio.

"Astha ngakuin perasaan," lirihan Lio sarat akan kesedihan.

Lelaki muda ini menunduk dan berjalan meninggalkan pintu kamar Astha. Beralih menuju lorong lain yang entah kemana kaki itu akan membawanya.

Sedangkan Aron kembali menghembuskan napasnya pasrah. Dia sudah merasa kalau ini puncak dari perasaan mereka yang berarti, masalah akan semakin bertambah. Oh Tuhan ... bahkan ayah mereka yang selama ini tinggal di Kalimantan akan pulang hari ini. Bagaimana bisa mereka melakukan hal yang malah mempersulit kehidupan mereka sendiri?

*****

"Akhirnya kamu sehat, Nak."

Suara seseorang mengalihkan perhatian kakak beradik ini. Aron, Lio, dan Astha tampak terkejut menemui sang ayah sudah sampai di rumah. Padahal sesuai jadwal, seharusnya ayahnya itu baru sampai pukul 7 malam nanti.

"Kapan Papa pulang?" Sebuah pekikkan mengejutkan mereka dari belakang. Ketiga laki-laki ini segera membuka jalan. Menemukan seorang gadis yang menatap ke arah ayahnya tak percaya. Seolah hal ini adalah kejutan ulang tahunnya.

"Tadi, Sayang," jawab pria paruh baya tersebut. Dia, Dimas Pramudja. Ayah dari ketiga anak laki-laki, dan satu anak perempuan. Pria single parent yang menjabat status sebagai sumber penghasilan utama.

Anna berlari cepat. Menemukan sang ayah yang melebarkan tangannya. Tubuhnya dengan cepat berhambur dan melompat pada tubuh berisi pria tersebut. Dirasakannya juga sang ayah yang mengusap rambutnya lembut.

"Anna kangen," bisik gadis ini.

Pria itu tersenyum. "Papa juga, An," balasnya.

Ketiga laki-laki kakak beradik itu tampak sedikit santai. Melihat bagaimana Anna begitu merindukan ayahnya, entah mengapa, itu jauh merasa baik. Dan saat itu menyadarkan mereka, ini lah keluarga mereka. Dan Anna yang mereka cintai adalah ... adik kecil mereka.

Lio tersenyum kecil. Masih menatap pada sang ayah, kemudian dengan cepat berhambur memeluk lelaki yang menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga. Sosok pahlawan yang sejak dulu selalu dikaguminya.

"Lio juga kangen sama, Papa," ucap laki-laki ini pelan.

Aron dan Astha melakukan hal yang sama. Ikut berhambur masuk memeluk Anna dan ayah mereka. Membuat pria dewasa ini merasa sedikit bingung sekaligus bahagia. Anaknya, setidaknya mereka tumbuh bahagia dengan penuh cinta tanpa melupakannya sedikitpun.

"Papa juga kangen sama kalian," Pria ini berkata pelan. Tangannya dibuka lebih lebar lagi. Tak bisa memeluk semua anaknya, tetapi setidaknya, dia bisa merasakan bagaimana cinta dan suka cita di antara mereka menariknya begitu dalam menyentuh hati mereka masing-masing.

=TBC=

Haloha semua, ini part terakhir--bukan end-- sebelum aku hiatus UTS. Buat semuanya, silahkan vomment. Dan satu lagi, jangan lupa baca cerita terbaruku. Selingan dari cerita ini dengan format yang sedikit lebih berbeda.

Semarang, 28 Maret 2016.

-Saya hanya anak biasa yang berharap bisa menjadi seorang jurnalis yang luar biasa; chokiwa97-

Sister ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang