The First Love

5.5K 127 18
                                    

Seorang pemuda berambut pirang sedang berjalan sambil memegang belanjaannya, terlihat dari pakaiannya ia adalah seorang koki.
"Sanji, aku menyuruhmu istirahat selama dua hari. Pastikan kau menjaga kondisimu, jangan pingsan lagi. Dan jangan lupa minum obatmu, bocah"
"Ah? Baiklah"
Pemuda itu, sebut saja Sanji, menutup panggilannya dan berjalan santai ke rumahnya. Dengan sedikit kerepotan karena membawa banyak bahan makanan, ia berjalan dengan hati-hati. Ia melewati gang kecil agar cepat menuju rumahnya.
"Hei, bos. Ada mangsa tuh" ucap salah satu dari kelompok yakuza itu, Jhonny. "Hehe ini biar aku yang urus. Sepertinya menarik" Sanji menahan amarah saat pria berambut hijau memblok jalannya. "Kau tidak bisa kabur. Sepertinya kau punya banyak barang, tuan koki" Kata pria berambut hijau tersebut, Zoro. "Kalau iya memang kenapa? Cepat selesaikan urusanmu, aku ingin segera pulang untuk masak makan malam" gerutu Sanji. Tak lama kemudian terdengar suara dari perut anak buah Zoro. "Kalian ini membuatku malu saja!" Bentak Zoro pada anak buahnya. "Ma-maaf, bos. Ka-kami belum makan dari tadi pagi" kata Tom. Sanji mengasih tumpukan bahan makanan ke Zoro, "kalau kalian lapar kenapa tidak bilang dari tadi? Ayo kita kerumahku, kebetulan aku beli bahan makanan terlalu banyak." Ucap Sanji membuat mereka semua terkejut. "Kau.. tidak takut pada kami?" Tanya Zoro "Aku takut kalau kalian mati karena lapar. Seorang koki tidak boleh membiarkan orang lain mati kelaparan. Jadi, ayo kerumahku" Sanji menarik tangan Zoro. 'Tangannya lembut, seperti wanita. Padahal dia itu koki.. apa yang kupikirkan!' Zoro menggelengkan kepalanya "Ada apa? Kau tidak mau makan?" Tanya Sanji. "Ti-tidak.. bukan itu.. Bagaimana kalau setelah makan kami merampok rumahmu?" Tanya Zoro sedikit gugup "hahaha itu tidak mungkin. Aku yakin sebenarnya kalian tidak jahat. Kalian hanya ingin perhatian dari orang lain. Kalau mau, kalian boleh kok tinggal dirumahku" jelas Sanji. Zoro dan anak buahnya terperangah. Mana ada orang jaman sekarang bicara seperti ini, oke, kecuali dia.
Sesampainya dirumah Sanji, ia segera ke dapur untuk memasak. Zoro, Jhonny, Tom dan Luffy melihat sekeliling. "Wah!! Rumahmu besaaaaar sekali. Siapa namamu? Aku Monkey D.Luffy" kata Luffy sambil melihat-lihat lukisan. "Aku Sanji. Koki di Baratie" jawab Sanji dari dapur.
Makanan tertata rapih di meja makan. "Nah, silahkan dimakan. Maaf kalau rasanya kurang enak" ucap Sanji. Luffy makan dengan lahap "inwi enwak Swanjwi" kata Luffy sambil mengunyah dagingnya "telan dulu makanannya, Luffy" Zoro menasehati bocah bertopi jerami itu. "Ini enak, Sanji. Sangaaaaat enak" Sanji tersenyum melihat tingkah pemuda itu seperti anak kecil.
Setelah makan, mereka masih pada posisi yang sama. "Anu.. kulihat dari foto-fotomu, sepertinya kau memiliki keluarga. Kemana mereka semua?" Tanya Jhonny. "Papa pergi ke luar kota. Sedangkan mama dan adikku.. mereka sudah pergi ke surga" lirih Sanji. "Ma-maafkan aku. Aku tidak tahu kalau-" Sanji menggeleng. Tersenyum hampa, ia berkata "Tidak apa. Papa juga jarang ah bukan.. dia tidak pernah kembali kesini setelah mereka meninggal"
Zoro melihat ada yang aneh pada diri Sanji. "Hoi" Pemuda berambut pirang itu menengok. "Aku tidak lihat kau makan dengan kami. Apa kau sudah makan? Wajahmu seperti mayat hidup, koki bodoh" tanya Zoro. "Aku.. baik, kok.. hanya merasa.. sedikit sesak" Sanji menjawab dengan suara terputus-putus.
BRUKK
Mendadak ia terjatuh tak sadarkan diri. Membuat yang lain panik. "Hoi!" Zoro menepuk pipi Sanji yang pucat. Koki muda itu terlihat sangat sulit sekali bernafas. "Sanji!" Tom, Jhonny dan Luffy panik. Karena rumah Sanji agak jauh dari pusat kota, mereka hanya membawa Sanji ke kamarnya.
"Apa yang terjadi padanya?" Tanya Zoro "Menurutku.. ia punya penyakit gagal jantung. Sepertinya sudah parah" lirih Tom saat ia selesai memeriksa Sanji. Zoro menatap iba ke Sanji. Wajahnya sangat pucat. "Apa yang harus kita lakukan, Zoro?" Tanya Luffy. "Lebih baik kita menunggu dia sadar" jawab sang bos yakuza itu.
Bunyi telepon berdering. Luffy mengangkatnya.
"Halo?"
"Halo? Sanji-kun, pak Zeff bilang kau pulang cepat hari ini. Apa kau baik-baik saja?" Suara seorang wanita terdengar lembut ditelinga Luffy
"Ah.. namaku Luffy. Seorang yakuza. Sanji sedang pingsan disini, jadi-"
"APA!? PINGSAN!? APA YANG KAU LAKUKAN, YAKUZA SIALAN!?"
Luffy menjauhkan teleponnya saat terdengar suara teriakan memekik telinganya. Zoro merebut telepon itu. "Tenanglah! Kami diundang ke rumah Sanji, dan setelah ia memasak, langsung tidak sadarkan diri. Bisa kau kemari? Terlalu banyak obat disini membuatku bingung yang mana yang harusnya dipakai" telepon ditutup langsung.
"Ada apa, bos?" Tanya Jhonny "Sepertinya yang menelpon tadi itu kekasihnya si koki" jawab Zoro sedikit kecewa. "Duhh.. dia merusak gendang telingaku" gerutu Luffy sambil menggosokkan telinganya.
Sanji membuka matanya, dadanya masih sesak tapi tidak terlalu. "Oh? Kau sudah sadar" Zoro menghampirinya "Aku.. Ah! Memalukan!! Bisa-bisanya aku pingsan lagi" Gerutu Sanji. "Pasti kau sudah tahu ya... Yah.. sebenarnya, aku diusir sama papa dan tinggal dirumah kakek ku yang sudah lama meninggal. Aku-"
"SANJI-KUUUUUN!!!"
Suara teriakan wanita menggema diseluruh ruangan itu. Gadis cantik berambut oranye memeluk Sanji "Kau pingsan lagi ya?! Astaga! Sudah kubilang kalau kau istirahat saja. Jangan kerja lagi. Apa kau tidak tahu kalau aku.. aku.. hiks" Gadis itu menangis dipelukan Sanji membuat pemuda itu mengusap kepalanya. "Ah.. maaf aku membuatmu menangis lagi, Nami-san. Aku hanya tidak ingin merepotkan seorang lady sepertimu. Aku merasa gagal menjadi pria sejati karena telah membuat seorang lady menangis" lirih Sanji. Nami menggeleng, gadis itu mengusap air matanya. "Lihat? Aku sudah tidak menangis lagi, kan" Sanji tertawa sembari mengacak-acak rambut Nami.
"Minumlah obatmu" lirih Nami. Sanji menggeleng, "Ini hanya penghilang rasa sakit. Tidak bisa membuatku sembuh, Nami-san" Sanji mengusap kepala gadis itu
Paginya
"Kau pulanglah. Orang tuamu bisa marah kalau kau terus bersamaku. Aku tidak ingin kau terlibat dalam masalah seperti ini, Nami-san" jelas Sanji. Nami mengangguk. "Ah.. Marimo.. tolong antar Na-" "Biar aku saja! Zoro itu buta arahnya sudah sangat parah" perkataan Sanji terpotong oleh Luffy yang menusuk bagi Zoro. "Baiklah. Hati-hati ya" Sanji mengecup kening Nami.
Luffy sudah pergi mengantar Nami pulang. Zoro duduk di samping Sanji. "Apa yang tadi itu kekasihmu?" Tanya Zoro pelan. "Eh? Tidak tidak. Aku hanya menganggapnya sebagai adik. Hanya dia satu-satunya yang peduli padaku. Yah.. walau masih ada pak tua pemilik resto itu. Aku hanya tidak ingin membuat mereka sedih saaa kepergianku nanti" jelas Sanji. Tanpa sadar, Zoro merangkul kepala Sanji dan membawa ke pelukannya. "Wa-Walaupun aku bos yakuza dan baru bertemu denganmu. Aku entah kenapa hatiku selalu berdebat saat me.. melihatmu" Zoro memelankan suaranya. Sanji tertawa sejenak. Ia melepas pelukan Zoro dan bangkit perlahan. "Kau mau kemana?" Tanya Tom. "Aku ingin ke luar kota. Entah mengapa bertemu dengan kalian membuat rumah ini cerah dan membuatku tidak sendiri lagi. Kumohon.. kalian berhentilah menjadi yakuza dan tinggallah dirumahku" pinta Sanji "Yasudah. Mulai sekarang aku tinggal disini! YOSH!!!" Luffy dengan cepat menyetujuinya. "Cepatnya!" Pekik mereka semua. "Baiklah aku juga" lalu mereka akhirnya tinggal dirumah itu.
"Anu.. apa perlu di temani?" Tanya Jhonny. "Ah.. tidak perlu. Kalian tunggu saja dirumah. Baiklah, aku pergi dulu" Sanji merapihkan pakaiannya dan pergi. "Aku akan mengikutinya" ucap Zoro. Ia perlahan menyusul koki itu.
Sanji melangkahkan kakinya kedalam gedung itu. "Ah, tuan Sanji. Kami jarang sekali melihat anda. Apa anda makan dengan teratur? Anda terlihat lebih kurus dari biasanya" tanya Koala, gadis yang menjadi resepsionis. Sanji tersenyum "Aku baik kok. Tidak perlu khawa..tir" Sejujurnya saat ini Sanji merasa sesak, membuat pandangannya sedikit buram. "Aku ingin bertemu dengan papa. Ah dan bisakah kau memanggilku Sanji saja? Aku kurang suka jika ada yang terlalu formal kepadaku, Koala-chan" jelas Sanji. "Tidak bisa. Nanti aku malah kena amarah tuan besar" tolak Koala dengan nada yang lembut. Sanji tersenyum dan ia pun kemudian pergi ke ruang sang ayah.
Tok tok
"Um.. papa, ini aku Sanji. Boleh aku masuk?" Tanya Sanji. Dari dalam terdengar seperti suara gelas pecah. Dengan panik, Sanji langsung masuk kedalam.
Yang ia lihat pertama kali adalah pecahan gelas serta botol wine berserakan kemana-mana. Terlihat di sofa itu, seorang pria tengah terkapar dengan wajah yang sangat memerah karena pengaruh alkohol.
Baru saja Sanji ingin menghampirinya, pria itu berteriak keras "JANGAN MENDEKAT, ANAK SIALAN!" Tanpa sadar Sanji membeku. Pria itu, sebut saja Doflamingo, mendekati Sanji dengan menyeringai. Ia mengambil salah satu pecahan gelas tersebut dan perlahan menggoreskannya di pipi Sanji.
"Hei.. Kau itu anak sialan. Pertama kau sudah membunuh Margaret, dan kedua kau juga sudah membunuh anakku. Dan sekarang kau berani sekali datang menghadapku. Lihat, ini sangat tajam, loh" bisik Doflamingo ditelinga Sanji. Bau alhokol menyebar kemana-kemana. Cairan anyir berwarna merah pekat perlahan keluar dari pipi mulus Sanji. "Maaf, pa. Tapi aku hanya ingin melihat keadaan papa" kata Sanji. Nada bicaranya masih selembut tadi. "Hoo.. berani melawan ya. Mungkin kau perlu dikasih pelajaran" Doflamingo mengangkat tangannya.
PLAKK
Suara tamparan membahana dalam ruangan itu. Pipi Sanji yang tergores cukup dalam memerah. "Dasar anak sialan. Kau tidak berguna hidup didunia ini" Doflamingo membalikan badannya. Sanji tersenyum lembut "Tenang saja, pa. Keinginan papa akan menjadi kenyataan seben..tar la..gi"
BRUKK
Baru saja Doflamingo ingin melangkah, ia mendengar suara seperti ada yang jatuh. Pria itu membalikkan badannya. Seketika matanya terbelalak melihat seorang pemuda yang baru saja ia tampar, terkapar di lantai dengan mencengkram dadanya kuat-kuat. Perlahan, Doflamingo mendekati anaknya. "Pa..pa hah hah Sa-kit!" Sanji semakin kuat mencengkram dadanya. Doflamingo mengangkat kepala Sanji ke pangkuannya "Aku.. senang hah bisa hah dekat la..gi dengan hah mu, pa.." Perlahan cengkraman itu melemah. Pandangan Sanji menggelap. Doflamingo tersentak, ia menepuk pipi anaknya pelan. "Hoi, Sa-Sanji. Sanji, ada apa denganmu? Sanji bangunlah! Ka-Kau kenapa? SANJI! SADARLAH!" Teriak Doflamingo.
BRAKK
Zoro membanting pintu, tubuhnya berkeringat. Sudah dipastikan ia berkeliling gedung ini untuk mencari Sanji. Matanya terbelalak melihat Sanji tidak sadarkan diri dipelukan seorang pria. "Sanji!" Ia menghampirinya dan memeriksanya. "Masih bernafas, walau sangat pelan. Lebih baik dibawa ke rumah sakit" kata Zoro. Doflamingo menggendong anaknya, dengan panik ia keluar ruangan dan berlari menuju rumah sakit. "Tuan besar, tunggulah disini. Saya sudah menelepon ambulance" kata Koala, gadis itu juga panik saat tiba-tiba Doflamingo berlari sambil menggendong Sanji. "Berapa lama ambulance akan datang?" Tanya Zoro "sekitar 10 menit lagi" jawab Koala. "Terlalu lama" Doflamingo membenarkan posisi Sanji di gendongannya. Tanpa banyak bicara, ia berlari menuju rumah sakit. "Tuan besar!" Dihiraukannya suara panggilan bawahannya.
Doflamingo sampai di rumah sakit dengan nafas terengah-engah, tubuh bercucuran keringat. Jarak dari rumah sakit ke kantornya kalau ditempuh menggunakan mobil bisa 1-2 jam, sedangkan ia berlari dari kantornya. "Dokter! Dokter!" Teriak Doflamingo panik. Suster-suster yang ada disana kemudian membawa Sanji ke ruang UGD.
Doflamingo menundukan kepalanya, ia kini sedang duduk diruang tunggu. Koala, Zoro dan Bellamy berlari ke arahnya. "Tuan" sang supir pribadi menepuk bahunya. Ini kali ketiga ia melihat Doflamingo sepanik ini, bahkan lebih panik daripada istri dan anak bungsunya meninggal. "Aku.. gagal. Aku.. ayah yang gagal" lirih Doflamingo. Zoro menatapnya perihatin, menghela nafas berat "Hah.. Aku yakin Sanji baik-baik saja. Dia orang yang kuat. Padahal aku bos yakuza, tapi.. bisa lemah terhadapnya. Ia bahkan memohon kepadaku untuk tinggal dirumahnya" Zoro menundukan kepalanya. Doflamingo menatapnya "Maaf kalau anakku sudah merepotkanmu" lirihnya "Tidak.. untuk pertama kalinya aku jatuh cinta. Jadi.. dia sudah seperti malaikat bagiku" lirih Zoro. "Kau jatuh cinta ke Sanji?" Tanya Doflamingo sedikit kaget, dengan sangat pelan Zoro mengangguk. "Kumohon, bahagiakanlah dia. Buat dia senang. Aku merasa menjadi ayah yang gagal. Aku menyesal sudah menyusirnya dari rumah" Doflamingo mencengkram bahu Zoro. "Anda tau tidak, Sanji berkata kepadaku kalau ia mempunyai papa yang sangat baik dan perhatian. Aku melihat setiap malam ia selalu bergumam menyebut papa dan taman. Kupikir ia sedang bermimpi pergi ke taman dengan anda" jelas Zoro membuat hati Doflamingo tertohok. Air mata semakin deras mengalir dipipinya.
Dokter keluar dari UGD "Apa disini ada keluarganya?" Tanya dokter itu. "Aku ayahnya, dok" jawab Doflamingo. "Baiklah, anda tolong ikut saja keruangan saya. Sanji akan dipindahkan ke ruang ICU, hanya satu orang yang boleh menjenguknya" jelas dokter itu.
Doflamingo berjalan perlahan, dengan lemas ia duduk disamping Zoro. "Ada apa, paman?" Tanya Zoro "Sanji baik-baik saja kan?" Doflamingo menggeleng "Sudah.. tidak bisa.. disembuhkan.. lagi" pria itu masih mengingat jelas perkataan dokter tadi.
"Sebelumnya perkenalkan nama saya Trafalgar Law. Dokter yang sudah hampir 3 tahun merawatnya. Saya hanya ingin memberitahu kalau Sanji saat ini sedang kritis. Penyakitnya sudah terlalu parah. Sepertinya ia tidak meminum obat dari kami. Saya minta maaf sebesar-besarnya, kami sudah berusaha semampunya untuk menyembuhkan anak anda"
Doflamingo menatap Zoro "Kau mencintai anakku, bukan? Aku sangat berterima kasih kepadamu, walaupun kau seorang bos yakuza sekalipun" katanya "Tidak perlu berterima kasih, pak tua. Aku merasa sangat puas jika Sanji sudah siuman" balas Zoro. "Sebaiknya tuan besar masuk. Kita semua sudah masuk ke dalam tadi" saram Koala. Bellamy hanya mengangguk.
Doflamingo mengusap rambut Sanji, hanya ia dan Sanji diruangan itu. "Sanji.. maafkan papa ya. Papa selama ini sudah menyakitimu" lirihnya. Sanji tentu tidak menjawab, nafas dan detak jantungnya masih terdengar lemah di layar monitor. Doflamingo mencium kening anaknya. Ia sadar, Sanji adalah harta satu-satunya yang ditinggalkan Margaret kepadanya, dan ia malah menyakiti Sanji.
Sudah berbulan-bulan, tapi Sanji masih tidak sadarkan diri. Zoro menjelaskan kepada semuanya "Hueeee kakak!!" Luffy dan Jhonny berpelukan dan menangis kencang saat baru mengetahui kondisi Sanji. Nami pingsan dipelukan Tom. Zeff dan koki-koki lain menundukan kepalanya. Sampai pada suatu malam..
Sanji membuka matanya "Zo..ro" Zoro terbangun dari tidurnya dan segera memeluk Sanji "Syukurlah syukurlah.. terima kasih, tuhan" gumamnya. "Aku akan panggil-"
Grep
Sanji menahan Zoro dengan memegang ujung baju Zoro "Te..tap disi..ni. kumo..hon" pintanya. Zoro hanya menurut "A..ku men..cintaimu ju..ga. i..ni su-dah waktunya. Sa..sampai..kan salam..ku ke.. se..mu..anya. Se..lamat ting..gal"
Suara Piiiip panjang menggema diruangan itu. Zoro masih membeku. Ia memikirkan kata-kata terakhir Sanji. "Sa.. Sanji. Ini tidak lucu. Bangunlah! Aku mencintaimu! Hei!! SANJI!" Zoro memeluk tubuh tak bernyawa milik Sanji dan mencium bibirnya.
Pemakaman Sanji.
Nami menangis dipelukan Luffy. Jhonny dan Tom juga ikut menangis. Doflamingo yang paling depan masih menangis. Hanya Zoro yang tidak terlihat disana.
Satu jam berlalu. Makam Sanji sudah sepi. Seseorang keluar dari tempat persembunyian. Ia mengusap makam itu "Aku tetap mencintaimu, karena kau cinta pertamaku, Sanji" lirih orang itu.
"Aku juga mencintaimu, Zoro"
Zoro tersentak, ia dapat mendengar suara Sanji dekat dengannya.
"Terima kasih"
END

Zosan FanficWhere stories live. Discover now