Liam: Blame On You

905 20 11
                                    

Bulan yang menerangi malam hari ini berkata padaku, betapa bodohnya dirimu. Tak kuhiraukan perkataannya. Yang kupikirkan saat ini hanyalah, apa yang akan aku lakukan. Bulan kembali menyahut dengan kalimat yang mulai menusuk ragaku. Kau lihat sendiri, kau memang manusia terbodoh yang pernah aku temani sepanjang malam aku bertengger disini. Kepalan tanganku sebenarnya sudah siap untuk menghajar benda langit itu. Hanya saja, aku harus mencari lift ataupun tangga surga untuk mencapai bulan. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menggapainya. Apa ini yang terjadi dengan kehidupanku? Setiap kali aku mendapatkan masalah, aku membiarkan diriku dikelabui oleh kebodohanku sendiri. Setiap kali aku mendapatkan kebahagiaan, aku membiarkanya menyelimuti sepanjang jalan kehidupanku. Seperti itu yang aku katakan sebagai manusia bodoh yang selalu terjebak dalam masa lalu.

**********************************

Wangi lavender yang menyebar rata di ruang TV apartement Cady menghilir ke indera penciumanku. Inilah salah satu ciri khas Cady. Lavender, kuncir kuda, dan matanya yang selalu menatap mataku ketika aku sedang bertukar pikiran dengannya. Tapi malam ini, sepertinya aku membiarkannya pergi bersama sahabatnya. Tak apa, aku tak keberatan. Aku akan keberatan apabila ia pergi bersama lelaki lain yang belum aku kenali, kecuali ayahnya. Sampai saat ini, aku belum pernah berkenalan atau bahkan berbicara dalam telepon dengan ayah Cady begitu pula dengan bundanya. Entahlah, mungkin Cady belum mau mengenalkan mereka dengan diriku. Namun yang kuherankan adalah Niall pernah sekali berbincang dengan bunda Cady ketika Cady sedang berada di Indonesia, tahun lalu. Ah sudahlah.. tak usah kau ungkit-ungkit lagi Liam.

By the way,  malam ini aku memang sengaja berada di apartement Cady. Harusnya malam ini aku mengatakan sesuatu kepada Cady. Cukup penting, tapi tidak penting untuknya. Tak tahulah, yang jelas aku harus mengatakannya dari bibirku sendiri. Dan aku ingin malam ini menjadi spesial, antara aku dan Cady.

**********************************

“Liam! Liam! Wake up liam!”, jerit kecil Cady membangunkanku.

Perlahan kubuka kedua mataku menghalau sinar lampu yang persis berada diatas kepalaku. Kulihat mata Cady yang sembab menatapku.

“Hey, what happened?”, ucapku sambil menyentuh pipinya. Cady terisak menatapku.

“Cady?”, tanyaku lembut. Cady masih menunduk dan membiarkan air matanya mengalir.

“Kau jahat Liam!”, teriak Cady sambil memukul lengan kananku.

“Hey-Hey Calm down sweetheart”, kataku refleks memeluknya.

“Kau..Kau..”, isak Cady dalam pelukku.

“Would you tell me what happened?”, tanyaku. Cady meneruskan tangisnya.

“Cady.. Please, answer me. I hate to see you so down like this”, ujarku.

Cady melepaskan pelukanku dan menatapku dengan mata yang berair. Selama beberapa detik ia terpaku melihatku. selanjutnya ia memutuskan untuk berjalan menuju jendela dan terdiam menatap penatnya jam 00.00.

“Cadycads?”, tanyaku dari belakang.

“Mengapa kau tak memberitahuku?”, tanya Cady tetap memandang keluar jendela. Aku tahu kemana arah pembicaraan ini. Aku menunduk dan menunggu Cady berbicara lagi.

“Kau tak tahu seberapa sulit aku menahan tangis ini Liam!”, jerit Cady. Aku masih terdiam seakan ada gravitasi besar yang menarik tubuhku.

“Liam! Aku tak rela bila kau...”, tubuh Cady tiba-tiba goyah tak terkontrol. Dengan sigap aku mendorong gravitasi untuk menangkap tubuhnya.

“Sudahlah jangan menangis. I know this is difficult”, ucapku menghapus air matanya.

“Liam..”, bisik Cady. Aku menatapnya yang makin lama semakin melemas.

Summer Love: LondonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang